Kamis, 18 Desember 2014

SEJARAH INTELEKTUAL "FASISME"



FASISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd






Oleh
EVIE EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B

                                                                                                                   




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014




KATA PENGANTAR


Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “FASISME dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Sejarah Intelektual.
Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah tersebut.


Jember, November 2014



Penulis







DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................  i
Kata Pengantar ............................................................................................  ii
Daftar Isi .....................................................................................................  iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................  1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................  2
1.3 Tujuan ...................................................................................................  2
BAB 2 PEMBAHASAN ...........................................................................  3
2.1 Konsep Dasar Fasisme........................................................................... 3
2.2 Perkembangan Fasisme.......................................................................... 12
2.3 Perkembangan Fasisme di Indonesia..................................................... 19
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Fasisme...................................................... 21
BAB III PENUTUP ..................................................................................  23
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................  23
3.2 Saran .....................................................................................................  23
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................  24



BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali berkembang di Italia setelah tahun 1919 dan kemudian di berbagai negara di Eropa, sebagai reaksi atas perubahan sosial politik akibat Perang Dunia I. Nama fasisme berasal dari kata Latin ‘fasces’, artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak, yang melambangkan pemerintahan di Romawi kuno.
Istilah “fasisme” pertama kali digunakan di Italia oleh pemerintahan yang berkuasa tahun 1922-1924 pimpinan Benito Mussolini. Dan gambar tangkai-tangkai yang diikatkan pada kapak menjadi lambang partai fasis pertama. Setelah Italia, pemerintahan fasis kemudian berkuasa di Jerman dari 1933 hingga 1945, dan di Spanyol dari 1939 hingga 1975. Setelah Perang Dunia II, rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan negara-negara belum berkembang lain umumnya digambarkan sebagai fasis.
Untuk memahami falsafah fasisme, kita dapat cermati deskripsi yang ditulis Mussolini untuk Ensiklopedi Italia pada tahun 1932: Fasisme, semakin ia mempertimbangkan dan mengamati masa depan dan perkembangan kemanusiaan secara terpisah dari berbagai pertimbangan politis saat ini, semakin ia tidak mempercayai kemungkinan ataupun manfaat dari perdamaian yang abadi. Dengan begitu ia tak mengakui doktrin Pasifisme yang lahir dari penolakan atas perjuangan dan suatu tindakan pengecut di hadapan pengorbanan. Peranglah satu-satunya yang akan membawa seluruh energi manusia ke tingkatnya yang tertinggi dan membubuhkan cap kebangsawanan kepada orang-orang yang berani menghadapinya. Semua percobaan lain adalah cadangan, yang tidak akan pernah benar-benar menempatkan manusia ke dalam posisi di mana mereka harus membuat keputusan besar–pilihan antara hidup atau mati (Kaum Fasis) memahami hidup sebagai tugas dan perjuangan dan penaklukan, tetapi di atas semua untuk orang lain–mereka yang bersama dan mereka yang jauh, yang sejaman, dan mereka yang akan datang setelahnya.
Jelaslah sebagaimana ditekankan Mussolini, gagasan utama di balik fasisme adalah ide Darwinis mengenai konflik dan perang. Sebab, sebagaimana kita bahas dalam prakata, Darwinisme menegaskan bahwa “yang kuat bertahan hidup, yang lemah punah”, yang karenanya berpandangan bahwa manusia harus berada dalam perjuangan terus-menerus untuk dapat bertahan hidup. Karena dikembangkan dari gagasan ini, Fasisme membangkitkan kepercayaan bahwa suatu bangsa hanya dapat maju melalui perang, dan memandang perdamaian sebagai bagian yang memperlambat kemajuan.

1.2  Rumusan Masalah
1)      Bagaimanakah Konsep Dasar dari Fasisme?
2)      Bagaimanakah Perkembangan Fasisme?
3)      Bagaimanakah Perkembangan Fasisme di Indonesia?
4)      Apa kelebihan dan kekurangan dari suatu negara yang menganut Fasisme?

1.3  Tujuan
1)      Untuk mengetahui Konsep Dasar dari Fasisme.
2)      Untuk mengetahui dan memahami Perkembangan Fasisme.
3)      Untuk mengetahui Perkembangan Fasisme di Indonesia.
4)      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari suatu negara yang menganut Fasisme.




BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Fasisme
Fascismo adalah istilah yang berasal dari kata Latin "fases" (ejaan Romawi: fasces). Fases, yang terdiri dari serumpun batang yang diikatkan di kapak, adalah simbol otoritas hakim sipil Romawi kuno. Mereka dibawa oleh para liktor dan dapat digunakan untuk hukuman fisik dan modal berdasarkan perintah-Nya. Kata fascismo juga terkait dengan organisasi politik di Italia dikenal sebagai fasci, kelompok mirip dengan serikat kerja atau sindikat.
Fasisme berasal dari bahasa Italia Fascio yang diambil dari bahasa latin fasces yang artinya seikat batang kayu. Dalam budaya Romawi kuno, fasces ini diberikan kapak di bagian tengahnya, lalu dipergunakan sebagai simbol kekuatan dari bermacam-macam unsur yang menyatu. Fasces sering dibawa ke depan pejabat tinggi, dan diartikan sebagai simbol kekuasaan pejabat pemerintah. Menurut George Mosse, cikal bakal fasisme adalah serangan terhadap positivisme dan liberalisme pada akhir abad 19. Ernst Nolte mengusulkan fasisme didefinisikan sebagai trend politik yang berakar pada abad 19 atau pada hakekatnya adalah fenomena abad ke-20. Jika komunisme merupakan pemberontakan pertama yang bersifat revolusioner dan totaliter terhadap cara hidup Barat yang liberal, maka fasisme dianggap merupakan pemberontakan kedua.
Inti sari dari fasisme adalah pengorganisasian pemerintahan (sistem pengaturan pemerintahan) dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis, militeristis, rasialis, dan imperialis. Di Eropa, negara pertama yang menjadi fasis adalah Italia (1922), Jerman (1933), dan Spanyol (1936). Sedangkan di Asia fasisme muncul di Jepang tahun 1930-an melalui perubahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter. Sutan Sjahrir memberikan pengertian terhadap fasisme adalah faham kemasyarakatan yang mengancam harkat dan martabat kemanusiaan. Menurutnya, faham yang ada dalam masyarakat akan mengalami perkembangan menjadi gerakan yang akan melawan kekuatan demokrasi, yang mana juga seluruh kekuatannya fasis tersebut bekerja melawan kemajuan dan kebebasan manusia universal.
Konsep Dasar Faham Fasisme
1.      Fenomena Industrialisasi dan Pengalaman Berdemokrasi
Meskipun memiliki persamaan dengan komunisme yaitu menggunakan sistem totaliter dalam pemerintahannya, namun tempat munculnya fasisme sangat jauh berbeda dengan komunisme. Jika komunisme seringkali muncul di bangsa yang melarat dan terbelakang (contoh Rusia, Cina, Kuba), Fasisme seringkali muncul di negara yang lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasisme secara historis lahir setelah ada pengalaman demokrasi dan industrialisasi. Tingkat perkembangan industri menjadi pokok penting karena, pertama, aksi yang diperolehnya, teror dan propaganda fasis banyak memerlukan organisasi dan teknokrat. Kedua, sebagai sistem mobilisasi permanen untuk keperluan perang, fasisme membutuhkan dukungan industri. Dengan demikian, jika komunisme adalah sistem totaliter untuk mengindustrialisasi suatu masyarakat yang terbelakang; sedangkan fasisme adalah sistem totaliter untuk menyelesaikan konflik-konflik dalam masyarakat yang lebih maju industrinya. Menurut teori Marxis, perkembangan fasisme dapat dilihat sebagai akibat tidak langsung dari depresi ekonomi. Menurut teori komunis Marxis, pada masa depresi ketakutan dan frustasi merusak kepercayaan orang pada proses demokrasi. Kepercayaan pada metode-metode yang rasional melemah, di sinilah fasisme mulai meraih keuntungannya. Depresi yang menyebabkan banyaknya pengangguran merupakan massa mengambang yang menjadi basis empuk dari fasisme, hilangnya harga diri para pengangguran diangkat dengan sistem uniformitas (seragam, upacara, salam).
2.      Target Group
Kelompok basis pendukung fasisme ada tiga, yaitu pertama, sekelompok kecil industrialis dan tuan-tuan tanah (landowners). Konsesi yang diharapkan adalah bahwa sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, sedangkan pemerintahan fasis mendapatkan sumber-sumber ekonomis dari mereka. Kelompok ini bukanlah berorientasi pada fascist minded, mereka bergerak berdasarkan kepentingannya sendiri.
Kedua, kelas menengah bawah (lower middle class), terutama kalangan pegawai negeri (salaried group). Kelompok ini mengalami kecemburuan terhadap karyawan di perusahaan-perusahaan besar, dan takut akan penggabungannya kembali dengan kaum proletar, mereka ingin mempertahankan prestise mereka. Ketiga, Kelompok militer. Bahkan di negara demokrasi yang mapan sekalipun, personil militer cenderung meremehkan kedisiplinan dan persatuan. Kalau demokrasi melemah, penyimpangan profesi dalam tubuh militer ini akan menjadi bencana politik. Fasisme mampu mengakomodir kepentingan kelompok sosial ini. Alhasil, corak militeristis sangat menonjol dalam fasisme. Namun demikian, kelompok militer juga memainkan peranan utama dalam menyingkirkan pemeintahan yang fasis.
3.      Dasar Psikis (Nafsu Berkuasa vs Nafsu Tunduk)
Di beberapa negara fasis (Jerman dan Jepang), memiliki tradisi otoriter dalam sistem pemerintahannya dan mendominasi selama berabad-abad. Demokrasi yang bertunas di daerah tersebut belum kuat dan tidak mampu menghindarkan dirinya dai tradisi ini. Karena itu, seorang warganegara Jerman atau Jepang tidak akan menolak kecenderungan-kecenderungan fasis di negaranya dan mungkin saja mereka menganggap sesuai dengan masyarakatnya.
Analisis tradisional mengenai kediktatoran politik telah dipusatkan pada motivasi-motivasi yang mendorong para pemimpin yang bersifat diktator seperti nafsu yang menggebu-gebu untuk meraih kekuasaan dan hasrat mendominasi. Pengikut dan warganegara dari suatu kediktatoran dianggap sebagai “korban-korban” yang kebetulan terjerumus ke dalam nasib yang malang. Kediktatoran politik semakin berkembang manakala ada sikap patuh dan menerima, hasrat memasrahkan diri dan menggantungkan diri pada orang lain. Fasisme sebagai sistem totaliter mencari bentuk hubungan manusia yang seperti ini untuk menarik massa.
Gerakan-gerakan fasis menyadari betul sifat manusia yang ingin dilindungi dan ingin menyalurkan diri. Fasisme menyalurkan dua jalur dalam pemerintahannya, yaitu jalur untuk mereka yang ingin berkuasa dan jalur kedua untuk mereka yang dikuasai. Sedangkan penyelesaian untuk mengatasi kebencian dan rasa permusuhan yang laten dari rakyat, ialah dengan melawan musuh-musuh yang nyata ataupun imajiner.
4.      Doktrin Politik
Fasisme sebagai suatu gerakan tidak memiliki doktrin dan cita-cita etis sebagaimana dalam komunisme. Fasisme tidak mempunyai Das Kapital-nya Marx, blue print aksi, teori koheren mengenai perkembangan masyarakat, ekonomi, dan politik. Maka sebenarnya fasisme lebih sebagai gerakan reaksioner daripada doktriner ideologis. Namun ketiadaan ideologi, dasar teoritis, dan prinsip-prinsip yang diakui secara universal ini bukanlah dalam pengertian yang mutlak, dalam artian tidak ada sama sekali. Hitler mewariskan pedoman yang dipercaya menuju ke alam pemikirannya dan tercatat dalam bukunya Mein Kampf (1925-1927), sedangkan Mussolini meninggalkan pernyataan yang moderat mengenai prinsip-prinsip fasis yang menggambarkan fasisme model Italia dalam bukunya Doctrine of Fascism (!932). Berikut ini adalah beberapa unsur pokok yang ditemukan dalam gagasan fasisme pada umumnya.
a.       Mitos ras
Rasisme adalah karakteristik yang dominan dalam fasisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara elit lebih unggul dari kelompok massa dan karena itu dapat memaksakan kehendaknya dengan kekerasan. Wilhelm Reich, "Teori ras adalah poros teoritis fasisme Jerman." Mussolini menyebutkan bahwa kaum Romawi yang memerintah Kekaisaran Roma adalah sebuah "ras unggul", dan bahwa orang-orang Italia, sebagai keturunan mereka, juga memiliki sifat unggul ini. Penaklukan Ethiopia didasarkan pada ide ras unggul ini, dan bahwa orang-orang Ethiopia yang berkulit hitam ini harus tunduk kepada orang Italia, sesuai dengan apa yang dianggap sebagai hirarki rasial alamiah. Franco mengemukakan klaim serupa untuk Spanyol.
b.      Ketidakpercayaan kepada keampuhan nalas (Irrasionalitas)
Tradisi rasional dunia Barat berasal dari Yunani Kuno dan merupakan unsur pokok dalam kebudayaan dan padangan Barat, fasisme menolak tradisi ini. Dalam urusan-urusan kemanusiaan fasisme tidak mengandalkan akal atau nalar, tetapi mengutamakan unsur-unsur dalam diri manusia yang irrasional, sentimentil, dan tak terkendali. Secara psikologis fasisme bersifat fanatik dan tidak mawas diri, dogmatik dan tidak terbuka. Sehingga setiap rezim fasis memiliki masalah-masalah yang bersifat tabu, seperti soal ras, kerajaan, atau pemimpin. Masalh-masalah ini harus diterima sebagai keyakinan dan tidak boleh didiskusikan secara kritis.
c.       Pengingkaran persamaan derajat kemanusiaan
Masyarakat fasis tidak hanya menerima kenyataan mengenai ketidaksaamaan, tetapi malah menjadikan ketidaksamaan itu sebagai idealisme. Konsep tentang persamaan derajat manusia berpangkal pada tiga akar peradaban Barat. Pemikiran Yahudi mengenai Tuhan menganggap bahwa karena semua orang adalah anak-anak Tuhan, maka mereka saling bersaudara. Pemahaman Kristiani mengenai jiwa manusia yang tidak terpisahkan dari manusia dan sifat-sifatnya yang tidak dapat binasa melahirkan cita-cita tentang persamaan moral dasar pada setiap orang. Konsep pemikiran Yunani-Stoika tentang keampuhan nalar meyakini pada pemikiran mengenai ketunggalan manusia yang didasarkan pada kemampuan akal budi sebagai ikatn paling sejati karena dimiliki oleh setiap manusia.
Fasisme menolak tiga konsep pemikiran Yahudi-Kristiani-Yunani dan mempertentangkannya dengan konsep ketidaksamaan martabat manusia yang diterangkan dalam wujud antara yang super dan yang inferior. Konsep ketidaksaamaan derajat pada fasisme didasarkan atas kekuatan, pria melebihi wanita; militer melebihi kelompok sipil, anggota partai melebih non anggota partai; yang kuat mengatasi yang lemah dan pemenang dalam perang akan membawahi yang kalah.
d.      Moralitas berdasarkan kebohongan dan kekerasan
Konsep demokrasi, politik merupakan mekanisme yang berfungsi untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial secara damai. Dalam konsep fasis, politik diciptakan oleh hubungan kawan dan lawan, politik berawal dan berakhir dengan kemungkinan adanya musuh dan pemusnahan musuh secara tuntas. Kaum fasis tidak mengenal oposan, ia hanya mengenal musuh dan satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah memusnahkan sampai tuntas.  Kamp-kamp dan sistem kerja paksa yang digunakan oleh negara-negara fasis merupakan upaya menghancurkan pribadi yang legal dan bermoral. Brainwashing dilakukan untuk menyesatkan pikiran orang. Dengan melembagakan pembunuhan secara massal melalui kamp-kamp konsentrasi dan kerja paksa, rezim totaliter menunjukkan akibat ketidakpatuhan mereka pada penguasa. Kematian yang perlahan-laan di kamp-kamp tersebut merupakan cara demonstratif yang efisien daripada menggunakan cara-cara kuno seperti digantung atau ditembak.
e.       Nasionalisme dan Pemuliaan Negara
Konsep nasionalisme fasis adalah nasionalisme fanatis yang dikenal juga dengan nasionalisme romantik. Pondasi nasionalisme romantik didasarkan pada “perasaan”. Ideologi yang imajinatif ini menghasilkan individu-inividu yang terlepas dari realita, tersesat dalam kebingungannya sendiri. Romantisisme dengan memperbudak orang-orang terhadap perasaannya membimbing mereka untuk putus hubungan degan realita, dalam hal ini dianalogikan dengan penyakit kejiwaan skizofrenia (penderita penyakit ini sepenuhnya terputus dari kenyataan dan hidup dalam dunia yang diciptakan imajinasi mereka sendiri).
Nasionalisme romantik didasarkan pada sejumlah gagasan keliru, yang menonjol diantaranya adalah ide “darah” dan “tanah air”, yang kemudian diidolakan dan menjadi obsesi untuk diikuti secara membabibuta. Arus pemikiran ini terkait erat dengan ras kelompok yang dianggap suci, dan memandang pertumpahan darah sebagai perang suci. Di bawah pengaruh nasionalisme romantik, orang-orang terprovokasi ke dalam perang yang menumpahkan jutaan liter darah, kesengsaraan, dan air mata.
f.       Pemerintahan elit dan prinsip pemimpin
Konsep pemimpin dalam negara fasis sangat mirip dengan konsep kepemimpinan yang dikatakan Plato. Plato menyatakan bahwa hanya kelas “raja-raja filsuf” yang memnuhi syarat untuk memegang pemerintahan. Konsep fasis adalah bahwa hanya ada satu kelompok minoritas kecil penduduk yang terpandang karena asal-usul, pendidikan, dan statusnya dalam masyarakat yang mampu memahami apa yang terbaik untuk seluruh anggota masyarakat dan merekalah yang bisa mewujudkannya. Konsep ini sangat berlawanana dengan konsep demokrasi, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat.
Konsep pemerintahan elit dalam negara fasis, seringkali memperoleh dukungan rakyat. Meskipun demikian, berbeda dari konsep demokrasi yang mendasarkan pada kebebasan, dalam negara fasis rakyat dilepaskan dari urusan pemerintahan, tanpa proses pemilihan yang bebas, kebebasan pers, atau oposisi yang berfungsi leluasa. Prinsip kepemimpinan fasis mencerminkan penekanan yang irrasional dalam politik fasis. Pemimpin selalu dianggap benar dan mendapatkan wahyu serta kemampuan mistik. Pemimpin mewakili kepentingan umum dalam artian cara rakyat berpikir, pemimpin dianggap mengetahui yang terbaik untuk seluruh masyarakat (Rousseau menyebutnya “Kehendak Umum”), sementara rakyat hanya mengungkapkan kepentingan dan hasrat individu yang tidak mesti selaras dnegan kebijakan umum.
g.      Sistem Totaliter
Totaliterisme dalam semua bentuk hubungan mencirikan fasisme sebagai pandangan hidup, bukan hanya sekedar sistem pemerintahan. Berbeda dengan beberapa bentuk kediktatoran di Amerika Latin yang menerapkan prinsip otoriter hanya di bidang pemerintahan saja. Dalam artian jika secara politik rakyat tidak menimbulkan masalah atau kesulitan dan tidak mengganggu kekuasaan diktator dan pengikutnya, maka mereka bebas menjalani hidupnya. Sebaliknya, dalam konsep fasisme yang bersifat totaliter. semua bentuk hubungan masyarakat diatur oleh pemerintah dengan menggunakan kekuasaan dan kekerasan. Fasisme juga menggunakan semua bentuk kekerasan mulai dari verbal hingga ancaman pembunuhan massal.
h.      Militerisme dan Imperialisme
Rezim fasis mempergunakan kekuatan militer dalam setiap aksinya. Kelompok militer menjadi semakin esensial, ketika mereka berupaya menaklukan negara-negara lain yang dianggap berperadaban rendah, karena tidak memiliki ras yang sama dengan mereka. Prinsip kekerasan untuk mengatasi musuh-musuh mereka, menjadi alasan pentingnya kelompok militer ini. Sepanjang sejarah, tidak ada negara fasis yang tidak mempergunakan militer sebagai kelompok yang elit dalam masyarakat. Namun demikian, tercatat dalam sejarah pula bahwa kelompok militer adalah kelompok yang seringkali mampu menggulingkan rezim-rezim otoriter dan diktator seperti fasis.
Imperialisme yang diusung oleh fasisme bukanlah imperialisme kuno yang mendasarkan pada Gold, Glory, dan Gospel. Imperialisme fasis adalah imperialisme berdasarkan pada rasialis, dimana tujuan utamanya adalah memusnahkan ras yang berbeda dari mereka dan dianggap lebih rendah. Imperialisme ini juga terkait dengan keinginan mewujudkan negara/kerajaan “Raya” di dunia, dimana negara fasis itulah yang menjadi pemimpinnya.
i.        Ekonomi Fasis adalah Ekonomi Terpusat (Negara Korporasi)
Dalam perekonomiannya, rezim fasis menggunakan pendekatan korporatis. Fasis membagi asosiasi modal dan tenaga kerja yang diawasi oleh negara, dan setiap asosiasi mendapat monopoli dalam usaha dan kegiatannya. Ada dua asumsi yang mendasari filsafat negara korporatis, pertama, seorang warga negara (kecuali sekelompok elit penguasa) tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik, ia hanya boleh menjalankan fungsi sosialnya. Kedua, elit penguasa dianggap memahami masalah yang penting yang mempengaruhi seluruh anggota masyarakat, karena itu merekalah yang memenuhi syarat untuk memegang pemerintahan. Tujuan negara korporatis adalah menjamin kekuasaan negara dan bukan kesejahteraan individu. lebih khusus, tujuan akhir organisasi perekonomian korporatis adalah persiapan menuju perekonomian perang permanen, karena imperialisme yang agresif merupakan tujuan akhir politik luar negeri fasis.
Sistem ekonomi fasis menolak perekonomian kemakmuran bebas, entah itu kapitalis, sosialis, atau sistem jalan tengah. Perekonomian terbagi dalam berbagai sindikat, serikat buruh, majikan dan kelompok profesional. Setiap bidang usaha atau industri hanya diperkenankan memiliki satu sindikat, keanggotaan bersifat sukarela dan memberlakukan iuran wajib. Pegawai sindikat adalah pejabat-pejabat fasis atau orang-orang yang pro-fasis. Akibatnya, serikat ini menjadi alat dari kebijaksanaan negara, tanpa kehendak dan kebebasan sendiri.  Setiap sindikat mendapat monopoli untuk pengorganisasian bidang usahanya. Pemerintah fasis membentuk perusahaan (coorporation) yang merupakan badan administratif dalam industri tertentu yang dirancang untuk mempersatukan dan mengawasi sindikat buruh dan manjikan dalam industri tersebut. Perusahaan yang merupakan instrumen penting dalam perekonomian fasis, tidak akan menuntut otonominya karena ia hanya badan administratif negara yang tidak berbeda dengan instrumen pemerintahan lainnya. Status perusahaan fasis Italia adalah badan pemerintah.
j.        Mengabaikan Hukum dan Ketertiban Internasional
Perang merupakan konsekuensi logis dari keyakinan fasis pada ketidaksamaan martabat manusia, kekerasan, elitisme, rasialisme, dan imperialisme. Setiap organisasi internasional mengambil bentuk pemerintahan atas dasar konsensus yang bertolak belakang dengan prinsip kaum fasis, yaitu pemerintahan atas dasar kekerasan dan paksaan. Akibatnya, negara-negara fasis menarik diri dari partisipasinya dalam organisasi internasional.
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Berdasarkan dasar teori sebelumnya telah diketahui arti dari  Ideologi dan Fasisme. Sehingga dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Ada pula yang mengartikan bahwa ideologi Fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat terlihat.
Fasisme sesungguhnya merupakan ideologi yang di bangun menurut hukum rimba, fasisme juga bertujuan membuat individu dan masyarakat berfikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda bahkan melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis, Negara bukan ciptaan rakyat merupakan ciptaan orang kuat .Bila orang kuat sudah membentuk organisasi Negara, maka negara wajim menggembleng/memaksakan dan mengisi jiwa rakyat. Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke 20 ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada perang dunia.

2.1 Perkembangan Fasisme
Fasisme didirikan oleh sindikalis nasional Italia dalam Perang Dunia I yang menggabungkan sayap kiri dan sayap kanan pandangan politik, tapi condong ke kanan di awal 1920-an. Para sarjana umumnya menganggap fasisme berada di paling kanan. Fasis meninggikan kekerasan, perang, dan militerisme sebagai memberikan perubahan positif dalam masyarakat, dalam memberikan renovasi spiritual, pendidikan, menanamkan sebuah keinginan untuk mendominasi dalam karakter orang, dan menciptakan persaudaraan nasional melalui dinas militer . Fasis kekerasan melihat dan perang sebagai tindakan yang menciptakan regenerasi semangat, nasional dan vitalitas.
Fasisme adalah anti-komunisme, anti-demokratis, anti-individualis, anti-liberal, anti-parlemen, anti-konservatif, anti-borjuis dan anti-proletar, dan dalam banyak kasus anti-kapitalis Fasisme. menolak konsep-konsep egalitarianisme, materialisme, dan rasionalisme yang mendukung tindakan, disiplin, hirarki, semangat, dan keinginan. Dalam ilmu ekonomi, fasis menentang liberalisme (sebagai gerakan borjuis) dan Marxisme (sebagai sebuah gerakan proletar) untuk menjadi eksklusif ekonomi berbasis kelas gerakan Fasis ini. Ideologi mereka seperti yang dilakukan oleh gerakan ekonomi trans-kelas yang mempromosikan menyelesaikan konflik kelas ekonomi untuk mengamankan solidaritas nasional Mereka mendukung, diatur multi-kelas, sistem ekonomi nasional yang terintegrasi.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dengan pemimpinnya Mussolini, sementara di Jerman sebuah paham yang dihubungkan dengan fasisime yaitu nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme tidak menekankan pada ultra-nasionalsme saja namun juga rasialisme dan rasisme yang sangat kuat. Pada masa Perang Dunia II, fasisme dan nazisme memberi gambaran yang sangat mengerikan tentang  kaganasan dan ketidakmanusiaan.
Istilah fasisme pertama kali muncul pada masa Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 saat berdirinya gerakan Fasis Italia dan selanjutnya paham kediktatoran fasisme dirubah lebih moderat. Sementara itu, gagasan fasisme yang lebih sempit dan radikal diterapkan oleh Adolf Hitler dengan paham nasionalis-sosialis atau Nazisme. Nazisme menganut ideolgi campuran antara fanatisme ras dan pragmatisme (Roger Eatwell,2004:248).
Secara umum yang dianggap dan mewakili fasisme adalah Fasisme di Italia pada jaman Mussolini dan Nazisme Jerman , dimana ideology tersebut sebagai penyebab utama meletusnya Perang Dunia II tahun 1939-1945. Fasisme digunakan untuk mengacu pada fasisme di Italia, sedangkan Nazisme digunakan untuk menyebut fasisme di Jerman pada masa Adolf Hitler. Namun pada perkembangannya kekuasaan sebuah rezim di belahan dunia dianggap sebagai fasisme juga seperti Pemerintahan Jepang pada Perang Dunia II,kediktatoran Spanyol pada masa Jenderal Franco (1939-1975), Pemerintahan Peron di Argentina(1943-1955), Pemerintahan Jenderal Augusto Pinochet di Chike (1973-1988) dan yang mutakhir rezim Sadam Husein di Irak yang akhirnya pemerintahan Sadam Husein ditumbangkan oleh Amerika Serikat.
Paham fasisme mencuat ketika dimulainya masa Perang Dunia II. Setidaknya perang yang muncul saat itu, terjadi sebagai akibat perkembangan ideology fasis di Italia, Jerman dan Jepang, yang ingin meluaskan pengaruh ekstra-nasionalisnya. Sehabis berlangsungnya Perang Dunia II, ideologi fasisme seakan-akan berakhir, tetapi hal yang terjadi tidak nyata demikian. Sebagai sebuah produk pemikiran, benih-benih fasisme akan terus ada selama terdapat kondisi obyektif yang membentuknya.
Ebenstein mencatat bahwa “jika komunisme adalah pemberontakan pertama terhadap liberalisme, maka fasisme adalah pemberontakan kedua”. Fasisme muncul dengan pengorganisasian pemerintahan dan masyarakat secara totaliter, kediktatoran partai tunggal yang bersifat: ultra-nasionalis, rasis, militeris dan imperialis. Fasisme juga muncul pada masyarakat pasca-demokrasi dan pasca-industri. Jadi, fasisme hanya muncul di negara yang memiliki pengalaman demokrasi. Hal- hal yang penting dalam penbentukan suatu karakter negara fasis adalah militer, birokrasi, prestise individu sang diktator dan terpenting, dukungan massa. Semakin keras pola kepemimpinan suatu negara fasis, semakin besar pula dukungan yang didapatnya.
Kondisi penting lainnya dalam pertumbuhan negara fasis adalah perkembangan industrialisasi. Munculnya negara industri, memunculkan ketegangan sosial dan ekonomi. Jika liberalisme adalah penyelesaian ketegangan dengan jalan damai yang mengakomodasi kepentingan yang ada, maka fasisme mengingkari perbedaan kepentingan secara paksaan. Fasisme mendapat dukungan pembiayaan dari industriawan dan tuan tanah, karena kedua kelompok ini mengharapkan lenyapnya gerakan serikat buruh bebas, yang dianggapnya menghambat kemajuan proses produksi dalam industri. Sumber dukungan lain bagi rezim fasis adalah kelas menengah, terutama pegawai negeri. Mereka melihat fasisme adalah sebuah sarana untuk mempertahankan prestise yang ada sekaligus perlindungan politik. Fasisme juga memerlukan dukungan dari kaum militer, sebagaimana fasisme Jerman, Italia dan Jepang, sebagai jalan menuju militerisasi rakyat.
Meskipun fasisme bukan merupakan akibat langsung dari depresi ekonomi, sebagaimana teori marxis, tetapi jelas kaum fasis memanfaatkan hal itu. Banyaknya angka pengangguran akibat depresi, melahirkan kelompok yang secara psikologis menganggap dirinya tidak berguna dan diabaikan. Saat hal ini terjadi, maka fasisme bekerja dengan memulihkan harga diri mereka, dengan menunjukkan bahwa mereka adalah ras unggul sehingga mereka merasa dimiliki. Dengan modal inilah, maka fasisme juga memperoleh dukungan dari rakyat lapisan bawah.
Dengan demikian, fasisme bekerja pada setiap lapisan masyarakat. Fasisme memanfaatkan secara psikologis kesamaan-kesamaan pokok yang ada seperti: frustasi, kemarahan dan perasaan tak aman. Tak aneh, jika dalam sejarahnya rezim fasis senantiasa mendapatkan dukungan masyarakat. Terutama hal ini jelas terjadi di Jerman.
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi. Mereka menganjurkan pembentukan partai tunggal negara totaliter yang berusaha mobilisasi massa suatu bangsa dan terciptanya "manusia baru" yang ideal untuk membentuk suatu elit pemerintahan melalui indoktrinasi, pendidikan fisik, dan termasuk eugenika kebijakan keluarga. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan berperang untuk menjaga bangsa yang kuat. pemerintah Fasis melarang dan menekan oposisi terhadap negara.
Meski fasisme dianggap sebagai gaya politik namun sebenarnya juga sebagai sebuah ideology. Fasisme dan Nazisme pada umumnya terdapat 7 gagasan dasar, yang terdiri dari (Lymant Tower Sargent,1986:182):
  1. Irrasionalisme. Fasisme menolak penerapan dan teori ilmu pengetahuan dalam mengatasi masalah-masalah sosial  dan cenderung pada penggunaan mitos. Anggapan dasarnya bahwa manusia bukanlah mahluk rasional. Mereka tidak perlu bermusyawarah namun hanya dapat dipimpin dan dimanipulasi. Untuk memanipulasi sebuah informasi perlu dengan kebencian terhadap etnis, suku bangsa ataupun budaya bangsa lain. Tekanan pada nazisme terpusat pada mitos tentang darah (rasisme) dan tanah (nasionalisme) serta penggunaan kekerasan sebagai bagian dari kehidupan dalam penyelesaian masalah. Hal ini dapat dicontohkan ketika Hitler memerintahkan membunuh bangsa Yahudi dalam Perang Dunia II sebagai cara untuk menjaga pemurnian ras bangsa Arya (Jerman).
  2. Darwinisme Sosial. Darwinisme Sosial merupakan sebutan yang secara umum diberikan kepada teori-teori sosial yang memandang kehidupan sebagai perjuangan hidup lebih lama dalam spesies atau antar spesies.
  3. Nasinalisme. Dalam fasisme dan nazisme, nasionalisme mengandung arti yang berbeda dalam arti tertentu. Bangsa merupakan unit penting terhadap siapa kaum fasis berhubungan sedangkan bagi kaum nazisme, ras merupakan masalah utama sedangkan masalah bangsa sebagai hal kedua.
  4. Negara. Negara merupakan sarana atau wadah yang digunakan untuk mempersatukan bangsa dan kebangsaan serta ras. Bangsa atau penduduk sebagai “organisasi hidup” untuk menggantikan negara. Konsep negara ini menekankan kelangsungan hidup seluruh masyarakat dari generasi ke generasi.
  5. Prinsip Kepemimpinan. Negara adalah mekanisme untuk menjalankan kepercayaan-kepercayaan fasis dan berproses di atas prinsip kepemimpinan. Dalam prinsip kepemimpinan menyatakan bahwa bawahan secara mutlak tunduk pada atasan. Hierarki kepemimpinan bersifat tunggal dan mutlak. Dalam prakteknya nanti dijumpai pemimpin kharismatik, yaitu pemimpin yang dapat menarik masyarakat dengan menggunakan kekuatan kepribadiannya.
  6. Rasisme. Bagian penting Sosialisme-Nasionalisme atau Nazisme adalah masalah rasisme. Perang Dunia II di Eropa yang dimulai dari ketokohan Hitler di Jerman mengumandangkan keunggulan ras Jerman sebagai faktor keunggulan dibanding ras lain di dunia.
  7. Antikomunis. Salah satu aspek ideology fasisme diterima dan didukung masyarakat atau rakyat di suatu negara adalah sikapnya yang antikomunis. Fasisme tumbuh dan hidup dengan sikap yang tegas terhadap komunis. Kaum komunispun menyadari jika cirri fasisme antara lain antikomunis. Namun sikap fasisme tidak hanya antikomunisme tetapi juga antirasional, anti intelektual dan antimodern.
Faktanya, sekarang ini status fasisme diseluruh dunia mengalami pasang surut. Gerakan yang dipelopori Mussolini dan Hitler pada pasca Perang Dunia I sulit untuk berkembang. Gerakan ini hanya dapat tumbuh jika terdapat kondisi dan situasi yang mendukung seperti ketidaktentraman, ketidakpuasan dan tuntutan terhadap tata tertib atau tatanan sosial yang ada. Meskipun demikian sampai sekarang di dunia terdapat system atau bentuk pemerintahan yang mendapat inspirasi dari metode-metode fasisme.
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan, kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya. Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus paling populer. Kondisi penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Dalam setiap perkembangan industri akan muncul ketegangan-ketegangan sosial dan ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan yang berbeda dalam masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui adanya keragaman kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis itu akan mengatasi atau menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, kedua menarik kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Golongan ini lebih merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan, demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi konstitusional di singkirkan melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh Perwira muda dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda. Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.

2.3 Perkembangan Fasisme Di Indonesia dan Eksistensinya Pada Zaman Sekarang

Keberadaan Fasisme di Indonesia, Munculnya politik fasisme di negeri ini  di mulai sejak kemenangan Partai Nazi di Jerman yang memenangkan pemilu 1933. Dr. Notonind, bekas anggota PNI (lama) asal Pekalongan adalah tokoh teras Partai Fasis Indonesia (PFI) yang berdiri tahun 1933. Ide dasar pendirian PFI ini memang agak unik karena tidak di dasarkan kepentingan ideologi, melainkan oleh cita-cita pembangunan kembali kerajaan-kerajaan Jawa seperti Majapahit dan Mataram, Sriwijaya di Sumatera, dan kerajaan-kerajaan di Kalimantan.
Gema fasisme yang melanda dunia menuai respon beragam dari kalangan pergerakan di Indonesia. Kelompok PNI Baru, PKI dan Partindo adalah kelompok yang menentang gigih fasisme. Alasan dasarnya karena fasisme adalah benteng terakhir dari kapitalisme untuk mempertahankan diri dari krisis ekonomi dan politiik. Sedangkan di luar kedua kelompok ini, Wilson menilai kaum pergerakan kebingungan dalam merespon fasisme. Kelompok PSII dan Parindra misalnya, karena percaya ramalan politik Jayabaya menganggap fasisme Jepang sebagai saudara tua yang akan membebaskan bumiputera dari belenggu kolonialisme Belanda.
Istilah Indonesia Raya dan Indonesia Mulia yang getol dikampanyekan oleh Parindra misalnya, mengingatkan kita pada ide Jerman Raya milik kaum Nazi Jerman yang mengakibatkan pembantaian jutaan orang Yahudi. Bahkan Agus Salim melihat potensi fasisme sebagai solusi mengusir kolonial.
Tren politik fasis rupanya bukan hanya melanda kaum Bumi Putera. Kalangan Indo di Hindia-Belanda yang sedang dilanda krisis pertarungan politik dengan kalangan pergerakan bumi putra dan tekanan fasis Jepang juga merasa ingin cepat keluar dari krisis dengan harapan kadatangan dewa fasisme. Di Solo misalnya, pada tahun 1933 pernah dibentuk organisasi Anti Inlander Clud untuk melindungi kepentingan kaum Indo. Sementara kaum kaum fasisme Jepang di Hindia-Belanda yang tergabung dalam NIFO nampak paling agresif bergerak melakukan rapat-rapat akbar (vergadering). Aksi agresif NIFO ini mendapat reaksi keras dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Eksistensinya Pada Zaman Sekarang, Fasisme di zaman sekarang tidak se populer di waktu kelahirannya di Indonesia. Benar bahwa fasisme tinggal catatan sejarah ini terbukti  dengan tidak adanya organisasi atau negara yang menganut fasisme lagi. Namun, sebagaimana kekhawatiran Mansour Fakih (Alm) delapan tahun silam, krisis gawat yang terus melanda negeri ini tidak mustahil menjadi bibit-bibit persemaian fasisme. Hal ini bisa dibuktikan oleh fakta berbagai organisasi yang gemar mobilisasi massa, arak-arakan dan gemar melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Hal yang mengkhawatirkan, gerakan itu muncul dalam praktek politik keagamaan simbol keagamaan digelar. Teriakan jihad dikumandangkan. Agama yang selama ini dikenal sebagai piranti kohesifitas budaya berubah menjadi alat propaganda khas fasisme.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan suatu Negara yang Berideologi Fasisme
Keunggulan Ideologi Fasisme antara lain:
a.       Memiliki rasa kesatuan nasional.
Sisi baik yang menonjol dari Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan kesetiakawanan nasional. Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis sehingga rasa serta tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam pemerintahan diktator tidak mengalami gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut, maka akan dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.
b.      Memiliki tingkat pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Ideologi fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu ketan dan mereka  menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat gunaan. Ideologi Fasisme juga menentukan semua keinginan badan administrasi dan merangkup segala bidang populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu hukum pemerintahan, dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat. Dalam ekonomi pun Ideologi ini  bisa menghapuskan pemborosan dari segi produksi dan administrasi, serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan kedisiplinan pejabat. Didalam pemerintahan fasisme tidak terdapat celah pemogokan dan aksi- aksi demontrasi, yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan maupun ekonomi.
c.       Dapat mengambil keputusan pemerintahan yang cepat
Ideologi Fasisme  sangat mudah dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun dalam pengambilan keputusan, terutama  keadaan darurat daripada Ideologi ini  bisa dengan segera mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat, bahkan mereka bergerak secara langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada yang akan memberontak padaturunnya keputusan pemerintah
d.      Pemerintahan dipegang oleh Orang yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat, maka tidak lain yang memerintah dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang yang unggul  dan  dengan mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan dan menciptakan sistem pemerintahan  yang tangkas, berdaya guna, setia.
Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga  membuat rakyat menjadi  gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.





BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fascismo adalah istilah yang berasal dari kata Latin "fases" (ejaan Romawi: fasces). Fases, yang terdiri dari serumpun batang yang diikatkan di kapak, adalah simbol otoritas hakim sipil Romawi kuno. Mereka dibawa oleh para liktor dan dapat digunakan untuk hukuman fisik dan modal berdasarkan perintah-Nya. Kata fascismo juga terkait dengan organisasi politik di Italia dikenal sebagai fasci, kelompok mirip dengan serikat kerja atau sindikat.
Istilah fasisme pertama kali muncul pada masa Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 saat berdirinya gerakan Fasis Italia dan selanjutnya paham kediktatoran fasisme dirubah lebih moderat. Sementara itu, gagasan fasisme yang lebih sempit dan radikal diterapkan oleh Adolf Hitler dengan paham nasionalis-sosialis atau Nazisme. Nazisme menganut ideolgi campuran antara fanatisme ras dan pragmatisme (Roger Eatwell,2004:248).
Paham fasisme mencuat ketika dimulainya masa Perang Dunia II. Setidaknya perang yang muncul saat itu, terjadi sebagai akibat perkembangan ideology fasis di Italia, Jerman dan Jepang, yang ingin meluaskan pengaruh ekstra-nasionalisnya. Sehabis berlangsungnya Perang Dunia II, ideologi fasisme seakan-akan berakhir, tetapi hal yang terjadi tidak nyata demikian. Sebagai sebuah produk pemikiran, benih-benih fasisme akan terus ada selama terdapat kondisi obyektif yang membentuknya
Keunggulan ideologi fasisme antara lain: memiliki rasa kesatuan nasional, memiliki tingkat pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi, dapat mengambil keputusan pemerintahan yang cepat, pemerintahan dipegang oleh orang yang ahli. Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga  membuat rakyat menjadi  gemetar ketakutan. Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.

                                         

DAFTAR PUSTAKA








Tidak ada komentar:

Posting Komentar