FASISME
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen
Pengampu Dr. Suranto,
M.Pd
Oleh
EVIE
EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “FASISME” dapat berjalan dengan lancar tanpa
ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan
penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Sejarah
Intelektual.
Penulisan makalah ini berdasarkan
literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas
sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang
disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain
pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun
menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah tersebut.
Jember, November
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB 2
PEMBAHASAN ........................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Fasisme...........................................................................
3
2.2 Perkembangan Fasisme..........................................................................
12
2.3 Perkembangan Fasisme di Indonesia.....................................................
19
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Fasisme......................................................
21
BAB III PENUTUP
.................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 23
3.2 Saran ..................................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 24
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Fasisme adalah sebuah gerakan
politik penindasan yang pertama kali berkembang di Italia setelah tahun 1919
dan kemudian di berbagai negara di Eropa, sebagai reaksi atas perubahan sosial
politik akibat Perang Dunia I. Nama fasisme berasal dari kata Latin ‘fasces’,
artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak, yang melambangkan
pemerintahan di Romawi kuno.
Istilah “fasisme” pertama kali
digunakan di Italia oleh pemerintahan yang berkuasa tahun 1922-1924 pimpinan
Benito Mussolini. Dan gambar tangkai-tangkai yang diikatkan pada kapak menjadi
lambang partai fasis pertama. Setelah Italia, pemerintahan fasis kemudian
berkuasa di Jerman dari 1933 hingga 1945, dan di Spanyol dari 1939 hingga 1975.
Setelah Perang Dunia II, rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan
dan negara-negara belum berkembang lain umumnya digambarkan sebagai fasis.
Untuk memahami falsafah fasisme,
kita dapat cermati deskripsi yang ditulis Mussolini untuk Ensiklopedi Italia
pada tahun 1932: Fasisme, semakin ia mempertimbangkan dan mengamati masa depan
dan perkembangan kemanusiaan secara terpisah dari berbagai pertimbangan politis
saat ini, semakin ia tidak mempercayai kemungkinan ataupun manfaat dari
perdamaian yang abadi. Dengan begitu ia tak mengakui doktrin Pasifisme yang
lahir dari penolakan atas perjuangan dan suatu tindakan pengecut di hadapan
pengorbanan. Peranglah satu-satunya yang akan membawa seluruh energi manusia ke
tingkatnya yang tertinggi dan membubuhkan cap kebangsawanan kepada orang-orang
yang berani menghadapinya. Semua percobaan lain adalah cadangan, yang tidak
akan pernah benar-benar menempatkan manusia ke dalam posisi di mana mereka
harus membuat keputusan besar–pilihan antara hidup atau mati (Kaum Fasis)
memahami hidup sebagai tugas dan perjuangan dan penaklukan, tetapi di atas
semua untuk orang lain–mereka yang bersama dan mereka yang jauh, yang sejaman,
dan mereka yang akan datang setelahnya.
Jelaslah sebagaimana ditekankan
Mussolini, gagasan utama di balik fasisme adalah ide Darwinis mengenai konflik
dan perang. Sebab, sebagaimana kita bahas dalam prakata, Darwinisme menegaskan
bahwa “yang kuat bertahan hidup, yang lemah punah”, yang karenanya berpandangan
bahwa manusia harus berada dalam perjuangan terus-menerus untuk dapat bertahan
hidup. Karena dikembangkan dari gagasan ini, Fasisme membangkitkan kepercayaan
bahwa suatu bangsa hanya dapat maju melalui perang, dan memandang perdamaian
sebagai bagian yang memperlambat kemajuan.
1.2 Rumusan
Masalah
1) Bagaimanakah Konsep Dasar dari
Fasisme?
2) Bagaimanakah Perkembangan Fasisme?
3) Bagaimanakah Perkembangan Fasisme di
Indonesia?
4) Apa kelebihan dan kekurangan dari
suatu negara yang menganut Fasisme?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui Konsep Dasar dari
Fasisme.
2) Untuk mengetahui dan memahami
Perkembangan Fasisme.
3) Untuk mengetahui Perkembangan
Fasisme di Indonesia.
4) Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari suatu negara yang menganut Fasisme.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Fasisme
Fascismo
adalah istilah yang berasal dari kata Latin "fases"
(ejaan Romawi: fasces). Fases, yang terdiri dari
serumpun batang yang diikatkan di kapak, adalah simbol otoritas hakim sipil Romawi kuno.
Mereka dibawa oleh para liktor dan dapat digunakan untuk hukuman fisik dan
modal berdasarkan perintah-Nya. Kata fascismo juga terkait dengan organisasi
politik di Italia
dikenal sebagai fasci, kelompok
mirip dengan serikat kerja
atau sindikat.
Fasisme
berasal dari bahasa Italia Fascio yang diambil dari bahasa latin fasces yang
artinya seikat batang kayu. Dalam budaya Romawi kuno, fasces ini diberikan
kapak di bagian tengahnya, lalu dipergunakan sebagai simbol kekuatan dari
bermacam-macam unsur yang menyatu. Fasces sering dibawa ke depan pejabat
tinggi, dan diartikan sebagai simbol kekuasaan pejabat pemerintah. Menurut George
Mosse, cikal bakal fasisme adalah serangan terhadap positivisme dan liberalisme
pada akhir abad 19. Ernst Nolte mengusulkan fasisme didefinisikan sebagai trend
politik yang berakar pada abad 19 atau pada hakekatnya adalah fenomena abad
ke-20. Jika komunisme merupakan pemberontakan pertama yang bersifat
revolusioner dan totaliter terhadap cara hidup Barat yang liberal, maka fasisme
dianggap merupakan pemberontakan kedua.
Inti
sari dari fasisme adalah pengorganisasian pemerintahan (sistem pengaturan pemerintahan)
dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat
nasionalis, militeristis, rasialis, dan imperialis. Di Eropa, negara pertama
yang menjadi fasis adalah Italia (1922), Jerman (1933), dan Spanyol (1936).
Sedangkan di Asia fasisme muncul di Jepang tahun 1930-an melalui perubahan ke
arah lembaga-lembaga yang totaliter. Sutan Sjahrir memberikan pengertian
terhadap fasisme adalah faham kemasyarakatan yang mengancam harkat dan martabat
kemanusiaan. Menurutnya, faham yang ada dalam masyarakat akan mengalami
perkembangan menjadi gerakan yang akan melawan kekuatan demokrasi, yang mana
juga seluruh kekuatannya fasis tersebut bekerja melawan kemajuan dan kebebasan
manusia universal.
Konsep Dasar Faham Fasisme
1. Fenomena
Industrialisasi dan Pengalaman Berdemokrasi
Meskipun
memiliki persamaan dengan komunisme yaitu menggunakan sistem totaliter dalam
pemerintahannya, namun tempat munculnya fasisme sangat jauh berbeda dengan
komunisme. Jika komunisme seringkali muncul di bangsa yang melarat dan
terbelakang (contoh Rusia, Cina, Kuba), Fasisme seringkali muncul di negara
yang lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasisme secara historis
lahir setelah ada pengalaman demokrasi dan industrialisasi. Tingkat
perkembangan industri menjadi pokok penting karena, pertama, aksi yang
diperolehnya, teror dan propaganda fasis banyak memerlukan organisasi dan
teknokrat. Kedua, sebagai sistem mobilisasi permanen untuk keperluan perang,
fasisme membutuhkan dukungan industri. Dengan demikian, jika komunisme adalah
sistem totaliter untuk mengindustrialisasi suatu masyarakat yang terbelakang;
sedangkan fasisme adalah sistem totaliter untuk menyelesaikan konflik-konflik
dalam masyarakat yang lebih maju industrinya. Menurut teori Marxis,
perkembangan fasisme dapat dilihat sebagai akibat tidak langsung dari depresi
ekonomi. Menurut teori komunis Marxis, pada masa depresi ketakutan dan frustasi
merusak kepercayaan orang pada proses demokrasi. Kepercayaan pada metode-metode
yang rasional melemah, di sinilah fasisme mulai meraih keuntungannya. Depresi
yang menyebabkan banyaknya pengangguran merupakan massa mengambang yang menjadi
basis empuk dari fasisme, hilangnya harga diri para pengangguran diangkat
dengan sistem uniformitas (seragam, upacara, salam).
2. Target
Group
Kelompok
basis pendukung fasisme ada tiga, yaitu pertama, sekelompok kecil industrialis
dan tuan-tuan tanah (landowners). Konsesi yang diharapkan adalah bahwa sistem
itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, sedangkan pemerintahan fasis
mendapatkan sumber-sumber ekonomis dari mereka. Kelompok ini bukanlah
berorientasi pada fascist minded, mereka bergerak berdasarkan kepentingannya
sendiri.
Kedua,
kelas menengah bawah (lower middle class), terutama kalangan pegawai negeri
(salaried group). Kelompok ini mengalami kecemburuan terhadap karyawan di
perusahaan-perusahaan besar, dan takut akan penggabungannya kembali dengan kaum
proletar, mereka ingin mempertahankan prestise mereka. Ketiga, Kelompok
militer. Bahkan di negara demokrasi yang mapan sekalipun, personil militer
cenderung meremehkan kedisiplinan dan persatuan. Kalau demokrasi melemah,
penyimpangan profesi dalam tubuh militer ini akan menjadi bencana politik.
Fasisme mampu mengakomodir kepentingan kelompok sosial ini. Alhasil, corak
militeristis sangat menonjol dalam fasisme. Namun demikian, kelompok militer
juga memainkan peranan utama dalam menyingkirkan pemeintahan yang fasis.
3. Dasar
Psikis (Nafsu Berkuasa vs Nafsu Tunduk)
Di
beberapa negara fasis (Jerman dan Jepang), memiliki tradisi otoriter dalam
sistem pemerintahannya dan mendominasi selama berabad-abad. Demokrasi yang
bertunas di daerah tersebut belum kuat dan tidak mampu menghindarkan dirinya
dai tradisi ini. Karena itu, seorang warganegara Jerman atau Jepang tidak akan
menolak kecenderungan-kecenderungan fasis di negaranya dan mungkin saja mereka
menganggap sesuai dengan masyarakatnya.
Analisis
tradisional mengenai kediktatoran politik telah dipusatkan pada
motivasi-motivasi yang mendorong para pemimpin yang bersifat diktator seperti
nafsu yang menggebu-gebu untuk meraih kekuasaan dan hasrat mendominasi.
Pengikut dan warganegara dari suatu kediktatoran dianggap sebagai
“korban-korban” yang kebetulan terjerumus ke dalam nasib yang malang.
Kediktatoran politik semakin berkembang manakala ada sikap patuh dan menerima,
hasrat memasrahkan diri dan menggantungkan diri pada orang lain. Fasisme
sebagai sistem totaliter mencari bentuk hubungan manusia yang seperti ini untuk
menarik massa.
Gerakan-gerakan
fasis menyadari betul sifat manusia yang ingin dilindungi dan ingin menyalurkan
diri. Fasisme menyalurkan dua jalur dalam pemerintahannya, yaitu jalur untuk
mereka yang ingin berkuasa dan jalur kedua untuk mereka yang dikuasai.
Sedangkan penyelesaian untuk mengatasi kebencian dan rasa permusuhan yang laten
dari rakyat, ialah dengan melawan musuh-musuh yang nyata ataupun imajiner.
4. Doktrin
Politik
Fasisme
sebagai suatu gerakan tidak memiliki doktrin dan cita-cita etis sebagaimana
dalam komunisme. Fasisme tidak mempunyai Das Kapital-nya Marx, blue print aksi,
teori koheren mengenai perkembangan masyarakat, ekonomi, dan politik. Maka
sebenarnya fasisme lebih sebagai gerakan reaksioner daripada doktriner
ideologis. Namun ketiadaan ideologi, dasar teoritis, dan prinsip-prinsip yang
diakui secara universal ini bukanlah dalam pengertian yang mutlak, dalam artian
tidak ada sama sekali. Hitler mewariskan pedoman yang dipercaya menuju ke alam
pemikirannya dan tercatat dalam bukunya Mein Kampf (1925-1927), sedangkan
Mussolini meninggalkan pernyataan yang moderat mengenai prinsip-prinsip fasis
yang menggambarkan fasisme model Italia dalam bukunya Doctrine of Fascism
(!932). Berikut ini adalah beberapa unsur pokok yang ditemukan dalam gagasan
fasisme pada umumnya.
a. Mitos
ras
Rasisme
adalah karakteristik yang dominan dalam fasisme. Menurut doktrin fasis, dalam
suatu negara elit lebih unggul dari kelompok massa dan karena itu dapat
memaksakan kehendaknya dengan kekerasan. Wilhelm Reich, "Teori ras adalah
poros teoritis fasisme Jerman." Mussolini menyebutkan bahwa kaum Romawi
yang memerintah Kekaisaran Roma adalah sebuah "ras unggul", dan bahwa
orang-orang Italia, sebagai keturunan mereka, juga memiliki sifat unggul ini.
Penaklukan Ethiopia didasarkan pada ide ras unggul ini, dan bahwa orang-orang
Ethiopia yang berkulit hitam ini harus tunduk kepada orang Italia, sesuai
dengan apa yang dianggap sebagai hirarki rasial alamiah. Franco mengemukakan
klaim serupa untuk Spanyol.
b. Ketidakpercayaan
kepada keampuhan nalas (Irrasionalitas)
Tradisi
rasional dunia Barat berasal dari Yunani Kuno dan merupakan unsur pokok dalam
kebudayaan dan padangan Barat, fasisme menolak tradisi ini. Dalam urusan-urusan
kemanusiaan fasisme tidak mengandalkan akal atau nalar, tetapi mengutamakan
unsur-unsur dalam diri manusia yang irrasional, sentimentil, dan tak
terkendali. Secara psikologis fasisme bersifat fanatik dan tidak mawas diri,
dogmatik dan tidak terbuka. Sehingga setiap rezim fasis memiliki
masalah-masalah yang bersifat tabu, seperti soal ras, kerajaan, atau pemimpin.
Masalh-masalah ini harus diterima sebagai keyakinan dan tidak boleh
didiskusikan secara kritis.
c. Pengingkaran
persamaan derajat kemanusiaan
Masyarakat
fasis tidak hanya menerima kenyataan mengenai ketidaksaamaan, tetapi malah
menjadikan ketidaksamaan itu sebagai idealisme. Konsep tentang persamaan
derajat manusia berpangkal pada tiga akar peradaban Barat. Pemikiran Yahudi
mengenai Tuhan menganggap bahwa karena semua orang adalah anak-anak Tuhan, maka
mereka saling bersaudara. Pemahaman Kristiani mengenai jiwa manusia yang tidak
terpisahkan dari manusia dan sifat-sifatnya yang tidak dapat binasa melahirkan
cita-cita tentang persamaan moral dasar pada setiap orang. Konsep pemikiran
Yunani-Stoika tentang keampuhan nalar meyakini pada pemikiran mengenai
ketunggalan manusia yang didasarkan pada kemampuan akal budi sebagai ikatn
paling sejati karena dimiliki oleh setiap manusia.
Fasisme
menolak tiga konsep pemikiran Yahudi-Kristiani-Yunani dan mempertentangkannya
dengan konsep ketidaksamaan martabat manusia yang diterangkan dalam wujud
antara yang super dan yang inferior. Konsep ketidaksaamaan derajat pada fasisme
didasarkan atas kekuatan, pria melebihi wanita; militer melebihi kelompok
sipil, anggota partai melebih non anggota partai; yang kuat mengatasi yang
lemah dan pemenang dalam perang akan membawahi yang kalah.
d. Moralitas
berdasarkan kebohongan dan kekerasan
Konsep
demokrasi, politik merupakan mekanisme yang berfungsi untuk menyelesaikan
konflik-konflik sosial secara damai. Dalam konsep fasis, politik diciptakan
oleh hubungan kawan dan lawan, politik berawal dan berakhir dengan kemungkinan
adanya musuh dan pemusnahan musuh secara tuntas. Kaum fasis tidak mengenal
oposan, ia hanya mengenal musuh dan satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah
memusnahkan sampai tuntas. Kamp-kamp dan
sistem kerja paksa yang digunakan oleh negara-negara fasis merupakan upaya
menghancurkan pribadi yang legal dan bermoral. Brainwashing dilakukan untuk
menyesatkan pikiran orang. Dengan melembagakan pembunuhan secara massal melalui
kamp-kamp konsentrasi dan kerja paksa, rezim totaliter menunjukkan akibat
ketidakpatuhan mereka pada penguasa. Kematian yang perlahan-laan di kamp-kamp
tersebut merupakan cara demonstratif yang efisien daripada menggunakan
cara-cara kuno seperti digantung atau ditembak.
e. Nasionalisme
dan Pemuliaan Negara
Konsep
nasionalisme fasis adalah nasionalisme fanatis yang dikenal juga dengan
nasionalisme romantik. Pondasi nasionalisme romantik didasarkan pada
“perasaan”. Ideologi yang imajinatif ini menghasilkan individu-inividu yang
terlepas dari realita, tersesat dalam kebingungannya sendiri. Romantisisme
dengan memperbudak orang-orang terhadap perasaannya membimbing mereka untuk
putus hubungan degan realita, dalam hal ini dianalogikan dengan penyakit
kejiwaan skizofrenia (penderita penyakit ini sepenuhnya terputus dari kenyataan
dan hidup dalam dunia yang diciptakan imajinasi mereka sendiri).
Nasionalisme
romantik didasarkan pada sejumlah gagasan keliru, yang menonjol diantaranya
adalah ide “darah” dan “tanah air”, yang kemudian diidolakan dan menjadi obsesi
untuk diikuti secara membabibuta. Arus pemikiran ini terkait erat dengan ras
kelompok yang dianggap suci, dan memandang pertumpahan darah sebagai perang
suci. Di bawah pengaruh nasionalisme romantik, orang-orang terprovokasi ke
dalam perang yang menumpahkan jutaan liter darah, kesengsaraan, dan air mata.
f. Pemerintahan
elit dan prinsip pemimpin
Konsep
pemimpin dalam negara fasis sangat mirip dengan konsep kepemimpinan yang
dikatakan Plato. Plato menyatakan bahwa hanya kelas “raja-raja filsuf” yang
memnuhi syarat untuk memegang pemerintahan. Konsep fasis adalah bahwa hanya ada
satu kelompok minoritas kecil penduduk yang terpandang karena asal-usul,
pendidikan, dan statusnya dalam masyarakat yang mampu memahami apa yang terbaik
untuk seluruh anggota masyarakat dan merekalah yang bisa mewujudkannya. Konsep
ini sangat berlawanana dengan konsep demokrasi, yang menyatakan bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat.
Konsep
pemerintahan elit dalam negara fasis, seringkali memperoleh dukungan rakyat.
Meskipun demikian, berbeda dari konsep demokrasi yang mendasarkan pada
kebebasan, dalam negara fasis rakyat dilepaskan dari urusan pemerintahan, tanpa
proses pemilihan yang bebas, kebebasan pers, atau oposisi yang berfungsi
leluasa. Prinsip kepemimpinan fasis mencerminkan penekanan yang irrasional
dalam politik fasis. Pemimpin selalu dianggap benar dan mendapatkan wahyu serta
kemampuan mistik. Pemimpin mewakili kepentingan umum dalam artian cara rakyat
berpikir, pemimpin dianggap mengetahui yang terbaik untuk seluruh masyarakat
(Rousseau menyebutnya “Kehendak Umum”), sementara rakyat hanya mengungkapkan
kepentingan dan hasrat individu yang tidak mesti selaras dnegan kebijakan umum.
g. Sistem
Totaliter
Totaliterisme
dalam semua bentuk hubungan mencirikan fasisme sebagai pandangan hidup, bukan
hanya sekedar sistem pemerintahan. Berbeda dengan beberapa bentuk kediktatoran
di Amerika Latin yang menerapkan prinsip otoriter hanya di bidang pemerintahan
saja. Dalam artian jika secara politik rakyat tidak menimbulkan masalah atau
kesulitan dan tidak mengganggu kekuasaan diktator dan pengikutnya, maka mereka
bebas menjalani hidupnya. Sebaliknya, dalam konsep fasisme yang bersifat
totaliter. semua bentuk hubungan masyarakat diatur oleh pemerintah dengan
menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Fasisme juga menggunakan semua bentuk
kekerasan mulai dari verbal hingga ancaman pembunuhan massal.
h. Militerisme
dan Imperialisme
Rezim
fasis mempergunakan kekuatan militer dalam setiap aksinya. Kelompok militer
menjadi semakin esensial, ketika mereka berupaya menaklukan negara-negara lain
yang dianggap berperadaban rendah, karena tidak memiliki ras yang sama dengan
mereka. Prinsip kekerasan untuk mengatasi musuh-musuh mereka, menjadi alasan
pentingnya kelompok militer ini. Sepanjang sejarah, tidak ada negara fasis yang
tidak mempergunakan militer sebagai kelompok yang elit dalam masyarakat. Namun
demikian, tercatat dalam sejarah pula bahwa kelompok militer adalah kelompok
yang seringkali mampu menggulingkan rezim-rezim otoriter dan diktator seperti
fasis.
Imperialisme
yang diusung oleh fasisme bukanlah imperialisme kuno yang mendasarkan pada
Gold, Glory, dan Gospel. Imperialisme fasis adalah imperialisme berdasarkan
pada rasialis, dimana tujuan utamanya adalah memusnahkan ras yang berbeda dari
mereka dan dianggap lebih rendah. Imperialisme ini juga terkait dengan
keinginan mewujudkan negara/kerajaan “Raya” di dunia, dimana negara fasis itulah
yang menjadi pemimpinnya.
i.
Ekonomi Fasis adalah Ekonomi Terpusat
(Negara Korporasi)
Dalam
perekonomiannya, rezim fasis menggunakan pendekatan korporatis. Fasis membagi
asosiasi modal dan tenaga kerja yang diawasi oleh negara, dan setiap asosiasi
mendapat monopoli dalam usaha dan kegiatannya. Ada dua asumsi yang mendasari
filsafat negara korporatis, pertama, seorang warga negara (kecuali sekelompok
elit penguasa) tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik, ia hanya boleh
menjalankan fungsi sosialnya. Kedua, elit penguasa dianggap memahami masalah
yang penting yang mempengaruhi seluruh anggota masyarakat, karena itu merekalah
yang memenuhi syarat untuk memegang pemerintahan. Tujuan negara korporatis
adalah menjamin kekuasaan negara dan bukan kesejahteraan individu. lebih
khusus, tujuan akhir organisasi perekonomian korporatis adalah persiapan menuju
perekonomian perang permanen, karena imperialisme yang agresif merupakan tujuan
akhir politik luar negeri fasis.
Sistem
ekonomi fasis menolak perekonomian kemakmuran bebas, entah itu kapitalis,
sosialis, atau sistem jalan tengah. Perekonomian terbagi dalam berbagai
sindikat, serikat buruh, majikan dan kelompok profesional. Setiap bidang usaha
atau industri hanya diperkenankan memiliki satu sindikat, keanggotaan bersifat
sukarela dan memberlakukan iuran wajib. Pegawai sindikat adalah pejabat-pejabat
fasis atau orang-orang yang pro-fasis. Akibatnya, serikat ini menjadi alat dari
kebijaksanaan negara, tanpa kehendak dan kebebasan sendiri. Setiap sindikat mendapat monopoli untuk
pengorganisasian bidang usahanya. Pemerintah fasis membentuk perusahaan
(coorporation) yang merupakan badan administratif dalam industri tertentu yang
dirancang untuk mempersatukan dan mengawasi sindikat buruh dan manjikan dalam
industri tersebut. Perusahaan yang merupakan instrumen penting dalam perekonomian
fasis, tidak akan menuntut otonominya karena ia hanya badan administratif
negara yang tidak berbeda dengan instrumen pemerintahan lainnya. Status
perusahaan fasis Italia adalah badan pemerintah.
j.
Mengabaikan Hukum dan Ketertiban
Internasional
Perang
merupakan konsekuensi logis dari keyakinan fasis pada ketidaksamaan martabat
manusia, kekerasan, elitisme, rasialisme, dan imperialisme. Setiap organisasi
internasional mengambil bentuk pemerintahan atas dasar konsensus yang bertolak
belakang dengan prinsip kaum fasis, yaitu pemerintahan atas dasar kekerasan dan
paksaan. Akibatnya, negara-negara fasis menarik diri dari partisipasinya dalam
organisasi internasional.
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis
berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan
sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Berdasarkan dasar teori sebelumnya
telah diketahui arti dari Ideologi dan Fasisme. Sehingga dari kedua kata
tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi Fasisme merupakan sebuah paham
politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Ada pula yang mengartikan bahwa
ideologi Fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan
memandang rendah bangsa lain. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat terlihat.
Fasisme sesungguhnya merupakan ideologi
yang di bangun menurut hukum rimba, fasisme juga bertujuan membuat individu dan
masyarakat berfikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme
menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda bahkan
melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau
bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis, Negara bukan ciptaan
rakyat merupakan ciptaan orang kuat .Bila orang kuat sudah membentuk organisasi
Negara, maka negara wajim menggembleng/memaksakan dan mengisi jiwa rakyat.
Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke 20 ia menyebar dengan pesat di
seluruh dunia pada perang dunia.
2.1
Perkembangan Fasisme
Fasisme
didirikan oleh sindikalis nasional Italia
dalam Perang Dunia I
yang menggabungkan sayap kiri dan sayap kanan pandangan politik, tapi condong
ke kanan di awal 1920-an. Para sarjana umumnya menganggap fasisme berada di
paling kanan. Fasis meninggikan kekerasan, perang, dan militerisme
sebagai memberikan perubahan positif dalam masyarakat, dalam memberikan
renovasi spiritual, pendidikan, menanamkan sebuah keinginan untuk mendominasi
dalam karakter orang, dan menciptakan persaudaraan nasional melalui dinas
militer . Fasis kekerasan melihat dan perang sebagai tindakan yang menciptakan
regenerasi semangat, nasional dan vitalitas.
Fasisme
adalah anti-komunisme,
anti-demokratis, anti-individualis, anti-liberal, anti-parlemen,
anti-konservatif, anti-borjuis dan anti-proletar, dan dalam banyak kasus
anti-kapitalis Fasisme. menolak konsep-konsep egalitarianisme, materialisme,
dan rasionalisme yang mendukung tindakan, disiplin, hirarki, semangat, dan
keinginan. Dalam ilmu ekonomi, fasis menentang liberalisme
(sebagai gerakan borjuis) dan Marxisme
(sebagai sebuah gerakan proletar) untuk menjadi eksklusif ekonomi berbasis
kelas gerakan Fasis ini. Ideologi mereka seperti yang dilakukan oleh gerakan
ekonomi trans-kelas yang mempromosikan menyelesaikan konflik kelas ekonomi
untuk mengamankan solidaritas nasional Mereka mendukung, diatur multi-kelas,
sistem ekonomi nasional yang terintegrasi.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di
Italia dengan pemimpinnya Mussolini, sementara di Jerman sebuah paham yang
dihubungkan dengan fasisime yaitu nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme tidak
menekankan pada ultra-nasionalsme saja namun juga rasialisme dan rasisme yang
sangat kuat. Pada masa Perang Dunia II, fasisme dan nazisme memberi gambaran
yang sangat mengerikan tentang kaganasan dan ketidakmanusiaan.
Istilah fasisme pertama kali muncul
pada masa Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 saat berdirinya gerakan
Fasis Italia dan selanjutnya paham kediktatoran fasisme dirubah lebih moderat.
Sementara itu, gagasan fasisme yang lebih sempit dan radikal diterapkan oleh
Adolf Hitler dengan paham nasionalis-sosialis atau Nazisme. Nazisme menganut
ideolgi campuran antara fanatisme ras dan pragmatisme (Roger Eatwell,2004:248).
Secara umum yang dianggap dan
mewakili fasisme adalah Fasisme di Italia pada jaman Mussolini dan Nazisme
Jerman , dimana ideology tersebut sebagai penyebab utama meletusnya Perang
Dunia II tahun 1939-1945. Fasisme digunakan untuk mengacu pada fasisme di
Italia, sedangkan Nazisme digunakan untuk menyebut fasisme di Jerman pada masa
Adolf Hitler. Namun pada perkembangannya kekuasaan sebuah rezim di belahan
dunia dianggap sebagai fasisme juga seperti Pemerintahan Jepang pada Perang
Dunia II,kediktatoran Spanyol pada masa Jenderal Franco (1939-1975),
Pemerintahan Peron di Argentina(1943-1955), Pemerintahan Jenderal Augusto
Pinochet di Chike (1973-1988) dan yang mutakhir rezim Sadam Husein di Irak yang
akhirnya pemerintahan Sadam Husein ditumbangkan oleh Amerika Serikat.
Paham fasisme mencuat ketika
dimulainya masa Perang Dunia II. Setidaknya perang yang muncul saat itu, terjadi
sebagai akibat perkembangan ideology fasis di Italia, Jerman dan Jepang, yang
ingin meluaskan pengaruh ekstra-nasionalisnya. Sehabis berlangsungnya Perang
Dunia II, ideologi fasisme seakan-akan berakhir, tetapi hal yang terjadi tidak
nyata demikian. Sebagai sebuah produk pemikiran, benih-benih fasisme akan terus
ada selama terdapat kondisi obyektif yang membentuknya.
Ebenstein mencatat bahwa “jika komunisme adalah pemberontakan pertama
terhadap liberalisme, maka fasisme adalah pemberontakan kedua”. Fasisme
muncul dengan pengorganisasian pemerintahan dan masyarakat secara totaliter,
kediktatoran partai tunggal yang bersifat: ultra-nasionalis, rasis, militeris
dan imperialis. Fasisme juga muncul pada masyarakat pasca-demokrasi dan
pasca-industri. Jadi, fasisme hanya muncul di negara yang memiliki pengalaman
demokrasi. Hal- hal yang penting dalam penbentukan suatu karakter negara fasis
adalah militer, birokrasi, prestise individu sang diktator dan terpenting,
dukungan massa. Semakin keras pola kepemimpinan suatu negara fasis, semakin
besar pula dukungan yang didapatnya.
Kondisi penting lainnya dalam
pertumbuhan negara fasis adalah perkembangan industrialisasi. Munculnya negara
industri, memunculkan ketegangan sosial dan ekonomi. Jika liberalisme adalah penyelesaian
ketegangan dengan jalan damai yang mengakomodasi kepentingan yang ada, maka
fasisme mengingkari perbedaan kepentingan secara paksaan. Fasisme mendapat
dukungan pembiayaan dari industriawan dan tuan tanah, karena kedua kelompok ini
mengharapkan lenyapnya gerakan serikat buruh bebas, yang dianggapnya menghambat
kemajuan proses produksi dalam industri. Sumber dukungan lain bagi rezim fasis
adalah kelas menengah, terutama pegawai negeri. Mereka melihat fasisme adalah
sebuah sarana untuk mempertahankan prestise yang ada sekaligus perlindungan
politik. Fasisme juga memerlukan dukungan dari kaum militer, sebagaimana
fasisme Jerman, Italia dan Jepang, sebagai jalan menuju militerisasi rakyat.
Meskipun fasisme bukan merupakan
akibat langsung dari depresi ekonomi, sebagaimana teori marxis, tetapi jelas
kaum fasis memanfaatkan hal itu. Banyaknya angka pengangguran akibat depresi,
melahirkan kelompok yang secara psikologis menganggap dirinya tidak berguna dan
diabaikan. Saat hal ini terjadi, maka fasisme bekerja dengan memulihkan harga
diri mereka, dengan menunjukkan bahwa mereka adalah ras unggul sehingga mereka
merasa dimiliki. Dengan modal inilah, maka fasisme juga memperoleh dukungan
dari rakyat lapisan bawah.
Dengan demikian, fasisme bekerja
pada setiap lapisan masyarakat. Fasisme memanfaatkan secara psikologis
kesamaan-kesamaan pokok yang ada seperti: frustasi, kemarahan dan perasaan tak
aman. Tak aneh, jika dalam sejarahnya rezim fasis senantiasa mendapatkan
dukungan masyarakat. Terutama hal ini jelas terjadi di Jerman.
Fasisme adalah gerakan radikal
ideologi
nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut
perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi.
Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha
mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang
ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik,
dan termasuk eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan
kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk
melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. pemerintah
Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.
Meski fasisme dianggap sebagai gaya
politik namun sebenarnya juga sebagai sebuah ideology. Fasisme dan Nazisme pada
umumnya terdapat 7 gagasan dasar, yang terdiri dari (Lymant Tower
Sargent,1986:182):
- Irrasionalisme.
Fasisme menolak penerapan dan teori ilmu pengetahuan dalam mengatasi
masalah-masalah sosial dan cenderung pada penggunaan mitos. Anggapan
dasarnya bahwa manusia bukanlah mahluk rasional. Mereka tidak perlu
bermusyawarah namun hanya dapat dipimpin dan dimanipulasi. Untuk memanipulasi
sebuah informasi perlu dengan kebencian terhadap etnis, suku bangsa
ataupun budaya bangsa lain. Tekanan pada nazisme terpusat pada mitos
tentang darah (rasisme) dan tanah (nasionalisme) serta penggunaan
kekerasan sebagai bagian dari kehidupan dalam penyelesaian masalah. Hal
ini dapat dicontohkan ketika Hitler memerintahkan membunuh bangsa Yahudi
dalam Perang Dunia II sebagai cara untuk menjaga pemurnian ras bangsa Arya
(Jerman).
- Darwinisme
Sosial. Darwinisme Sosial merupakan sebutan yang secara umum diberikan
kepada teori-teori sosial yang memandang kehidupan sebagai perjuangan
hidup lebih lama dalam spesies atau antar spesies.
- Nasinalisme.
Dalam fasisme dan nazisme, nasionalisme mengandung arti yang berbeda dalam
arti tertentu. Bangsa merupakan unit penting terhadap siapa kaum fasis
berhubungan sedangkan bagi kaum nazisme, ras merupakan masalah utama
sedangkan masalah bangsa sebagai hal kedua.
- Negara.
Negara merupakan sarana atau wadah yang digunakan untuk mempersatukan
bangsa dan kebangsaan serta ras. Bangsa atau penduduk sebagai “organisasi
hidup” untuk menggantikan negara. Konsep negara ini menekankan
kelangsungan hidup seluruh masyarakat dari generasi ke generasi.
- Prinsip
Kepemimpinan. Negara adalah mekanisme untuk menjalankan kepercayaan-kepercayaan
fasis dan berproses di atas prinsip kepemimpinan. Dalam prinsip
kepemimpinan menyatakan bahwa bawahan secara mutlak tunduk pada atasan.
Hierarki kepemimpinan bersifat tunggal dan mutlak. Dalam prakteknya nanti
dijumpai pemimpin kharismatik, yaitu pemimpin yang dapat menarik
masyarakat dengan menggunakan kekuatan kepribadiannya.
- Rasisme.
Bagian penting Sosialisme-Nasionalisme atau Nazisme adalah masalah
rasisme. Perang Dunia II di Eropa yang dimulai dari ketokohan Hitler di
Jerman mengumandangkan keunggulan ras Jerman sebagai faktor keunggulan
dibanding ras lain di dunia.
- Antikomunis.
Salah satu aspek ideology fasisme diterima dan didukung masyarakat atau
rakyat di suatu negara adalah sikapnya yang antikomunis. Fasisme tumbuh
dan hidup dengan sikap yang tegas terhadap komunis. Kaum komunispun
menyadari jika cirri fasisme antara lain antikomunis. Namun sikap fasisme
tidak hanya antikomunisme tetapi juga antirasional, anti intelektual dan
antimodern.
Faktanya, sekarang ini status
fasisme diseluruh dunia mengalami pasang surut. Gerakan yang dipelopori
Mussolini dan Hitler pada pasca Perang Dunia I sulit untuk berkembang. Gerakan
ini hanya dapat tumbuh jika terdapat kondisi dan situasi yang mendukung seperti
ketidaktentraman, ketidakpuasan dan tuntutan terhadap tata tertib atau tatanan
sosial yang ada. Meskipun demikian sampai sekarang di dunia terdapat system
atau bentuk pemerintahan yang mendapat inspirasi dari metode-metode fasisme.
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara
totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis,
militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi
Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang
saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun
1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang
totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di
negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis
merupakan produk dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri.
Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki
pengalaman demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan
semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses
sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan
oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas
bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan,
kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan
fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis
gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya.
Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus
paling populer. Kondisi penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah
pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Dalam
setiap perkembangan industri akan muncul ketegangan-ketegangan sosial dan
ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan yang berbeda dalam
masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui adanya keragaman
kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis itu akan mengatasi atau
menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis
menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu
menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai
gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh
bebas, kedua menarik kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri.
Golongan ini lebih merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat
rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di
Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan,
demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi konstitusional
di singkirkan melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh Perwira muda
dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari
namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di
Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul
sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan
Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan
tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat
sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa
lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi
yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di
seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di
Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani,
Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah
yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya
dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin
sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan
kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui
polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa
takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua
tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni,
struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga
kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh
kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat
manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Ebenstein (2006:154) mengatakan
fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang
menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan
gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih
ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat
adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang
anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah
munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan
keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak
berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis
bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran
kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda
Ebenstein (2006:154) mengatakan
fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang
menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan
gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih
ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat
adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang
anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah
munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan
keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak
berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis
bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara
campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda. Negara-negara
yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris,
Perancis, Italia dan Jerman.
2.3 Perkembangan
Fasisme Di Indonesia dan Eksistensinya Pada Zaman Sekarang
Keberadaan
Fasisme di Indonesia, Munculnya politik fasisme di negeri ini di mulai
sejak kemenangan Partai Nazi di Jerman yang memenangkan pemilu 1933. Dr.
Notonind, bekas anggota PNI (lama) asal Pekalongan adalah tokoh teras Partai
Fasis Indonesia (PFI) yang berdiri tahun 1933. Ide dasar pendirian PFI ini
memang agak unik karena tidak di dasarkan kepentingan ideologi, melainkan oleh
cita-cita pembangunan kembali kerajaan-kerajaan Jawa seperti Majapahit dan
Mataram, Sriwijaya di Sumatera, dan kerajaan-kerajaan di Kalimantan.
Gema fasisme yang melanda dunia menuai respon beragam dari kalangan pergerakan di Indonesia. Kelompok PNI Baru, PKI dan Partindo adalah kelompok yang menentang gigih fasisme. Alasan dasarnya karena fasisme adalah benteng terakhir dari kapitalisme untuk mempertahankan diri dari krisis ekonomi dan politiik. Sedangkan di luar kedua kelompok ini, Wilson menilai kaum pergerakan kebingungan dalam merespon fasisme. Kelompok PSII dan Parindra misalnya, karena percaya ramalan politik Jayabaya menganggap fasisme Jepang sebagai saudara tua yang akan membebaskan bumiputera dari belenggu kolonialisme Belanda.
Gema fasisme yang melanda dunia menuai respon beragam dari kalangan pergerakan di Indonesia. Kelompok PNI Baru, PKI dan Partindo adalah kelompok yang menentang gigih fasisme. Alasan dasarnya karena fasisme adalah benteng terakhir dari kapitalisme untuk mempertahankan diri dari krisis ekonomi dan politiik. Sedangkan di luar kedua kelompok ini, Wilson menilai kaum pergerakan kebingungan dalam merespon fasisme. Kelompok PSII dan Parindra misalnya, karena percaya ramalan politik Jayabaya menganggap fasisme Jepang sebagai saudara tua yang akan membebaskan bumiputera dari belenggu kolonialisme Belanda.
Istilah
Indonesia Raya dan Indonesia Mulia yang getol dikampanyekan oleh Parindra
misalnya, mengingatkan kita pada ide Jerman Raya milik kaum Nazi Jerman yang
mengakibatkan pembantaian jutaan orang Yahudi. Bahkan Agus Salim melihat
potensi fasisme sebagai solusi mengusir kolonial.
Tren politik fasis rupanya bukan hanya melanda kaum Bumi Putera. Kalangan Indo di Hindia-Belanda yang sedang dilanda krisis pertarungan politik dengan kalangan pergerakan bumi putra dan tekanan fasis Jepang juga merasa ingin cepat keluar dari krisis dengan harapan kadatangan dewa fasisme. Di Solo misalnya, pada tahun 1933 pernah dibentuk organisasi Anti Inlander Clud untuk melindungi kepentingan kaum Indo. Sementara kaum kaum fasisme Jepang di Hindia-Belanda yang tergabung dalam NIFO nampak paling agresif bergerak melakukan rapat-rapat akbar (vergadering). Aksi agresif NIFO ini mendapat reaksi keras dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Tren politik fasis rupanya bukan hanya melanda kaum Bumi Putera. Kalangan Indo di Hindia-Belanda yang sedang dilanda krisis pertarungan politik dengan kalangan pergerakan bumi putra dan tekanan fasis Jepang juga merasa ingin cepat keluar dari krisis dengan harapan kadatangan dewa fasisme. Di Solo misalnya, pada tahun 1933 pernah dibentuk organisasi Anti Inlander Clud untuk melindungi kepentingan kaum Indo. Sementara kaum kaum fasisme Jepang di Hindia-Belanda yang tergabung dalam NIFO nampak paling agresif bergerak melakukan rapat-rapat akbar (vergadering). Aksi agresif NIFO ini mendapat reaksi keras dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Eksistensinya
Pada Zaman Sekarang, Fasisme di zaman sekarang tidak se populer di waktu
kelahirannya di Indonesia. Benar bahwa fasisme tinggal catatan sejarah ini
terbukti dengan tidak adanya organisasi atau negara yang menganut fasisme
lagi. Namun, sebagaimana kekhawatiran Mansour Fakih (Alm) delapan tahun silam,
krisis gawat yang terus melanda negeri ini tidak mustahil menjadi bibit-bibit
persemaian fasisme. Hal ini bisa dibuktikan oleh fakta berbagai organisasi yang
gemar mobilisasi massa, arak-arakan dan gemar melakukan tindak kekerasan untuk
memaksakan kehendaknya. Hal yang mengkhawatirkan, gerakan itu muncul dalam
praktek politik keagamaan simbol keagamaan digelar. Teriakan jihad
dikumandangkan. Agama yang selama ini dikenal sebagai piranti kohesifitas
budaya berubah menjadi alat propaganda khas fasisme.
2.4 Kelebihan
dan Kekurangan suatu Negara yang Berideologi Fasisme
Keunggulan
Ideologi Fasisme antara lain:
a. Memiliki
rasa kesatuan nasional.
Sisi baik yang menonjol dari
Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan kesetiakawanan nasional.
Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis sehingga rasa serta
tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam pemerintahan diktator tidak mengalami
gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut, maka akan
dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.
b. Memiliki
tingkat pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Ideologi
fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu ketan dan mereka
menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat gunaan. Ideologi Fasisme juga
menentukan semua keinginan badan administrasi dan merangkup segala bidang
populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu hukum pemerintahan,
dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat. Dalam ekonomi pun
Ideologi ini bisa menghapuskan pemborosan dari segi produksi dan
administrasi, serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan kedisiplinan pejabat.
Didalam pemerintahan fasisme tidak terdapat celah pemogokan dan aksi- aksi
demontrasi, yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan maupun ekonomi.
c. Dapat
mengambil keputusan pemerintahan yang cepat
Ideologi Fasisme sangat mudah
dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun dalam pengambilan keputusan,
terutama keadaan darurat daripada Ideologi ini bisa dengan segera
mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat, bahkan mereka bergerak secara
langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada yang akan memberontak
padaturunnya keputusan pemerintah
d. Pemerintahan
dipegang oleh Orang yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan
ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat, maka tidak lain yang memerintah
dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang yang unggul dan dengan
mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan dan menciptakan sistem pemerintahan
yang tangkas, berdaya guna, setia.
Sedangkan kelemahan dari ideology
fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga membuat rakyat menjadi gemetar ketakutan. Diktator fasis dan
pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal,
agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang
teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang
melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fascismo
adalah istilah yang berasal dari kata Latin "fases"
(ejaan Romawi: fasces). Fases, yang terdiri dari
serumpun batang yang diikatkan di kapak, adalah simbol otoritas hakim sipil Romawi kuno.
Mereka dibawa oleh para liktor dan dapat digunakan untuk hukuman fisik dan
modal berdasarkan perintah-Nya. Kata fascismo juga terkait dengan organisasi
politik di Italia
dikenal sebagai fasci, kelompok
mirip dengan serikat kerja
atau sindikat.
Istilah fasisme pertama kali muncul
pada masa Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 saat berdirinya gerakan
Fasis Italia dan selanjutnya paham kediktatoran fasisme dirubah lebih moderat.
Sementara itu, gagasan fasisme yang lebih sempit dan radikal diterapkan oleh
Adolf Hitler dengan paham nasionalis-sosialis atau Nazisme. Nazisme menganut
ideolgi campuran antara fanatisme ras dan pragmatisme (Roger Eatwell,2004:248).
Paham fasisme mencuat ketika
dimulainya masa Perang Dunia II. Setidaknya perang yang muncul saat itu,
terjadi sebagai akibat perkembangan ideology fasis di Italia, Jerman dan
Jepang, yang ingin meluaskan pengaruh ekstra-nasionalisnya. Sehabis
berlangsungnya Perang Dunia II, ideologi fasisme seakan-akan berakhir, tetapi
hal yang terjadi tidak nyata demikian. Sebagai sebuah produk pemikiran,
benih-benih fasisme akan terus ada selama terdapat kondisi obyektif yang
membentuknya
Keunggulan
ideologi fasisme antara lain: memiliki rasa kesatuan nasional, memiliki tingkat
pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi, dapat mengambil keputusan pemerintahan
yang cepat, pemerintahan dipegang oleh orang yang ahli. Sedangkan kelemahan dari ideology
fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga membuat rakyat menjadi gemetar ketakutan. Negara-negara yang pernah
menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia dan
Jerman.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar