NASIONALISME
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen
Pengampuh Dr. Suranto,
M.Pd
Oleh
EVIE
EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “NASIONALISME”
dapat berjalan dengan lancar tanpa
ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan
penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Sejarah
Intelektual.
Penulisan makalah ini berdasarkan
literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas
sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang
disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain
pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun
menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah tersebut.
Jember, Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB 2
PEMBAHASAN ........................................................................... 4
2.1 Konsep Dasar Nasionalisme...................................................................
4
2.2 Perkembangan Nasionalisme..................................................................
5
2.3 Perkembangan Nasionalisme di Indonesia.............................................
9
BAB III
PENUTUP .................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15
3.2 Saran ..................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Nasionalisme berasal dari kata
nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk.,
1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2)
golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang
sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan
yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata
bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari
kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan
dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan
orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (ibid, 1994:970). Beberapa suku atau ras dapat menjadi
pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang
diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Nasionalisme timbul menjadi
kekuataan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-18,
selanjutnya paham itu tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke-19,
hingga awal abad ke-20. Pada abad ke-20, nasionalisme menjalar dan berkembang
ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Atas dasar itu abad ke-19 dapat
disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan
Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak
negara merdeka di dunia. Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada
dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan
yang didasarkan pada persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu
dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena
basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang
bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta
ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain.
Selain
itu, sebab lain lahirnya nasionalisme adalah penaklukan negara bangsa lain oleh
negara tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa
yang ditaklukan. Oleh sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai
ekspansinisme, imperialisme, dan peperangan
1.2 Rumusan
Masalah
1)
Bagaimanakah konsep Dasar
Nasionalisme?
2)
Bagaimanakah Perkembangan
Nasionalisme?
3)
Bagaimanakah Perkembangan
Nasionalisme di Indonesia?
1.3 Tujuan
1)
Untuk mengetahui konsep
Dasar Nasionalisme.
2)
Untuk menemahami dan
mengetahui Perkembangan Nasionalisme.
3)
Untuk mengetahui
Perkembangan Nasionalisme di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Dasar Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang
berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata
bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat,
bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia,
binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat
khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat
karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya
menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas
menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan
keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan
arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan
orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (ibid, 1994:970). Beberapa suku atau ras dapat menjadi
pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang
diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Kata bangsa mempunyai dua
pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut
pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang
merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota
masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat
istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah
negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara. Kasus
pertama terjadi pada negara yang memiliki beragam suku bangsa, seperti Amerika
Serikat yang menaungi beragam bangsa yang berbeda. Kasus kedua adalah
sebagaimana yang terjadi pada bangsa Korea yang terpecah menjadi dua negara,
Korea Utara dan Korea Selatan. Sementara dalam pengertian politis, bangsa
adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok
pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57-58).
Istilah nasionalisme yang telah
diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk
mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa
yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan
menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op.
cit, 1994:684). Dengan demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan
suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan
wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa Latin yang
berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih dengan istilah yang berasal dari
bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya
digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar konteks
politik (Riff, 1995: 193-194).
Disamping definisi bahasa diatas
terdapat beberapa rumusan lain mengenai nasionalisme, di antaranya :
1. Huszer dan Stevenson: Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa
mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya.
2. L.
Stoddard:
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, yang dianut oleh
sejumlah besar individu sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan.
Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.
3. Hans
Kohn:
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya
bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua
tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Hans
Kohn nasionalisme adalah kesetiaan tertinggi yang diberikan individu kepada
negara dan bangsa
Prof. Hans Kohn, pakar sejarah
terkemuka abad ini, yang menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang
tumbuh dalam masyarakat dan mempunyai empat ciri:
1. Kesetiaan tertinggi individu
diserahkan kepada Negara kebangsaan.
2. Dengan perasaan yang mendalam akan
suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.
3. Perasaan yang mendalam dengan
tradisi-tradisi setempat,
4. Kesetiaan dengan pemerintah yang
resmi.
Beberapa definisi diatas memberi
simpulan bahwa nasionalisme adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air,
kesadaran yang mendorong untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk
membentuk negara berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai
pijakan pertama dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi.
2.2
Perkembangan Nasionalisme
Dalam sejarah, nasionalisme bermula
dari benua Eropa sekitar abad pertengahan. Kesadaran berbangsa dalam pengertian
nation-state yang dipicu oleh gerakan Reformasi Protestan yang dipelopori oleh
Martin Luther di Jerman (Dault, 2005:4). Saat itu, Luther yang menentang Gereja
Katolik Roma menerjemahkan Perjanjian Baru kedalam bahasa Jerman dengan
menggunakan gaya bahasa yang memukau dan kemudian merangsang rasa kebangsaan
Jerman. Terjemahan Injil membuka luas penafsiran pribadi yang sebelumnya
merupakan hak eksklusif bagi mereka yang menguasai bahasa Latin, seperti para
pastor, uskup, dan kardinal. Implikasi yang sedikit demi sedikit muncul adalah
kesadaran tentang bangsa dan kebangsaan yang memiliki identitas sendiri. Bahasa
Jerman yang digunakan Luther untuk menerjemahkan Injil mengurangi dan secara
bertahap menghilangkan pengaruh bahasa Latin yang saat itu merupakan bahasa
ilmiah dari kesadaran masyarakat Jerman. Mesin cetak yang ditemukan oleh Johann
Gothenberg turut mempercepat penyebaran kesadaran bangsa dan kebangsaan.
Namun demikian, nasionalisme Eropa
yang pada kelahirannya menghasilkan deklarasi hak-hak manusia berubah menjadi
kebijakan yang didasarkan atas kekuatan dan self interest dan bukan atas
kemanusiaan (Rasyidi dalam Yatim, 2001:63). Dalam perkembangannya nasionalisme
Eropa berpindah haluan menjadi persaingan fanatisme nasional antar
bangsa-bangsa Eropa yang melahirkan penjajahan terhadap negeri-negeri yang saat
itu belum memiliki identitas kebangsaan (nasionalisme) di benua Asia, Afrika,
dan Amerika Latin. Fakta ini merujuk pada dua hal: (1) ledakan ekonomi Eropa
pada masa itu yang berakibat pada melimpahnya hasil produksi dan (2) pandangan
pemikir Italia, Nicolo Machiaveli, yang menganjurkan seorang penguasa untuk
melakukan apapun demi menjaga eksistensi kekuasaannya. Dia menulis: “Bila ini merupakan masalah yang mutlak
mengenai kesejahteraan bangsa kita,maka janganlah kita menghiraukan keadilan
atau ketidakadilan, kerahiman dan ketidakrahiman, pujian atau penghinaan, akan
tetapi dengan menyisihkan semuanya menggunakan siasat apa saja yang
menyelamatkan dan memelihara hidup negara kita itu” (Kohn dalam Yatim,
2001:65).
Paham nasionalisme berkembang dan
menyebar dari Eropa ke seluruh dunia pada abad 19 dan 20. Pada intinya
nasionalisme menitikberatkan kecintaan pada bangsa dan negara. Menurut Otto
Bouer, nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam
memperjuangkan nasib yang sama, sedangkan Hans Kohn berpendapat bahwa
nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu
kepada negara dan bangsa. Sementara itu, Ernest Renant menyatakan, nasionalisme
ada ketika muncul keinginan untuk bersatu.
Nasionalisme timbul menjadi
kekuataan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-18,
selanjutnya paham itu tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke-19,
hingga awal abad ke-20. Pada abad ke-20, nasionalisme menjalar dan berkembang
ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Atas dasar itu abad ke-19 dapat
disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan
Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak
negara merdeka di dunia. Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada
dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan
yang didasarkan pada persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu
dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena
basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang
bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta
ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain.
Selain itu, sebab lain lahirnya
nasionalisme adalah penaklukan negara bangsa lain oleh negara tertentu yang
mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa yang ditaklukan. Oleh
sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai ekspansinisme,
imperialisme, dan peperangan.
Tumbuh dan berkembangnya pemikiran
nasionalisme modern itu tidaklah dipelopori oleh kalangan politikus atau negarawan,
tetapi oleh para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan seperti pelopor dan
pemikir nasionalisme modern di Eropa Barat antara lain John Locke, J.J.
Rousseau, John Gottfried Herder, dan lain-lain. Nasionalisme timbul karena
unsur-unsur sebagai berikut:
a. ikatan rasa senasib dan
seperjuangan;
b. bertempat tinggal dalam satu
wilayah yang sama;
c. campur tangan bangsa lain
(penjajahan) dalam wilayahnya;
d. persamaan ras (tetapi hal ini
tidak mutlak);
e. keinginan dan tekad bersama untuk
melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut agar manusia mendapatkan
hak-haknya secara wajar sebagai warga negara.
Kebangkitan
nasional yang muncul di negara-negara Eropa dipengaruhi dan mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut.
a.
Pecahnya Revolusi Prancis (1789)
Masyarakat
Prancis sebelum terjadi Revolusi Perancis terdiri atas kaum bangsawan,
pengusaha, dan pedagang (borjuis) dan kaum jelata (proletar). Kaum borjuis
menindas kehidupan kaum proletar. Pada suatu masa, kaum proletar menuntut kaum
borjuis agar bersedia menjamin hak-hak asasinya yang berupa kebebasan dan
persamaan. Tuntutan itu diilhami pemikiran Rousseau yang tertuang di dalam buku
berjudul Du Contract Social (Perjanjian Sosial). Selain itu, rakyat sebagai
suatu bangsa juga menuntut pembagian kekuasaan politik yang adil, yaitu
kekuasaan raja harus dibatasi oleh undang-undang dan rakyat harus mempunyai
wakil dalam parlemen. Dalam pemerintahan pun harus ada tiga kekuasaan yang satu
sama lain terpisah, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Tuntutan itu diilhami oleh karya besar Montesquieu yang disebut Trias Politica.
Penguasaan beberapa negara di Eropa oleh Napoleon menimbulkan semangat
kebangsaan dan persatuan di antara beberapa negara tersebut untuk bergabung
dalam suatu koalisi melawannya.
b. Revolusi
Industri di Inggris
Revolusi
Industri di Inggris yang didasari paham liberal melahirkan golongan kapitalis
yang menjurus pada tindakan imperialisme. Dalam praktik imperialisme tentu
terjadi pengurangan kemerdekaan, perampasan hak asasi, hak politik, serta
eksploitasi ekonomi terhadap daerah jajahan. Akibat perlakuan yang sewenang-
wenang dari penjajah, semangat nasionalisme rakyat di daerah jajahan bangkit
untuk mencapai kemerdekaan dan berdaulat penuh.
c.
Lahirnya Nasionalisme di Eropa
Munculnya
nasionalisme di Eropa karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis.
Semangat persaingan yang bebas dari paham liberalisme menimbulkan
chauvinisme/ultranasionalisme, suatu paham nasionalisme yang berlebihan.
Nasionalisme di eropa melahirkan kolonialisme yaitu nafsu untuk memperoleh
tanah jajahan sebayak mungkin. Dengan demikian negara-negara di Eropa menjelma
menjadi imperialisme, yang saling berlomba untuk mencari dan mendapatkan tanah
jajahan di luar wilayahnya dengan sasaran Asia dan Afrika. Banyak negara yang
dikuasai oleh bangsa-bangsa Eropa yang berpaham liberal dan kapital.
Bangsa-bangsa Eropa cenderung menindas bangsa-bangsa yang dijajah. Dampaknya
bangkitlah semangat nasionalisme di negara-negara jajahan yang diwujudkan dalam
bentuk revolusi atau perang hingga mencapai kemerdekaan. Gerakan nasionalisme
untuk memperoleh kemerdekaan terjadi di negaranegara sebagai berikut.
1) Gerakan nasionalisme di Amerika
Serikat menuntut persamaan hak dan status warga negara yang sederajat dengan
warga negara di Inggris. Gerakan nasionalisme yang dipimpin George Washington
itu akhirnya berhasil memperoleh kemerdekaan (1783).
2) Gerakan nasionalisme di Amerika
Latin menentang penjajahan Spanyol dan Portugal. Gerakan yang dipimpin Simon
Bolivar itu akhirnya berhasil mencapai kemerdekaan. Gerakan itu berlangsung
dari tahun 1815 sampai dengan tahun 1828 yang diilhami oleh Revolusi Amerika
(1774–1783) dan Revolusi Prancis (1789–1815).
3) Gerakan nasionalisme di Jerman di
bawah pimpinan Otto von Bismark (1862–1890) berhasil mengalahkan musuh-musuhnya
(Denmark, Austria, dan Prancis). Gerakan itu kemudian melahirkan negara
kesatuan Jerman dan menobatkan Kaisar Wilhem I di Istana Versailles sebagai
penguasa Jerman (1871).
4) Gerakan nasionalisme di Asia dan
Afrika, antara lain terjadi di negara Jepang, Cina, India, Turki, Mesir, dan
Indonesia. Gerakan nasionalisme di Asia dan Afrika pada akhirnya melahirkan
negara-negara yang merdeka dan terbebas dari belenggu penjajahan bangsa Barat.
2.3 Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Nasionalisme yang berkembang di Eropa kemudian menjalar ke
seluruh dunia. Memasuki awal abad 20 nasionalisme mulai berkembang di
negara-negara Asia dan Afrika termasuk Indoensia. Nasionalisme di Asia dan
Afrika bukan hanya suatu perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan, tetapi memiliki tujuan yang lebih mendalam, sehingga
nasionalisme itu memiliki beberapa aspek seperti:
1. Aspek politik
Nasionalisme bersifat menumbangkan dominasi politik
imperialisme dan bertujuan menghapus pemerintah kolonial.
2. Aspek Sosial Ekonomi
Nasionalisme bersifat menghilangkan kesenjangan sosial yang
diciptakan oleh pemerintah kolonial dan bertujuan menghentikan eksploitasi
ekonomi.
3. Aspek Budaya
Nasionalisme bersifat menghilangkan pengaruh kebudayaan asing
yang buruk dan bertujuan menghidupkan kebudayaan yang
mencerminkan harga diri bangsa setara dengan bangsa lain.
Lahir
tumbuh dan berkembangnya keragaman ideologi pergerakan nasional tidak dapat
dilepaskan dari kondisi dalam negeri dan keadaan internasional. Untuk itu ada 2
faktor yang mempengaruhi munculnya Nasionalisme di Indonesia yaitu apa yang
disebut dengan faktor internal dan faktor eksternal. Untuk lebih memahaminya,
silahkan anda simak uraian materi berikut ini
A.
Faktor Internal
1.
Perlakuan diskriminatif dari kolonial dan Imperialis Barat (Belanda)
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan terhadap rakyat Indonesia yang
akhirnya menimbulkan perasaan senasib. Contohnya tanam paksa, monopoli,
diskriminasi dasb. Untuk mengetahui keaadan tanam paksa cobalah Anda amati foto
berikut ini. Bagaimana pendapat Anda.
2.
Adanya kenangan kejayaan masa lalu.
3.
Timbulnya kaum cerdik pandai akibat adanya politik Ethis Van
Derenter. Golongan terpelajar itu menyadari akan nasib bangsanya
sehingga terbentuk kepribadian, pola pikir dan etos juang yang tinggi
untuk membebaskan diri dari penjajahan yang disadari tidak hanya dicapai
melalui perjuangan fisik tetapi juga harus melalui kancah politik. Dan lahirnya
kelompok terpelajar Indonesia tersebut menurut Sartono Kartodiardjo disebut
nomines novi, yaitu orang-orang yang terbentuk karena faktor pendidikan dan
memiliki sikap, pandangan dan orientasi tentang lingkungan masyarakatnya.
Melalui kelompok ini paham demokrasi, nasionalisme, komunisme dan liberalisme
masuk.
4.
Lahirnya kelompok terpelajar Islam. Mereka menjadi agen perubahan / agen
pengubah cara pandang masyarakat, bahwa nasib bangsa Indonesia tidak dapat
diperbaiki melalui belas kasih penjajah seperti melalui politik etis.
5.
Kesadaran Bangsa Indonesia akan harga dirinya sebagai suatu bangsa yang ingin
hidup bebas, merdeka seperti bangsa-bangsa yang lain. Hal tersebut menambah
semangat juang untuk memperoleh kemerdekaan dan menimbulkan adanya semangat
persamaan derajat.
B.
Faktor Eksternal
1. Munculnya
fase kesadaran pentingnya semangat nasional dan perasaan senasib.
2. Peristiwa
PD1 menyadarkan para terpelajar mengenai penentuan nasib sendiri.
3. Munculnya
dorongan untuk melawan imperialisme barat karena adanya konflik ideologi antara
kapitalisme / imperialisme dengan sosialisme / komunisme
4. Lahirnya
nasionalisme di Asia dan Afrika memberi inspirasi kaum terpelajar di Indonesia
bahwa imperialisme harus dilawan melalui organisasi modern. Seperti yang pernah
Anda pelajari di modul sebelumnya.
Unsur
nasionalisme yang di tunjukkan dalam diri bangsa Indonesia sudah ada sejak
lama. Hal ini dapat dilihat adanya rasa kecintaan terhadap tanah kelahiran,
perlawanan rakyat bersama rajanya untuk menghadapi kelicikan dan kekejaman
penjajah,khususnya Belanda. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sudah
muncul dan berkembang kecintaan terhadap tanah kelahirannya. Kedua kerajaan
besar itu menyatukan wilayah-wilayah kecil disekitarnya.
Perlawanan
fisik terhadap penjajah belanda adalah wujud nasionalisme bangsa untuk mempertahankan
wilayahnya Pada awalnya perlawanan itu masih bersifat kedaerahan dan
terpisah-pisah, karena belum ada koordinasi antara perlawanan satu dengan yang
lainnya. Hal ini disebabkan karena nasionalisme perlawanan tersebut sudah
dipatahkan oleh Belanda. Disamping itu karena minimnya teknologi dan
persenjataan yang dimiliki bangsa Indonesia. Penjajah memiliki studi sosial
yang lebih maju, mampu memetakan kondisi masyarakat nusantara. Dengan pemetaan
tersebut digunakan untuk politik pecah belah yaitu mengadu domba antar kelompok
masyarakat nusantara satu dengan yang lainnya.
Dari
pengalaman itu, para pemimpin merubah strategi perlawanan yaitu dengan
perjuangan melalui jalur pendidikan, menumbuhkan persatuan dan kesatuan,
penyadaran perlawanan yang terorganisir. Dengan kesadaran akan pentingnya
pendidikan, dapat diketahui pada awal tahun 1990-an melahirkan pemuda yang
cukup memadai untuk mewujudkan nasionalisme yaitu membentuk
organisasi-organisasi sebagai wadah perlawanan terhadap penjajah. Organisasi
modern pertama kali muncul adalah Budhi Utomo (1908). Kemudian disusul dengan
berdirinya Serikat Dagang Islam(SDI) pada tahun 1909 yang berubah nama menjadi
Serikat Islam (SI) pada tahun 1911. Bahkan pada tahun 1913 lahir Indiche Partij
yang menginginkan perjuangan kemerdekaan dilakukan secara radikal. Pada tahun
1927 didirikan PNI yang mempunyai tujuan perjuangan Indonesia untuk mewujudkan
kesejahteraan nasional. Selain organisasi-organisasi politik, muncullah
organisasi sosial kemasyarakatan lainnya seperti Muhammadiyah. Didirikan pada
tahun 1912 oleh KH. Akhmad Dahlan.
Wujud
nasionalisme Indonesia adanya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang
berisikan Satu Bahasa, Satu Bangsa, Satu Tanah Air Indonesia. Didalam konggres
itu melahirkan sumpah pemuda dengan mengumandangkan Lagu Indonesia Raya untuk
pertamakalinya. Hal tersebut menunjukkan nasionalisme satu tanah air, bangsa
dan satu bahasa untuk bersama-sama membentuk Negara dan tanah air Indonesia.
Dengan
semangat nasionalisme yang berkobar disusul dengan datangnya penjajah Jepang
yang berhasil mengalahkan Belanda. Ketika Jepang memberi janji kemerdekaan pada
bangsa Indonesia maka dibentuklah BPUPKI yang kemudian berhasil merumuskan
rancangan dasar negara dan undang-undang dasar negara. Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan nasional
Indonesia untuk mendirikan negara merdeka. Kemudian dilanjutkan berdirinya PPKI
dengan menetapkan UUD 1945 sebagai peraturan dasar penyelenggaraan Indonesia
merdeka, yang didalamnya juga terdapat Dasar Negara Pancasila pada tanggal 18
Agustus 1945. Dalam sidang itu itu juga telah di tetapkan presiden dan wakil
presiden Indonesia merdeka. Nasionalisme Indonesi menampakkan wujud formalnya
yaitu dengan berdiri dan terpenuhinya persyaratan sebagai negara merdeka dan
berdaulat.
Nasionalisme
yang dirumuskan diatas oleh para pendiri bangsa dalam rumusan Dasar Negara
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 memerlukan perumusan konsep lebih
lanjut. Konsep nasionalisme Indonesia yang bersumber dari kedua landasan
tersebut dikonkretkan menjadi bentuk dan struktur negara Indonesia yang
berbentuk republik. Konsep-konsep nasionalisme sesuai dengan perkembangan dan
dinamika saat ini antara lain:
1.
Negara Bangsa
Konsep negara bangsa adalah konsep
tentang negara modern yaitu negara yang memiliki bangunan politik seperti batas
teritorial, pemerintahan sah, pengakuan negara lain, kedaulatan ke dalam
negaranya sendiri. Syarat adanya negara adalah terpenuhinya syarat-syarat pokok
tersebut yang sekaligus sebagai modal sebuah bangsa menjadi negara. Menurut UUD
1945 Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik”. Bentuk pemerintahan republik dipimpin oleh kepala
pemerintahan yaitu presiden, yang dipilih melalui pemilihan umum. UUD 1945
memuat juga pasal-pasal tentang unsur-unsur kelengkapan Negara Indonesialainnya
seperti badan legislatif, eksekutif, yudikatif, pemerintahan daerah dan
sebagainya. Hal ini sejalan dengan konsep negara bangsa.
2.
Warga Negara
Warga negara menjadi bagian yang
tidak terpisahkan. Hal ini sesuai UUD 1945 pasal 26 ayat 2 yang berbunyi
“Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia”. Dirumuska juga dalam UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 26 ayat 1 menyatakan
“Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara”. Sesuai kedua rumusan tersebut, mereka yang termasuk dalam warga negara
Indonesia semestinya memiliki kecintaan dan rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan negara Indonesia.
3.
Dasar Negara
Pancasila
Sehari setelah Indonesia merdeka
terjadi perdebatan tentang Dasar Negara Indonesia merdeka. Perdebatan itu
terjadi dalam sidang BPUPKI antara kelompok nasionalis islami dan nasionalisme
sekuler yang terjadi sebelum kemerdekaan
Nasionalisme
dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara atau gerakan (bukan
negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara etnis, budaya, keagamaan
dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori
nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Nasionalisme
Kewarganegaraan atau Nasionalisme Sipil
Nasionalisme Kewarganegaraan adalah
nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif
rakyat. Rakyat sebagai warganegara berkehendak untuk mewujudkan negara,
mengakui dan membela negaranya.
2.
Nasionalisme
Etnis
Di dalam nasionalisme etnis, negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.
Nasionalisme ini dibangun dari pandangan Johann Gottfried von Herder, yang
memperkenalkan konsep volk (bahasa Jerman untuk rakyat).
3.
Nasionalisme
Romantik atau Nasionalisme Organik atau Nasionalisme Identitas
Nasionalisme
Romantik adalah Kelanjutan dari nasionalisme etnis, dimana negara memperoleh
kebenaran politik secara organik dari adanya kesamaan bangsa atau ras,menurut
semangat romantisme cerita heroik yang terjadi dalam kehidupan sejarah bangsa
atau ras yang bersangkutan.
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hans
Kohn:
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan
satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber
dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Hans
Kohn nasionalisme adalah kesetiaan tertinggi yang diberikan individu kepada
negara dan bangsa Prof.
Hans Kohn, pakar sejarah terkemuka abad ini, yang menyatakan bahwa nasionalisme
adalah suatu paham yang tumbuh dalam masyarakat dan mempunyai empat ciri:
1. Kesetiaan tertinggi individu
diserahkan kepada Negara kebangsaan.
2. Dengan perasaan yang mendalam akan
suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.
3. Perasaan yang mendalam dengan
tradisi-tradisi setempat,
4. Kesetiaan dengan pemerintah yang
resmi.
Paham nasionalisme berkembang dan
menyebar dari Eropa ke seluruh dunia pada abad 19 dan 20. Pada intinya
nasionalisme menitikberatkan kecintaan pada bangsa dan negara. Menurut Otto
Bouer, nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam
memperjuangkan nasib yang sama, sedangkan Hans Kohn berpendapat bahwa
nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu
kepada negara dan bangsa. Sementara itu, Ernest Renant menyatakan, nasionalisme
ada ketika muncul keinginan untuk bersatu.
Nasionalisme timbul menjadi
kekuataan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-18,
selanjutnya paham itu tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke-19,
hingga awal abad ke-20. Pada abad ke-20, nasionalisme menjalar dan berkembang
ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Atas dasar itu abad ke-19 dapat
disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan
Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak
negara merdeka di dunia. Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada
dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan
yang didasarkan pada persamaan–persamaan yang bersifat primordialistik itu
dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena
basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang
bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta
ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain.
Nasionalisme yang berkembang di Eropa kemudian menjalar ke
seluruh dunia. Memasuki awal abad 20 nasionalisme mulai berkembang di
negara-negara Asia dan Afrika termasuk Indoensia. Nasionalisme di Asia dan
Afrika bukan hanya suatu perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan, tetapi memiliki tujuan yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2001.
Soekarno, Islam, Dan Nasionalisme. Bandung: Nuansa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar