MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen
Pengampuh Dr. Suranto,
M.Pd
Oleh
EVIE
EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “MENGEMBANGKAN
BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH” dapat berjalan dengan lancar tanpa
ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan
penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Strategi
Belajar Mengajar.
Penulisan makalah ini berdasarkan
literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas
sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang
disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain
pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun
menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah tersebut.
Jember, Oktober
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB 2
PEMBAHASAN ........................................................................... 3
2.1 Definisi Berpikir Kritis .......................................................................... 3
2.2 Indikator dan Karakteristik berpikir kritis ............................................ 6
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis ................................. 10
2.4 Teori-teori Pengembangan Berpikir
Kritis ............................................ 12
2.5
Mengembangkan berpikir kristis dalam pembelajaran sejarah .............. 12
2.6
Kegiatan Berpikir Kritis Dalam pembelajaran sejarah .......................... 18
BAB III
PENUTUP .................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 21
3.2 Saran ..................................................................................................... 21
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 22
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaman ini berkembang demikian cepat,
bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang
masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia
saat ini demikian kompeks. Satu peristiwa sering bertautan dengan
peristiwa lainnya, sehingga tidak ada peristiwa yang berupa a single
event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja,
misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik,
sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Karena pesatnya perkembangan, ada sebagian
orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang
sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan
untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman
ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan
menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai
zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai
kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing
beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada
pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam keadaan demikian, menjadi orang
pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan
orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri
orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah
berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang
dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh
jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis
terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang
tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel
(bahasa Jawa). Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis
menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel
adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
Persoalannya, apakah berpikir kritis dapat
dilatih? Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara
mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung
menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi
yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya
disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga
berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi
permasalahan
1.2 Rumusan
Masalah
1) Bagaimanakah Definisi dari Berpikir
Kritis
2)
Apa saja Indikator dan Karakteristik Berpikir Kritis
3)
Apa saja Faktor-faktor Yang mempengaruhi Berpikir
Kritis
4)
Bagaimana Teori-teori mengenai Pengembangan Berpikir
Kritis
5) Bagaimana
Mengembangkan berpikir kristis peserta didik dalam pembelajaran sejarah
6) Bagaimana
Kegiatan
Berpikir Kritis Dalam pembelajaran sejarah
1.3
Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami
Definisi dari Berpikir Kritis
2)
Untuk mengetahui Indikator dan Karakteristik
Berpikir Kritis
3)
Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang mempengaruhi
Berpikir Kritis
4)
Untuk mengetahui Teori-teori mengenai Pengembangan
Berpikir Kritis
5) Untuk
memahami cara Mengembangkan berpikir kristis peserta didik dalam pembelajaran
sejara
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Definisi dari Berpikir Kritis
Berpikir merupakan kegiatan memanipulasi dan
mentransformasi informasi dalam memori. Seseorang berpikir untuk membentuk
konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara
kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:8). Sedangkan berpikir kritis
adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi (Johnson,
2007:183). Setiap individu adalah seorang pemikir kritis. Langkah-langkah proses
berpikir kritis untuk membantu siswa dalam memahami suatu masalah menurut
Johnson (2007: 201) yaitu: (1) menentukan masalah, (2) menentukan hasil yang
dicari atau mampu 640
Berpikir Kritis (critical
thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making),
perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific
process), dan pemecahan masalah (problem solving). Berpikir kritis
mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh
pertimbangan dan dilakukan secara mandiri (Peter Facione, ). Proses perumusan
alasan dan pertimbangan mengenai fakta, keadaan, konsep, metode dan
kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai
proses merumuskan alasan yang tertib secara aktif dan terampil
dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasikan
(sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses
pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi
sebagai dasar dalam menentukan tindakan.
Berpikir kritis dapat muncul kapan
pun dalam peroses penilaian, keputusan, atau penyelesaian masalah secara
umum. Kapan pun seseorang berusaha untuk mengetahui apa yang perlu
dipercaya, apa yang perlu diketahui alasannya. Proses pengolahannya
melalui usaha dan reflektif seperti membaca, menulis, berbicara dan mendengar.
Semua dapat dilakukan secara kritis. Berpikir kritis sangat penting
agar dapat menggunakan potensi pikiran secara optimal sehingga menjadi
pembaca yang cermat dan penulis kreatif.
Definisi berpikir kritis cukup
bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman, Stander mempunyai rumusan
berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul (2005) berpikir kritis adalah suatu
seni berpikir yang berdampak pada intelektualitas seseorang, sehingga bagi
orang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai
kemampuan intelektualitas yang lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai
kemampuan berpikir yang rendah. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah
pengujian secara rasional terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat, prinsip,
pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Stander (1992) berpendapat bahwa
berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat
tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta
mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan
tentang adanya perspektif atau pandangan baru.
Berpikir
kritis telah diterima sebagai salah satu pendekatan tertua dan sangat terkenal
untuk kecakapan-kecakapan kecerdasan (Begg, 1987; Donald, 1985). Ryder (1986)
menguraikan pentingnya berpikir kritis di dalam aktivitas-aktivitas harian
manusia dan menyatakan bahwa hanya pribadi-pribadi yang cakap yang memiliki
kemampuan untuk terus berkembang.
Definisi
berpikir kritis telah dipresentasikan dengan berbagai cara. Beyer (1995)
menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir kritis berarti membuat
penilaian-penilaian yang masuk akal”. Beyer memandang berpikir kritis sebagai
menggunakan criteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan yang paling
sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper
berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu
(pernyataan- pernyataan, ide-ide, argument-argumen, penelitian, dan lain-lain).
Screven
dan Paul (1996) dan Angelo (1995) memandang berpikir kritis sebagai proses
disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh,
observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah
penuntun menuju kepercayaan dan aksi. Selain itu, berpikir kritis juga telah
didefinisikan sebagai “berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan berorientasi
tujuan” dan “kecakapan untuk menganalisis sesuatu informasi dan ide-ide secara
hati-hati dan logis dari berbagai macam perspektif” (Silverman dan Smith,
2002).
Beberapa
penulis percaya bahwa kecakapan yang kurang di dalam berpikir kritis secara
langsung mempengaruhi kapasitas bagi individu untuk maju dalam penerapan secara
efektif informasi yang sampai kepada mereka (glazer, 1985; Primack, 1986;
Wilson, 1988). Oleh karena itu, mereka menkasirkan bahwa Nampak penting bagi
kita untuk tidak hanya belajar berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan
berpikir kritis kepada orang lain.
Anggapan
ini sangat penting karena bagi seseorang untuk bisa berhasil di dalam bidang
apa pun, dia harus memiliki kecakapan untuk berpikir kritis. dia harus bisa
menalar secara induktif dan deduktif, seperti kapan dia melakukan kritik dan
mengkonsumsi ide-ide atau saran-saran. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis ini
biasa dikenal sebagai sebuah tujuan pendidikan yang penting dan meresap, dan
dianggap sebagai sebuah hasil yang diinginkan dari semua kegiatan manusia.
Bagi
Rudinow dan Barry (1994), berpikir kritis adalah sebuah proses yang menekankan
sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan rasional, dan memberikan
serangkaian standard an prosedur untuk menganalisis, menguji dan mengevaluasi.
Keduanya menyatakan bahwa banyak orang tidak, tidak bisa, atau tidak akan
berpikir kritis. Alasan utama untuk ketidakjelasan ini adalah bahwa orang
menjadi korban karena penghalang-penghalang berpikir tertentu. Rudinov dan
barry lebih jauh menyatakan bahwa setiap individu memiliki struktur kepercayaan
yang ke dalamnya dia telah memasukkan banyak kepercayaan. Yaitu: kebanyakan
kepercayaan atau prasangka yang akan kita duga tanpa pertimbangan sadar, dan
kepercayaan-kepercayaan ini sangatlah sulit untuk dibuang.
Steven (1991) memberikan pengertian berpikir kritis yaitu berpikir dengan
benar dalam memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliable. Berpikir kritis
adalah berpikir nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir berpikir. Dari
pengertian Steven tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat
menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses
informasi yang akurat sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya
meyakinkan, dan dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang
berpikir kritis dapat bernalar logis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Paul (2005) mengemukakan bahwa
berpikir kritis merupakan dasar untuk mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu
disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisah sehingga
untuk mempelajarinya membutuhkan suatu ketrampilan berpikir tertentu. Definisi
para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir
kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan
intelektual dan kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu
dalam kehidupan, sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan
berbeda untuk masing–masing disiplin ilmu.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir
nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah
(deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa
kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara
benar. Berpikir kritis berfokus pada
apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang
berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru.
Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenaran.
2.2 Indikator dan Karakteristik Berpikir
Kritis
Ada 13 indikator karakter berpikir
kritis yang dikembangkan Ennis (1985, dalam Costa, 1985), yaitu:
- Mencari
pertanyaan jelas dari teori dan pertanyaan.
- Mencari
alasan.
- Mencoba
menjadi yang teraktual.
- Menggunakan
sumber-sumber yang dapat dipercaya dan menyatakannya.
- Menjelaskan
keseluruhan situasi.
- Mencoba
tetap relevan dengan ide utama.
- Menjaga
ide dasar dan orisinil di dalam pikiran.
- Mencari
alternatif.
- Berpikiran
terbuka.
- Mengambil
posisi (dan mengubah posisi) ketika bukti-bukti dan alasan-alasan
memungkinkan untuk melakukannya.
- Mencari
dokumen-dokumen dengan penuh ketelitian.
- Sepakat
dalam suatu cara yang teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan
kompleks.
- Peka
terhadap perasaan, pengetahuan, dan kecerdasan orang lain.
Selain itu, masih ada 12 indikator
keterampilan berpikir kritis yang terbagi ke dalam lima kelompok besar berikut
ini.
- Memberikan
penjelasan sederhana: a) memfokuskan pertanyaan, b) menganalisis argumen,
c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.
- Membangun
keterampilan dasar: d) mempertimbangkan kredibilitas sumber, e)
mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
- Menyimpulkan:
f) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, g) menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi, h) membuat dan menentukan nilai
pertimbangan.
- Memberikan
penjelasan lebih lanjut: i) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan
definisi, j) mengidentifikasi asumsi.
- Mengatur
strategi dan taktik: k) menentukan tindakan, l) berinteraksi dengan orang
lain.
Dari 13 indikator karakter dan 12
indikator keterampilan berpikir kritis yang telah dipaparkan, hanya tiga
indikator karakter dan dua indikator keterampilan yang dikembangkan dalam
penelitian ini.
Berikut ini beberapa indikator kemampuan
berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang dikutip dari
(wahyu, 2010) seperti sebagai berikut
a.
Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
b.
Mencari alasan.
c.
Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
d.
Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
e.
Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
f.
Berusaha tetap relevan dengan ide utama
g.
Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
h.
Mencari alternatif.
i.
Bersikap dan berpikir terbuka.
j.
Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan
sesuatu.
k.
Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila
memungkinkan.
l.
Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan
bagian-bagian dari keseluruhan masalah
Setiap indikator dalam berpikir kritis
dapat dikelompokkan menjadi beberapa pokok-pokok permasalahan. Pokok
Permsalahan tersebeut antara lain adalah:
1.
Merumuskan permasalahan
Indikator kemampuan berpikir kritis yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. a adalah mampu merumuskan pokok-pokok
permasalahan.
2.
Menangkap fakta
Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. c, d, dan g adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu masalah.
3.
Memilih argument
Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. b, f, dan l adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat.
4.
Mendeteksi bias
Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. h dan j, dan k adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut
pandang yang berbeda.
5.
Menentukan akibat
Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. e dan i adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang
diambil sebagai suatu keputusan.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita
ketahui kita dapat mulai belajar melatih cara berpikir kritis kita dengan
membiasakan diri selalu memperbaiki diri karena merasa masih memiliki banyak
kekurangan, disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan
merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju
kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya
malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan
tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu
memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang
kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan
dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir
kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun
dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan
menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang
dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan Beyer
Berpikir kritis itu menurut Schafersman,
S.D. (1991) ada 16 karakteristik, yakni
(1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan pemikiran
dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3) membedakan antara
kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4) menunda
kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan, (5)
memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari akibat yang
mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat kepercayaan, (8)
melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan
apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah
dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal,
seperti matematika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat
mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13) terbiasa
menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta implikasi dari
sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara validitas
kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa pengertian
seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak inkuiri
sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang kemungkinan
bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat pribadi.
2.3 Faktor-faktor Yang mempengaruhi
Berpikir Kritis
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya:
1. Kondisi fisik: menurut
Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi
yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik
siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran
yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat
mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat
karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi: Kort (1987)
mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi
adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga
seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan
minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi
mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas
atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang
kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan
sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan,
mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan
keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan: keadaan emosional
yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya.
Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika
individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya
(internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a)
konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan
terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan
hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang
menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam
berpikir.
4. Perkembangan intelektual:
intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon
dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan
dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang
berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget
dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas
kecenderungan dalam kematangan proses.
Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah interaksi
antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan
kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya
selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam
model yang diadaptasi dari Triandis (1979, dalam Rickets dan Rudd,
2005), keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh
karakter berpikir kritis dan sejumlah faktor pendukung. Berikut merupakan skema
faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis (Triandis, 1979
dalam Rickets dan Rudd, 2005).
2.4 Teori-teori Pengembangan
Berpikir Kritis
Konstruksi
dari kebanyakan berpikir kritis didasarkan pada tiga persperktif pemikiran: 1)
filosofis, 2) psikologis, dan 3) edukatif.
1.
Perspektif Filosofis
Para
penulis seperti Ernis (1986), Henri (1991), Waston dan Glazer (1980), dan
Massimer (1990) telah memberikan pada beberapa persyaratan dari sistem-sistem
logis formal berpikir kritis. Teori mereka mempresentasikan perspektif
filosofis berpikir kritis.
2.
Proses Berpikir Kritis
Ernis,
Henri, Waston dan Glezer, Missiner mengembangkan teori berpikir mereka sebagai
sebuah proses pemecahan masalah. Toeri berpikir kritis mereka sama,
masing-masing teori tersebut melibatkan lima tahap. proses-proses tersebut
mencakup pemfokusan dan observasi pada sebuah pertanyaan atau masalah, membuat
dan mengevaluasi keputusan-keputusan atau solusi-solusi, dan akhirnya
memutuskan satu tindakan.
2.5 Mengembangkan berpikir kristis peserta didik
dalam pembelajaran sejarah
Proses berpikir kritis bermula
dari ilmu pengetahuan.
Semua dimulai dengan mengetahui
serta meningkatkan pemahaman
mengenai topik yang sedang dipikirkan. Contoh, jika kita berpikir mengenai
bagaimana cara memperbaiki mesin, kita pasti memerlukan pengetahuan
mengenai cara kerja mesin dan sumber permasalahan sehingga terjadi kerusakan.
Pada proses ini erjadi usaha meningkatkan
pemahaman. Yang terjadi dalam proses ini adalah seseorang mengerti
tentang apa yang dipikirkannya. Jika tidak memahami apa yang kita pikirkan,
maka kita sesungguhnya tidak dapat memikirkannya secara efektif.
Langkah berpikir kritis adalah
menerapkan pikiran ke dalam tindakan atau aplikasi. Jika kita tidak dapat mengaplikasikan
pemikiran dan pengetahuan pada kehidupan nyata, menerapkannya untuk hal yang bermanfaat
bagi kehidupan, maka sesungguhnya kita belum mengetahui dengan benar
mengenai pentingnya memikirkan suatu. Karena prinsip ini maka kemampuan
berpikir yang ideal adalah dikuatkan dengan kemampuan memanfatkan atau
merealisasikan pikirkan ke dalam bentuk tindakan.
Jika langkah pemikiran seperti ini
dapat dilalui, maka keterampilan lanjutan yang perlu ditingkatkan adalah
menganalisis topik pemikiran. Menganalisis berarti membagi atau memecah
informasi ke dalam kategori dan sub kategori. Memilih dan memilah
berbagai hal yang masuk ke dalam bagian yang lebih penting sehingga dapat
mengelompokan berdasarkan ciri yang sejenis, misalnya bagian penting dan kurang
penting, bagian yang kuat atau yang lemah, atau mengelompokan dengan pendekatan
yang lainnya. Langkah terakhir berpikir kritis adalah berkir sintesis.
Ini adalah langkah dalam mengorganisir, menyusun konsep, menggubah (menyusun),
dan menciptakan hal baru yang anda kembangkan dari yang sudah ada.
Semula banyak orang bersepkat bahwa
puncaknya berpikir kritis adalah evaluasi. Lihat kembali produk pikiran
akhir yang kita hasilkan.. Jika kita menyukainya, maka tuntaskan. Jika
tidak, kembali ke langkah awal dengan sasaran dan tujuan yang berbeda.
Ingatlah, jangan menyelesaikan sesuatu yang anda tidak sukai karena
akhirnya tidak akan menghasilkan pemikiran atau penerapan yang anda
sukai,. Jika suka maka lanjutkan untuk menggunakannya.
Perlu kita perhatikan bahwa sejalan
dengan semakin tingginya nilai peradaban manusia, maka kemampuan berpikir level
evaluasi ternyata tidak menjadi pemuncak, kini ditegaskan puncaknya kemampuan
berpikir terletak pada kecakapan mengubah pikiran menjadi karya yang kreatif
yang berguna untuk membangun kehidupan yang lebih baik, itulah yang disebut
dengan berpikir kreatif.
Model berpikir yang dijelasakan ini
hanya merupakan salah satu model yang menggambarkan tahap-tahap berpikir kritis
yang digunakan dalam pentahapan dalam ranah kognitif seperti yang dijelaskan
Bloom. Tentu banyak cara lain yang dapat kita pilih.
Langkah – langkah sederhana ini
telah dideskripsikan dalam beberapa tahap seperi yang dijelaskan
oleh Wolcott dan Lynch. Jika proses ini digunakan di sekolah, maka
siswa memulai mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan mengikuti
langkah-langkah pnegembangan pada setiap tahap seperti di bahwa ini, mulailah
dari langkah 1, lanjutkan pada langkah 2 dan terus mengikuti langkah
selanjutnya.
Langkah 1
|
Mengidentifikasi
masalah, informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut. Ini termasuk kesadaran akan
kemungkinan adanya lebih dari satu solusi.
|
Langkah 3
|
Mengeksplorasi
interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada. Ini termasuk mengenali
bias/prasangka yang ada, menghubungkan alasan yang terkait dengan berbagai
alternatif pandangan dan mengorganisir informasi yang ada sehingga
menghasilkan data yang berarti.
|
Langkah 3
|
Menentukan
prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan. Ini termasuk proses menganalisis
dengan cermat dalam mengembangkan panduan yang dipakai untuk menentukan
faktor, dan mempertahankan solusi yang terpilih.
|
Langkah 4
|
Mengintegrasikan,
memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang masalah. Ini termasuk mengetahui
pembatasan dari solusi yang terpilih dan mengembangkan sebuah proses
berkelanjutan untuk membangkitkan dan menggunakan informasi baru.
|
Contoh
Berpikir Kritis
Tentukan masalah yang mungkin
dihadapi siswa baikyang secara langsung dengan bahan pelajaran atau tugas
yang terkait dengan kondisi atau situasi pribadi. Koran atau
sumber informasi dari internet merupakan salah satu sumber masalah
yang ada di kehidupan nyata yang sangat beragam. Pilih objek yang
dapat siswa lihat relevansi atau keterkaitannya.
Sembilan tips mengembangkan kompetensi berpikir
kritis:
1.
Berpikiran terbuka terhadap ide-ide baru.
2.
Mengetahui bahwa setiap orang bisa memiliki pandangan
yang berbeda.
3.
Memisahkan berpikir dengan perasaan dan berpikir logis.
4.
Menanyakan hal-hal yang anda anggap tidak masuk akal.
5.
Menghindari kesalahan umum dalam pemberian alasan yang anda
buat.
6.
Jangan berargumen tentang sesuatu yang anda tidak
mengerti.
7.
Kembangkanlah kosakata yang tepat untuk penyampaian dan
pengertian ide yang lebih baik
8.
Mengetahui ketika anda memerlukan informasi lebih
lanjut.
9.
Mengetahui perbedaan antara kesimpulan yang dapat dan
harus benar.
Kember
(1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis
menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan
penilaian keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir
kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah
merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor
yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir adalah
pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap
peningkatan keterampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan
yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta
program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara
umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah
satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran
berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat
dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk
membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara
langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses
perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui
pembelajaran lainnya.
Setelah
terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan.
Latihan pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan
menemukan sebab-akibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah.
Latihan pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan
melalui fakta (kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya
perubahan (when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan
kedua, peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap
fakta (kejadian) dengan memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)?
Terakhir, peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan,
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)?
Demikian selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa
sejarah latihan berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti
yang dimuat dalam kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu, Kerajaan Samudera
Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297 – 1326 M? apa penyebabnya?
Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan?
kapan terjadinya?
Strategi
tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, yaitu:
1.
Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2.
Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam,
mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar
untuk menghapal.
Pertanyaan
diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang
akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah
disusun oleh pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan
pengalaman bagi siswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk
membangun konsep sendiri. Salah satu karakter seorang yang berpikir kritis
adalahself regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan
dengan strategi lain agar siswa dapat menentukan informasi secara mandiri.
Sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari
jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat
dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber
belajar.
Pembelajaran
kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai
strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990;
Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat
kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa
lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Strategi
pengajaran yang mendorong siswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan materi
pelajaran sejarah dapat menggunakan berbagai strategi pengajaran yang
menggunakan pendekatan di bawah ini:
a)
Pembelajaran Aktif
b)
Pembelajaran Kolaboratif
c)
Pembelajaran Kontekstual
d)
Menggunakan pendekatan higher order
thinking
e)
Self directed learning
Kombinasi
dari berbagai strategi di lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai
aspek dari komponen berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi
dari berbagai strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL).
Para pendidik perlu mengembangkan strategi pengajaran tersebut dalam pengajaran
agar siswa dapat belajar materi pembelajaran sejarah melalui proses berpikir
kritis. Dengan demikian siswa dapat memberi makna yang lebih dalam (bukan
sekedar mendapat materi yang dalam) dari materi yang dipelajari.
Berpikir
kritis dalam proses pembelajaran sejarah ini dapat terlaksana jika seluruh
fakta-fakta mengenai peristiwa sejarah tersebut dapat ditemukan, dengan cara
guru dan siswa memiliki sumber dan bahan materi yang lengkap.
2.6 Kegiatan Berpikir Kritis Dalam
pembelajaran sejarah
Kegiatan
berpikir kritis terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah,
menyimpulkan dan mengevaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Merumuskan: memberikan batasan
dari objek yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran sejarah kegiatan
merumuskan ini digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari materi yang
dipelajari, karena fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah. Menurut
Mestika Zed (2003:51) fakta adalah “tulang punggung” bangunan pengetahuan
sejarah. Dapat dicontohkan dengan; “Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka
pada tahun 1513 M”.Pernyataan atau kalimat tersebut memang telah terjadi
penyerangan Adipati Unus ke Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1513
M atau adanya usaha Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada tahun 1513 M.
2. Menganalisis: proses menelaah,
mengupas, ulasan, atau menguraikan ke dalam bagian-bagian yang lebih
terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang dikemukakan dalam
menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis adalah
sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
3. Memecahkan Masalah: proses
berpikir yang mengaplikasikan konsep kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya
adalah agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsep-konsep digunakan
dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.
4. Menyimpulkan: proses berpikir
yang memperdaya pengetahuan sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran
atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed (2003:3) penarikan kesimpulan
tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat umum yang
disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep
dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang tidak harus
terikat dengan waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah: Keruntuhan
Kerajaan Majapahit adalah alasan-alasan yang serupa yang telah menghancurkan
kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena lemahnya kepemimpinan raja dan
perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.
5. Mengevaluasi: proses penilaian
objek yang diamati. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, dan negatif
atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang
mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dalam taksonomi
belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang tinggi. Pada
tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya
dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pendekatan
belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam
berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah
positif. Jadi perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang
harus difasilitasi dan dievaluasi pada diri siswa sepanjang waktu mereka
menempuh pendidikan termasuk kemampuan berpikir kritis.
Salah
satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah keterampilan
intelektual. Keterampilan intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang
mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan
dapat dimasukkan sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang
akan dicapai pada pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi
untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi
pertimbangan dalam menentukan proses pengajaran.
Bloom
mengelompokkan keterampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai
yang kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Keterampilan menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan keterampilan pada tingkat yang
lebih tinggi (Higher Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang
diperoleh dari hasil lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990)
tentang komponen keterampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis
antara lain interpretation, analysis, evaluation, inference,
explanation, dan self regulation (Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing
komponen tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh
para pendidik tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh
siswa pada tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program
pendidikan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir merupakan kegiatan memanipulasi dan
mentransformasi informasi dalam memori. Seseorang berpikir untuk membentuk
konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara
kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:8). Sedangkan berpikir kritis
adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi (Johnson,
2007:183). Setiap individu adalah seorang pemikir kritis. Langkah-langkah
proses berpikir kritis untuk membantu siswa dalam memahami suatu masalah
menurut Johnson (2007: 201) yaitu: (1) menentukan masalah, (2) menentukan hasil
yang dicari atau mampu 640
Berpikir Kritis (critical
thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making),
perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific
process), dan pemecahan masalah (problem solving). Berpikir kritis
mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh
pertimbangan dan dilakukan secara mandiri (Peter Facione, ). Proses perumusan
alasan dan pertimbangan mengenai fakta, keadaan, konsep, metode dan
kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai
proses merumuskan alasan yang tertib secara aktif dan terampil
dari menyusun konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mengintegrasikan
(sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses
pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi
sebagai dasar dalam menentukan tindakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudaryanto, Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan
Berpikir Kritis Selasa, 26 Agustus 2008 12:50.
http://www.pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar