MENGEMBANGKAN BERPIKIR SEJARAH (HISTORICAL THINKING) PADA PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Dosen
Pengampuh Dr. Suranto,
M.Pd
Oleh
EVIE
EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “MENGEMBANGKAN BERPIKIR SEJARAH
(HISTORICAL THINKING) PADA PESERTA DIDIK DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH” dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu
apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah sebagai
salah satu tugas matakuliah Strategi Belajar Mengajar.
Penulisan makalah ini berdasarkan
literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas
sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang
disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain
pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun
menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah tersebut.
Jember, Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................. 3
BAB 2
PEMBAHASAN ........................................................................... 4
2.1 Definisi Berpikir Sejarah (Historical Thinking)...................................... 3
2.2
Mengembangkan Berpikir Sejarah pada Peseta Didik........................... 6
2.3 Cara Berpikir Dalam Sejarah ................................................................. 10
BAB III
PENUTUP .................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13
3.2 Saran ..................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 14
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran sejarah
di tingkat pendidikan dasar dan menengah yang telah berlangsung hingga
kurikulum 1994 mengindikasikan suatu bentuk penyampaian informasi seputar
fakta-fakta seperti siapa, kapan, dan di mana. Hal tersebut menyebabkan
pembelajaran dalam mata pelajaran sejarah kurang diminati para peserta didik
pada level yang dimaksud. Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) dan Kurikulum
Standar Isi (2006) merupakan suatu perubahan paradigma yang mendasar dalam pola
pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah. Kurikulum yang sebelumnya
berbasis materi (content-base) berubah menjadi kurikulum yang berbasis
kompetensi. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran yang teacher-center berubah
menjadi student-center yang merupakan active learning process. Sebagai pembanding
dan penambah wawasan untuk kita selaku pihak yang paling berkepentingan dengan
pendidikan sejarah, kiranya suatu hal yang positif untuk mencoba memahami
perkembangan pendidikan sejarah di Amerika Serikat pada dekade akhir abad ke-20
yang lalu.
Pengembangan kurikulum merupakan proses pengembangan yang
memperlihatkan bahwa pendidikan bersifat dinamis. Antisipasi terhadap perubahan
di masyarakat adalah merupakan tugas dari pengembang kurikulum. Kurikulum yang
dikembangkan biasanya mengacu kepada model yang sudah ada sebelumnya.
Untuk mata pelajaran sejarah di Amerika Serikat, National Center
for History in Schools di University of California Los Angeles telah
berupaya memenuhi tuntutan subject
mater bidang sejarah dengan menghasilkan kurikulum standar untuk mata
pelajaran sejarah yang dikenal dengan nama National Standards for History. Dalam
hal ini, Gary B. Nash bersama Charlotte Crabtree dipercaya untuk
memimpin sebuah tim yang terdiri atas para guru sejarah dan para ahli sejarah
dari berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Pada tahun 1994 akhirnya
standar nasional sejarah pun dapat diselesaikan setelah melalui kerja keras tim
yang pada awalnya dikemukakan oleh Presiden George Bush di tahun 1989 dalam
sebuah konferensi kesejarahan tentang perlunya sebuah standar nasional mata
pelajaran sejarah bagi warga Amerika Serikat.
Tumbuh kembangnya dukungan bagi mata pelajaran sejarah yang
lebih baik, dimulai pada tingkatan-tingkatan atau pada kelas-kelas awal dari
pendidikan dasar, adalah salah satu pertanda yang membanggakan pada dekade ini.
Permasalahannya tidak sedikit, tetapi yang penting bagi masyarakat demokratis
ini adalah “Pengetahuan Sejarah adalah prakondisi bagi kecerdasan berpolitik”.
Tanpa sejarah, seseorang ataupun suatu bangsa tidak dapat mengidentifikasi dan
memecahkan segala permasalahan-permasalahan sosial, politik, atau isu-isu moral
di masyarakat, sehingga akan sulit berperan aktif dalam kehidupan bernegara
yang demokratis seperti yang dicita-citakan.
Hal yang menarik dari standar nasional sejarah ini adalah
diperkenalkannya dua konsep yang dikenal sebagai Historical Thinking dan
Historical Understanding. Kedua konsep tersebut dijabarkan ke dalam serangkaian
kemampuan standar minimal yang bersifat umum di dalam lingkup kesejarahan yang harus
dikuasai oleh siswa sekolah pada setiap tingkatan di seluruh Amerika Serikat.
Sedangkan untuk implementasinya diserahkan kepada kebebasan dan otoritas guru
selaku pengelola kelasnya masing-masing.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah
pengertian Berpikir Sejarah (Historical Thinking)?
2) Bagaimanakah
cara mengembangkan Berpikir Sejarah (Historical Thinking) pada peserta didik
dalam pembelajaran Sejarah?
3) Bagaimanakah
Cara berpikir dalam Sejarah?
1.3 Tujuan
1) Untuk
mengetahui dan memahami pengertian Berpikir Sejarah (Historical Thinking).
2) Untuk
mengetahui dan memahamicara mengembangkan Berpikir Sejarah (Historical
Thinking) pada peserta didik dalam pembeljaran Sejarah.
3) Untuk
mengetahui cara berpikir dalam sejarah.
1.3 Manfaat
Penulisan
ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai kalangan.
1. Bagi Calon guru sejarah, penulisan
ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam menentukan cara pembelajaran sejarah
dengan menerapkan Historical Thinking (berikir sejarah) kepada peserta didik.
2. Bagi pembaca, makalah ini disusun
untuk memberikan imformasi terkait bagaimana menerapkan cara berpikir sejarah
dalam suatu pembelajaran.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berpikir
Sejarah ( Historical Thinking)
Sejarah adalah ilmu tentang
asal-usul dan perkembangan masyarakat yang memiliki arti penting sebagai
pengalaman masa lampaunya, sedangkan Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses
internalisasi nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian
peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar peserta didik (Gagne dan Briggs, 1979). Mata pelajaran Sejarah bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut;
a. Mengembangkan
pemahaman tentang diri sendiri, masyarakat, dan bangsanya.
b. Mengembangkan
rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan penghargaan terhadap hasil dan prestasi
bangsa.
c. Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep waktu dan ruang dalam berfikir
kesejarahan.
d. Mengembangkan
kemampuan berpikir sejarah (historical
thinking), keterampilan sejarah (historical
skills), dan wawasan terhadap isu sejarah (historical issues), serta menerapkan kemampuan, keterampilan dan
wawasan tersebut dalam kehidupan masa kini
e. Mengembangkan
perilaku yang didasarkan pada nilai
dan moral yang mencerminkan karakter
diri, masyarakat dan bangsa.
f. Menanamkan
sikap berorientasi kepada masa kini dan masa depan.
g. Memahami dan
mampu menangani isu-isu kontroversial untuk mengkaji permasalahan yang terjadi
di lingkungan masyarakatnya.
h. Mengembangkan
pemahaman internasional dalam menelaah fenomena aktual dan global.
Siswa-siswa sekarang dari berbagai jenjang, lebih dari
sebelumnya, membutuhkan juga pengertian komprehensif mengenai Sejarah Dunia,
dan Masyarakat dari berbagai budaya dan peradaban yang telah mengembangkan
ide-idenya, institusi-institusinya, serta pandangan hidup yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh para siswa. Sehingga para siswa dapat mengapresiasi perbedaan
budaya- budaya di dunia, rasa kemanusiaan, dan permasalahan-permasalahan yang
umum dialami manusia.
Dengan demikian, para siswa dapat melihat suatu permasalahan
dari sudut pandang dan cara yang berbeda-beda, dan menyadari bahwa dengan
mempelajari sejarah bangsa lain, maka pengertian mengenai segala hal yang
menyangkut sejarah bangsa para siswa dapat diperkuat lagi. Historical Understanding mendasarkan
pada suatu studi komparatif dalam sejarah dunia yang tidak mengharuskan adanya
pembuktian atau pun pemberian ma’af atas segala tragedi yang terjadi
masyarakatnya sendiri ataupun masyarakat lainnya, ataupun juga untuk
mengingkari pentingnya pengujian kritis atas alternatif sistem-sistem nilai,
dan dampaknya dalam mendukung atau menolak dasar-dasar Hak-Hak Asasi Manusia
serta keragaman aspirasi semua orang.
Rangkaian pembelajaran ini secara langsung dan bersamaan
memberikan kontrbusinya baik bagi pendidikan masyarakat sebagai warga maupun
pendidikan individual sebagai pribadi. Memori kesejarahan merupakan kunci
menuju identitas diri, untuk melihat posisi seseorang dalam suatu alur waktu,
dan keterhubungan seseorang dengan seluruh umat manusia. Standar-standar dalam
pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan
kesempatan bagi semua siswa untuk mencapai nya. Dalam sejarah, kemampuan
standar yang harus dikuasai tersebut adalah sebagai berikut:
1. Historical Thinking Skills, kemampuan
berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak/siswa untuk membedakan masa lalu,
masa sekarang, dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan
mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah,
ilustrasi-ilustrasi, dan catatan-catatan dari masa lalu; menginterpretasikan
catatan-catatan sejarah; dan mengkonstruksinarsi sejarah menurut versi
masing-masing siswa.atau anak.
2. Historical Understanding yang
menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya,
negara bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan
berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan,
perjuangannya, prestas-prestasinya, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya
lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi,
ekonomi, dan budaya (filosofi, religi, dan estetika) yang dinilai tepat bagi
anak/siswa.
2.2 Mengembangkan Berpikir Sejarah (Historical Thinking) pada Peseta Didik
Historical Thinking Sejarah,
jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat
membuka kesempatan yang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun
apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan
terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia. Untuk itu siswa dituntut
untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekadar mendengarkan dan menyerap
secara pasif segala pengetahuan seperti fakta-fakta, nama-nama, dan
tanggal-tanggal. Secara nyata, historical understanding menuntut siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca cerita-cerita
sejarah, bernarasi, dan berliteratur secara bermakna, berfikir dalam hubungan
kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis
dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah, catatan-catatan sejarah di museum
dan situs kesejarahan, dan membangun garis waktu serta narasi masing-masing
sejarahnya.
. Tumbuh kembangnya dukungan bagi mata pelajaran sejarah yang
lebih baik, dimulai pada tingkatan-tingkatan atau pada kelas-kelas awal dari
pendidikan dasar, adalah salah satu pertanda yang membanggakan pada dekade ini.
Permasalahannya tidak sedikit, tetapi yang penting bagi masyarakat demokratis
ini adalah “Pengetahuan Sejarah adalah prakondisi bagi kecerdasan berpolitik”.
Tanpa sejarah, seseorang ataupun suatu bangsa tidak dapat mengidentifikasi dan
memecahkan segala permasalahan-permasalahan sosial, politik, atau isu-isu moral
di masyarakat, sehingga akan sulit berperan aktif dalam kehidupan bernegara
yang demokratis seperti yang dicita-citakan.
Hal yang menarik dari standar nasional sejarah ini adalah
diperkenalkannya dua konsep yang dikenal sebagai Historical Thinking dan
Historical Understanding. Kedua konsep tersebut dijabarkan ke dalam serangkaian
kemampuan standar minimal yang bersifat umum di dalam lingkup kesejarahan yang
harus dikuasai oleh siswa sekolah pada setiap tingkatan di seluruh Amerika Serikat.
Sedangkan untuk implementasinya diserahkan kepada kebebasan dan otoritas guru
selaku pengelola kelasnya masing-masing.
Menurut Bettelheim (Nash, 1996:2) mempelajari sejarah adalah “rich food for
their imagination, a sense of history, how the present situation come about”.
Sejarah akan memperluas pengalaman siswa, seperti dikatakan oleh Phenix (Nash, 1996:2)
“a sense of
personal involvement in exemplary lives and significant events, an appreciation
of values and vision of greatness”. Sejarah menghu bungkan siswa dengan
“akarnya”, dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal belonging). Agar dapat mencapai apa yang
dikemukakan oleh Bettelheim maupun Phenix maka materi sejarah yang akan
diberikan kepada siswa dikembangkan berdasarkan 2 (dua) landasan utama, yaitu:
a. Pemahaman
sejarah
Pemahaman kesejarahan didefinisikan sebagai apa yang harus
diketahui oleh siswa tentang sejarah (keluarga, masyarakat, negara, dan dunia).
Pemahaman ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan, kegagalan)
aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi, ekonomi dan
budaya, yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa. Memperkenalkan
sejarah, seperti sejarah keluarga, sejarah masyarakat, sejarah nasional, dan
berbagai sejarah budaya bangsa-bangsa di dunia, akan mengantarkan mereka pada
kehidupan, aspirasi, perjuangan, dan usaha, serta kegagalan dari kehidupan
nyata manusia yang secara kontekstual disesuaikan dengan tingkat kematangan
berpikir mereka. Sehingga jika diuraikan, maka akan kita dapatkan tiga hal
berikut ini:
1. Melalui
sejarah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang masyarakat, perbedaan dan
perubahan pola struktur keluarga, perbedaan peran laki-laki dan perempuan,
peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam berbagai kelompok yang
bervariasi, dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
2. Melalui
sejarah siswa memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pola ilmiah untuk
mencari pemahaman tentang dunia tempat manusia hidup dan melakukan sesuatu
dengan lebih baik/efisien; pemahaman tentang apa yang telah diperoleh manusia
termasuk perkembangan sain dan teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
3. Melalui
sejarah siswa mulai memahami iklim politik yang berkembang dalam masyarakat
lokal hingga kepada masyarakat dunia. Hal yang penting sebagai inti
permasalahan ini adalah memahami nilai-nilai demokrasi.
b. Keterampilan
berpikir kesejarahan
Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus
dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau, masa kini, dan masa yang
akan datang; melihat dan mengevaluasi evidensi; membandingkan dan menganalisis
antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari masa lalu;
menginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah
berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.
Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan
mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan
sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus dikondisikan
untuk aktif bertanya dan belajar (active
learning), tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta,
nama, dan angka tahun sebagai suatu kebenaran. Terdapat 5 (lima) bentuk
berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir
kesejarahan yakni:
1. Chronological Thinking (berpikir
kronologis), yaitu membangun tahap awal dari pengertian atas waktu (masa lalu,
sekarang dan masa datang), untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu atas
setiap kejadian, mengukur waktu kalender, mengintertretasikan dan menyusun
garis waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya.
2. Historical Comprehension, mencakup
kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita dan narasi sejarah dengan penuh
pengertian, untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur
kisah, dan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan
pengalaman pelaku sejarah, literatur sejarah, seni, artefak, dan
catatan-catatan sejarah dari masanya.
3. Historical Analysis and Interpretation,
mencakup kemampuan untuk membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman,
kepercayaan, motivasi, tradisi, harapan-harapan, dan ketakutan-ketakutan dari
masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya,
pada kurun waktu yang bervariasi.
4. Historical Research Capabilities,
mencakup kemampuan untuk memformulasikan pertanyaan-pertanyaan sejarah
berdasarkan dokumen-dokumen bersejarah, foto-foto, artefak, kunjungan ke situs
bersejarah, dan dari kesaksian pelaku sejarah.
5. Historical issues-analysis and Decision
Making, mencakup kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang
dikonfrontasikan masyarakat terhadap suatu literatur sejarah, komunitas lokal,
negara bagian; untuk menganalisis kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari
suatu masyarakat yang terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi
alternatif pemecahan masalah guna membangun keputusan dalam rangka
menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan berpikir kesejarahan tersebut
menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna daripada sekedar sebuah hafalan
rangkaian fakta. Kunci untuk dapat merealisasikan pembelajaran sejarah seperti
dimaksud di atas terletak pada pendidik selaku “life-curriculum” . Perubahan paradigm pembelajaran yang
berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensi merupakan suatu
keniscayaan. Penguasaan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dari para
pendidiknya sangat diperlukan untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang
bermakna (meaningful learning).
Melalui pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik
dapat berkembang menjadi individu yang dapat berperan penting sebagai individu,
sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga dunia.
2.3 Cara
Berpikir Dalam Sejarah
a. Cara
Berpikir Diakronis
Cara
berfikir kronologis diakronis dalam mempelajari sejarah Kronologi
Kronologi adalah catatan kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.
Kronologi adalah catatan kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.
Menurut Galtung, diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia
artinya melintasi atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan
waktu. Dengan demikian, diakronis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri
atau timbul secara tiba-tiba. Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang
memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas.
Konsep diakronis melihat bahwa peristiwa dalam
sejarah mengalami perkembangan dan bergerak sepanjang masa. Melalui proses
inilah, manusia dapat melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah
kehidupan masyarakatnya dari jaman ke jaman berikutnya.
Suatu peristiwa sejarah tidak bisa lepas dari peristiwa
sebelumnya dan akan mempengaruhi peristiwa yang akan datang. Sehingga, berfikir
secara diakronis haruslah dapat memberikan penjelasan secara kronologis dan
kausalita. Studi diakronis bersifat vertikal,
misalnya menyelidiki perkembangan sejarah Indonesia yang dimulai sejak adanya
prasasti di Kutai sampai kini. Adapun ciri diakronik yaitu:
1. Mengkaji
dengan berlalunya masa;
2. Menitik
beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
3. Bersifat
historis atau komparatif;
4. Bersifat
vertikal;
5. Terdapat
konsep perbandingan;
6. Cakupan
kajian lebih luas;
Sejarah
itu diakronis maksudnya memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu-ilmu sosial itu
sinkronis maksudnya melebar dalam ruang. Sejarah mementingkan proses, sejarah
akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A
sampai waktu B. Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang
waktu. Pendekatan diakronis adalah salah satu yang menganalisis
evolusi/perubahan sesuatu dari waktu ke waktu, yang memungkinkan seseorang
untuk menilai bagaimana bahwa sesuatu perubahan itu terjadi sepanjang masa.
Sejarawan akan menggunakan pendekatan ini untuk menganalisis dampak perubahan
variabel pada sesuatu, sehingga memungkinkan sejarawan untuk mendalilkan
MENGAPA keadaan tertentu lahir dari keadaan sebelumnya atau MENGAPA keadaan
tertentu berkembang / berkelanjutan.
Contoh:
a. Perkembangan
Sarekat Islam di Solo, 1911-1920
b. Terjadinya
Perang Diponegaro, 1925-1930;
c. Revolusi
Fisik di Indonesia, 1945-1949;
d. Gerakan
Zionisme 1897-1948 dan sebagainya
b. Cara
Berpikir Sinkronik
Cara
berfikir sinkronik dalam mempelajari sejarah Sedangkan ilmu sosial itu
sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang.
Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, tidak
tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang
perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis
suatu kondisi seperti itu.
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan
khronos yang berarti waktu, masa. Dengan demikian, berpikir sinkronis dalam
sejarah adalah mempelajari peristiwa yang sezaman, atau bersifat horisontal.
Misalnya mempelajari sejarah Indonesia di masa reformasi saja. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sinkronik artinya segala sesuatu yang
bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi di suatu masa yang terbatas.
Menurut Galtung pengertian sejarah secara sinkronik artinya mempelajari
pristiwa sejarah dengan berbagai aspeknya pada waktu atau kurun waktu yang
tertentu atau terbatas. Atau meneliti gejala-gejala yang meluas dalam ruang
tetapi dalam waktu yang terbatas. Kajian sinkronis sejarah mengandung
kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis
justru lebih serius dan sulit. Berdasarkan uraian di atas dapat di ambil
kesimpulan bahwa pengertian berpikir sinkronik dalam sejarah adalah
mempelajari (mengkaji) struktur (karakter) suatu peristiwa sejarah dalam
kurun waktu (masa) tertentu.
Ciri Ciri sinkronik yakni sebagai berikut :
Ciri Ciri sinkronik yakni sebagai berikut :
1. Mengkaji pada masa tertentu
2. Menitik beratkan pengkajian pada strukturnya(karakternya)
3. Bersifat horizontal
4. Tidak ada konsep perbandingan
5. Cakupan kajian lebih sempit
6. Memiliki sistematis yang tinggi
7.
Bersifat lebih
serius dan sulit
Contoh:
suatu saat mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan
ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan
fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian
arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Historical Thinking Skills, kemampuan
berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak/siswa untuk membedakan masa lalu,
masa sekarang, dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan
mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah,
ilustrasi-ilustrasi, dan catatan-catatan dari masa lalu; menginterpretasikan
catatan-catatan sejarah; dan mengkonstruksinarsi sejarah menurut versi
masing-masing siswa.atau anak.
2. Historical Understanding yang
menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya,
negara bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan
berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan,
perjuangannya, prestas-prestasinya, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya
lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi,
ekonomi, dan budaya (filosofi, religi, dan estetika) yang dinilai tepat bagi
anak/siswa.
Keterampilan berpikir kesejarahan
adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu
lampau, masa kini, dan masa yang akan datang; melihat dan mengevaluasi
evidensi; membandingkan dan menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi, dan
catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun
suatu cerita sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat
perkembangan berpikirnya. Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk
melakukan analisis dan mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan
hubungannya dengan sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka
siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning),
tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama, dan angka tahun
sebagai suatu kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, M.
1988. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: P2LPTK. Syaodih, N. 1988. Prinsip
dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yayasan Bentang Budaya Yogjakarta,2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar