Kamis, 18 Desember 2014

MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

 







MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd






Oleh
EVIE EKA YULIATI (120210302105)
Kelas B

                                                                                                                   



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH” dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Strategi Belajar Mengajar.
Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya.
Penyusun juga menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah tersebut.


Jember, Oktober 2014



Penulis





DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................  i
Kata Pengantar ............................................................................................  ii
Daftar Isi .....................................................................................................  iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................  1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................  2
1.3 Tujuan ...................................................................................................  2
BAB 2 PEMBAHASAN ...........................................................................  3
2.1 Definisi Berpikir Kritis ..........................................................................  3
2.2 Indikator dan Karakteristik berpikir kritis ............................................  6
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis .................................  10
2.4 Teori-teori Pengembangan Berpikir Kritis ............................................  12
2.5 Mengembangkan berpikir kristis dalam pembelajaran sejarah ..............  12
2.6 Kegiatan Berpikir Kritis Dalam pembelajaran sejarah ..........................  18
BAB III PENUTUP ..................................................................................  21
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................  21
3.2 Saran .....................................................................................................  21
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................  22



BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Zaman ini berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks.  Satu peristiwa sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga  tidak ada peristiwa yang berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Karena pesatnya perkembangan, ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam keadaan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres. Karena seringnya bertanya atas hal-hal yang tidak normal, bagi sebagian orang kritis disebut sebagai orang rewel (bahasa Jawa). Sikap kritis tidak sama dengan rewel. Jika sikap kritis menanyakan hal-hal yang tidak normal dan bermaksud memperbaikinya, maka rewel adalah asal bertanya dan ada unsur ‘mengganggu’.
Persoalannya, apakah berpikir kritis dapat dilatih? Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu,  berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan

1.2 Rumusan Masalah
1)      Bagaimanakah Definisi dari Berpikir Kritis
2)      Apa saja Indikator dan Karakteristik Berpikir Kritis
3)      Apa saja Faktor-faktor Yang mempengaruhi Berpikir Kritis
4)      Bagaimana Teori-teori mengenai Pengembangan Berpikir Kritis
5)      Bagaimana Mengembangkan berpikir kristis peserta didik dalam pembelajaran sejarah
6)      Bagaimana Kegiatan Berpikir Kritis Dalam pembelajaran sejarah

1.3 Tujuan
1)      Untuk mengetahui dan memahami Definisi dari Berpikir Kritis
2)      Untuk mengetahui Indikator dan Karakteristik Berpikir Kritis
3)      Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang mempengaruhi Berpikir Kritis
4)      Untuk mengetahui Teori-teori mengenai Pengembangan Berpikir Kritis
5)      Untuk memahami cara Mengembangkan berpikir kristis peserta didik dalam pembelajaran sejara

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi dari Berpikir Kritis
Berpikir merupakan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Seseorang berpikir untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:8). Sedangkan berpikir kritis adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi (Johnson, 2007:183). Setiap individu adalah seorang pemikir kritis. Langkah-langkah proses berpikir kritis untuk membantu siswa dalam memahami suatu masalah menurut Johnson (2007: 201) yaitu: (1) menentukan masalah, (2) menentukan hasil yang dicari atau mampu 640
Berpikir Kritis (critical thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving). Berpikir kritis mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri (Peter Facione, ). Proses perumusan alasan dan pertimbangan mengenai  fakta, keadaan, konsep, metode dan kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses merumuskan  alasan yang tertib secara aktif dan terampil dari menyusun konsep, mengaplikasikan,  menganalisis, mengintegrasikan (sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi sebagai dasar dalam menentukan tindakan.
Berpikir kritis dapat muncul kapan pun dalam  peroses penilaian, keputusan, atau penyelesaian masalah secara umum. Kapan pun seseorang  berusaha untuk mengetahui apa yang perlu dipercaya, apa yang perlu diketahui alasannya. Proses  pengolahannya melalui usaha dan reflektif seperti membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Semua dapat dilakukan  secara kritis. Berpikir kritis  sangat penting agar dapat menggunakan potensi pikiran secara optimal sehingga  menjadi pembaca yang cermat dan penulis kreatif.
Definisi berpikir kritis cukup bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman, Stander mempunyai rumusan berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul (2005) berpikir kritis adalah suatu seni berpikir yang berdampak pada intelektualitas seseorang, sehingga bagi orang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai kemampuan intelektualitas yang lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan berpikir yang rendah. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Stander (1992) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau pandangan baru.
Berpikir kritis telah diterima sebagai salah satu pendekatan tertua dan sangat terkenal untuk kecakapan-kecakapan kecerdasan (Begg, 1987; Donald, 1985). Ryder (1986) menguraikan pentingnya berpikir kritis di dalam aktivitas-aktivitas harian manusia dan menyatakan bahwa hanya pribadi-pribadi yang cakap yang memiliki kemampuan untuk terus berkembang.
Definisi berpikir kritis telah dipresentasikan dengan berbagai cara. Beyer (1995) menawarkan definisi yang paling sederhana: “Berpikir kritis berarti membuat penilaian-penilaian yang masuk akal”. Beyer memandang berpikir kritis sebagai menggunakan criteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari sampai konklusi dari sebuah paper berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan- pernyataan, ide-ide, argument-argumen, penelitian, dan lain-lain).
Screven dan Paul (1996) dan Angelo (1995) memandang berpikir kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun menuju kepercayaan dan aksi. Selain itu, berpikir kritis juga telah didefinisikan sebagai “berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan berorientasi tujuan” dan “kecakapan untuk menganalisis sesuatu informasi dan ide-ide secara hati-hati dan logis dari berbagai macam perspektif” (Silverman dan Smith, 2002).
Beberapa penulis percaya bahwa kecakapan yang kurang di dalam berpikir kritis secara langsung mempengaruhi kapasitas bagi individu untuk maju dalam penerapan secara efektif informasi yang sampai kepada mereka (glazer, 1985; Primack, 1986; Wilson, 1988). Oleh karena itu, mereka menkasirkan bahwa Nampak penting bagi kita untuk tidak hanya belajar berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan berpikir kritis kepada orang lain.
Anggapan ini sangat penting karena bagi seseorang untuk bisa berhasil di dalam bidang apa pun, dia harus memiliki kecakapan untuk berpikir kritis. dia harus bisa menalar secara induktif dan deduktif, seperti kapan dia melakukan kritik dan mengkonsumsi ide-ide atau saran-saran. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis ini biasa dikenal sebagai sebuah tujuan pendidikan yang penting dan meresap, dan dianggap sebagai sebuah hasil yang diinginkan dari semua kegiatan manusia.
Bagi Rudinow dan Barry (1994), berpikir kritis adalah sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis dan rasional, dan memberikan serangkaian standard an prosedur untuk menganalisis, menguji dan mengevaluasi. Keduanya menyatakan bahwa banyak orang tidak, tidak bisa, atau tidak akan berpikir kritis. Alasan utama untuk ketidakjelasan ini adalah bahwa orang menjadi korban karena penghalang-penghalang berpikir tertentu. Rudinov dan barry lebih jauh menyatakan bahwa setiap individu memiliki struktur kepercayaan yang ke dalamnya dia telah memasukkan banyak kepercayaan. Yaitu: kebanyakan kepercayaan atau prasangka yang akan kita duga tanpa pertimbangan sadar, dan kepercayaan-kepercayaan ini sangatlah sulit untuk dibuang.
Steven (1991) memberikan pengertian berpikir kritis yaitu berpikir dengan benar dalam memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliable. Berpikir kritis adalah berpikir nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir berpikir. Dari pengertian Steven tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses informasi yang akurat sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya meyakinkan, dan dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang berpikir kritis dapat bernalar logis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Paul (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan dasar untuk mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisah sehingga untuk mempelajarinya membutuhkan suatu ketrampilan berpikir tertentu. Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara umum berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–masing disiplin ilmu.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) dan diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar. Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran.

2.2 Indikator dan Karakteristik Berpikir Kritis
Ada 13 indikator karakter berpikir kritis yang dikembangkan Ennis (1985, dalam Costa, 1985), yaitu:
  1. Mencari pertanyaan  jelas dari teori dan pertanyaan.
  2. Mencari alasan.
  3. Mencoba menjadi yang teraktual.
  4. Menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya dan menyatakannya.
  5. Menjelaskan keseluruhan situasi.
  6. Mencoba tetap relevan dengan ide utama.
  7. Menjaga ide dasar dan orisinil di dalam pikiran.
  8. Mencari alternatif.
  9. Berpikiran terbuka.
  10. Mengambil posisi (dan mengubah posisi) ketika bukti-bukti dan alasan-alasan memungkinkan untuk melakukannya.
  11. Mencari dokumen-dokumen dengan penuh ketelitian.
  12. Sepakat dalam suatu cara yang teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan kompleks.
  13. Peka terhadap perasaan, pengetahuan, dan kecerdasan orang lain.
Selain itu, masih ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang terbagi ke dalam lima kelompok besar berikut ini.
  1. Memberikan penjelasan sederhana: a) memfokuskan pertanyaan, b) menganalisis argumen, c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.
  2. Membangun keterampilan dasar: d) mempertimbangkan kredibilitas sumber, e) mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
  3. Menyimpulkan: f) mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, g) menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,  h) membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
  4. Memberikan penjelasan lebih lanjut: i) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, j) mengidentifikasi asumsi.
  5. Mengatur strategi dan taktik: k) menentukan tindakan, l) berinteraksi dengan orang lain.
Dari 13 indikator karakter dan 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang telah dipaparkan, hanya tiga indikator karakter dan dua indikator keterampilan yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Berikut ini beberapa indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang dikutip dari (wahyu, 2010) seperti sebagai berikut
a.       Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
b.      Mencari alasan.
c.       Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
d.      Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
e.       Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
f.       Berusaha tetap relevan dengan ide utama
g.      Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
h.      Mencari alternatif.
i.        Bersikap dan berpikir terbuka.
j.        Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
k.      Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
l.        Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah
Setiap indikator dalam berpikir kritis dapat dikelompokkan menjadi beberapa pokok-pokok permasalahan. Pokok Permsalahan tersebeut antara lain adalah:
1.      Merumuskan permasalahan
Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. a adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan.
2.      Menangkap fakta
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. c, d, dan g adalah mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
3.      Memilih argument
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. b, f, dan l adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat.
4.      Mendeteksi bias
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. h dan j, dan k adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda.
5.      Menentukan akibat
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. e dan i adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui kita dapat mulai belajar melatih cara berpikir kritis kita dengan membiasakan diri selalu memperbaiki diri karena merasa masih memiliki banyak kekurangan, disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan. Sebaliknya, jika seseorang telah merasa sudah pintar dan akhirnya malas belajar sehingga tidak mau memperbaiki diri, saat itu pula dia akan tertinggal jauh dari orang lain dan tertelan oleh perubahan zaman.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan Beyer
Berpikir kritis itu menurut Schafersman, S.D. (1991)  ada 16 karakteristik, yakni (1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3) membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan, (5) memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari akibat yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat kepercayaan, (8) melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal, seperti mate­matika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13) terbiasa menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta implikasi dari sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara validitas kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa pengertian seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak inkuiri sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang kemungkinan bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat pribadi.

2.3 Faktor-faktor Yang mempengaruhi Berpikir Kritis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya:
1. Kondisi fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.
Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam model yang diadaptasi dari Triandis (1979, dalam Rickets dan Rudd, 2005), keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh karakter berpikir kritis dan sejumlah faktor pendukung. Berikut merupakan skema faktor-faktor  yang mempengaruhi keterampilan berpikir kritis (Triandis, 1979 dalam Rickets dan Rudd, 2005).
Berpikir Kritis-1

2.4 Teori-teori Pengembangan Berpikir Kritis
Konstruksi dari kebanyakan berpikir kritis didasarkan pada tiga persperktif pemikiran: 1) filosofis, 2) psikologis, dan 3) edukatif.
1.      Perspektif Filosofis
Para penulis seperti Ernis (1986), Henri (1991), Waston dan Glazer (1980), dan Massimer (1990) telah memberikan pada beberapa persyaratan dari sistem-sistem logis formal berpikir kritis. Teori mereka mempresentasikan perspektif filosofis berpikir kritis.
2.      Proses Berpikir Kritis
Ernis, Henri, Waston dan Glezer, Missiner mengembangkan teori berpikir mereka sebagai sebuah proses pemecahan masalah. Toeri berpikir kritis mereka sama, masing-masing teori tersebut melibatkan lima tahap. proses-proses tersebut mencakup pemfokusan dan observasi pada sebuah pertanyaan atau masalah, membuat dan mengevaluasi keputusan-keputusan atau solusi-solusi, dan akhirnya memutuskan satu tindakan.

2.5 Mengembangkan berpikir kristis peserta didik dalam pembelajaran sejarah
Proses berpikir kritis  bermula dari ilmu  pengetahuan. Semua dimulai dengan mengetahui serta meningkatkan pemahaman mengenai topik yang sedang dipikirkan. Contoh, jika kita berpikir mengenai bagaimana cara memperbaiki mesin, kita pasti memerlukan pengetahuan  mengenai cara kerja mesin dan sumber permasalahan sehingga terjadi kerusakan. Pada proses ini erjadi usaha  meningkatkan pemahaman. Yang terjadi dalam proses ini adalah  seseorang mengerti tentang apa yang dipikirkannya. Jika tidak memahami apa yang kita pikirkan, maka kita sesungguhnya tidak dapat memikirkannya secara efektif.
Langkah berpikir kritis adalah menerapkan pikiran ke dalam tindakan atau  aplikasi. Jika kita  tidak dapat mengaplikasikan pemikiran dan pengetahuan pada kehidupan nyata, menerapkannya untuk hal yang bermanfaat bagi kehidupan,  maka sesungguhnya kita belum mengetahui dengan benar mengenai  pentingnya memikirkan suatu. Karena prinsip ini maka kemampuan berpikir yang ideal adalah dikuatkan dengan kemampuan memanfatkan atau merealisasikan  pikirkan ke dalam bentuk tindakan.
Jika langkah pemikiran seperti ini dapat dilalui, maka keterampilan lanjutan yang perlu ditingkatkan adalah menganalisis   topik pemikiran. Menganalisis berarti membagi atau memecah  informasi ke dalam kategori dan sub kategori. Memilih dan memilah berbagai hal yang masuk ke dalam bagian yang lebih penting sehingga dapat mengelompokan berdasarkan ciri yang sejenis, misalnya bagian penting dan kurang penting, bagian yang kuat atau yang lemah, atau mengelompokan dengan pendekatan yang  lainnya. Langkah terakhir berpikir kritis adalah berkir sintesis. Ini adalah langkah dalam mengorganisir, menyusun konsep, menggubah (menyusun), dan menciptakan hal baru yang anda kembangkan dari yang sudah ada.
Semula banyak orang bersepkat bahwa puncaknya berpikir kritis adalah  evaluasi. Lihat kembali produk pikiran akhir yang kita hasilkan.. Jika kita menyukainya, maka tuntaskan.  Jika tidak, kembali ke langkah awal dengan sasaran dan tujuan yang berbeda. Ingatlah, jangan menyelesaikan sesuatu yang anda tidak  sukai karena akhirnya tidak  akan menghasilkan pemikiran atau penerapan yang anda sukai,. Jika suka maka lanjutkan untuk menggunakannya.
Perlu kita perhatikan bahwa sejalan dengan semakin tingginya nilai peradaban manusia, maka kemampuan berpikir level evaluasi ternyata tidak menjadi pemuncak, kini ditegaskan puncaknya kemampuan berpikir terletak pada kecakapan mengubah pikiran menjadi karya yang kreatif yang berguna untuk membangun kehidupan yang lebih baik, itulah yang disebut dengan berpikir kreatif.
Model berpikir yang dijelasakan ini hanya merupakan salah satu model yang menggambarkan tahap-tahap berpikir kritis yang digunakan dalam pentahapan dalam ranah kognitif seperti yang dijelaskan Bloom. Tentu banyak cara lain yang dapat kita pilih.
Langkah – langkah sederhana ini telah  dideskripsikan dalam beberapa tahap seperi yang dijelaskan  oleh Wolcott dan Lynch.  Jika proses ini digunakan di sekolah, maka siswa memulai mengembangkan kemampuan berpikir  kritis dengan mengikuti langkah-langkah pnegembangan pada setiap tahap seperti di bahwa ini, mulailah dari langkah 1, lanjutkan pada langkah 2 dan terus mengikuti langkah selanjutnya.
Langkah 1
Mengidentifikasi masalah, informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut. Ini termasuk kesadaran akan kemungkinan adanya lebih dari satu solusi.
Langkah 3
Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada. Ini termasuk mengenali bias/prasangka yang ada, menghubungkan alasan yang terkait dengan berbagai alternatif pandangan dan mengorganisir informasi yang ada sehingga menghasilkan data yang berarti.
Langkah 3
Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan. Ini termasuk proses menganalisis dengan cermat dalam mengembangkan panduan yang dipakai untuk menentukan faktor, dan mempertahankan  solusi yang terpilih.
Langkah 4
Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang masalah. Ini termasuk mengetahui pembatasan dari solusi yang terpilih dan mengembangkan sebuah proses berkelanjutan untuk membangkitkan dan menggunakan informasi baru.
Contoh Berpikir Kritis
Tentukan masalah yang mungkin dihadapi siswa baikyang secara langsung dengan bahan pelajaran atau tugas yang  terkait dengan kondisi atau  situasi pribadi.  Koran atau sumber informasi dari internet  merupakan salah satu sumber  masalah yang ada di kehidupan nyata yang sangat beragam. Pilih  objek yang dapat  siswa lihat relevansi atau keterkaitannya.
Sembilan tips mengembangkan kompetensi berpikir kritis:
1.      Berpikiran terbuka terhadap ide-ide baru.
2.      Mengetahui bahwa setiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda.
3.      Memisahkan berpikir dengan perasaan dan berpikir logis.
4.      Menanyakan hal-hal yang anda anggap tidak masuk akal.
5.      Menghindari kesalahan umum dalam pemberian alasan yang anda buat.
6.      Jangan berargumen tentang sesuatu yang anda tidak mengerti.
7.      Kembangkanlah kosakata yang tepat untuk penyampaian dan pengertian ide yang lebih baik
8.      Mengetahui ketika anda memerlukan informasi lebih lanjut.
9.      Mengetahui perbedaan antara kesimpulan yang dapat dan harus benar.
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis. Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya. Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Setelah terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan. Latihan pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebab-akibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta (kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan (when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan kedua, peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta (kejadian) dengan memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir, peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan, mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat dalam kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu, Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297 – 1326 M? apa penyebabnya? Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan? kapan terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1.                  Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2.                  Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang akan dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Salah satu karakter seorang yang berpikir kritis adalahself regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat menentukan informasi secara mandiri. Sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Strategi pengajaran yang mendorong siswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan materi pelajaran sejarah dapat menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan pendekatan di bawah ini:
a)      Pembelajaran Aktif
b)      Pembelajaran Kolaboratif
c)      Pembelajaran Kontekstual
d)     Menggunakan pendekatan higher order thinking
e)      Self directed learning
Kombinasi dari berbagai strategi di lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai aspek dari komponen berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi dari berbagai strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL). Para pendidik perlu mengembangkan strategi pengajaran tersebut dalam pengajaran agar siswa dapat belajar materi pembelajaran sejarah melalui proses berpikir kritis. Dengan demikian siswa dapat memberi makna yang lebih dalam (bukan sekedar mendapat materi yang dalam) dari materi yang dipelajari.
Berpikir kritis dalam proses pembelajaran sejarah ini dapat terlaksana jika seluruh fakta-fakta mengenai peristiwa sejarah tersebut dapat ditemukan, dengan cara guru dan siswa memiliki sumber dan bahan materi yang lengkap.

2.6 Kegiatan Berpikir Kritis Dalam pembelajaran sejarah
Kegiatan berpikir kritis terdiri dari merumuskan, menganalisis, memecahkan masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Merumuskan: memberikan batasan dari objek yang diamati. Misalnya dalam mata pelajran sejarah kegiatan merumuskan ini digunakan siswa untuk mengemukakan fakta dari materi yang dipelajari, karena fakta merupakan kerangka berpikir dalam sejarah. Menurut Mestika Zed (2003:51) fakta adalah “tulang punggung” bangunan pengetahuan sejarah. Dapat dicontohkan dengan; “Adipati Unus menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M”.Pernyataan atau kalimat tersebut memang telah terjadi penyerangan Adipati Unus ke Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1513 M atau adanya usaha Adipati Unus untuk menyerang Portugis pada tahun 1513 M.
2. Menganalisis: proses menelaah, mengupas, ulasan, atau menguraikan ke dalam bagian-bagian yang lebih terperinci. Oleh sebab itu, pertanyaan mengapa (why) yang dikemukakan dalam menganalisis suatu peristiwa sejarah. Dalam hal ini yang dianalisis adalah sebab-akibat suatu peristiwa yang terjadi setelah merumuskan fakta.
3. Memecahkan Masalah: proses berpikir yang mengaplikasikan konsep kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya adalah agar siswa mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Dalam hal ini konsep-konsep digunakan dalam menjelaskan hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa sejarah.
4. Menyimpulkan: proses berpikir yang memperdaya pengetahuan sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan baru. Menurut Mestika Zed (2003:3) penarikan kesimpulan tujuannya adalah mencari atau menguji pengeahuan yang bersifat umum yang disebut generalisasi (pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dan berfungsi sebagai pembantu untuk berpikir dan mengerti) yang tidak harus terikat dengan waktu dan tempat. Salah satu contohnya adalah: Keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah alasan-alasan yang serupa yang telah menghancurkan kerajaan-kerajaan lainnya, terutama karena lemahnya kepemimpinan raja dan perpecahan yang terjadi dalam lingkungan kerajaan.
5. Mengevaluasi: proses penilaian objek yang diamati. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, dan negatif atau gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Dalam taksonomi belajar Bloom mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang tinggi. Pada tahap siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.     
Pendekatan belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi dan dievaluasi pada diri siswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan termasuk kemampuan berpikir kritis.
Salah satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah keterampilan intelektual. Keterampilan intelektual merupakan seperangkat keterampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis keterampilan dapat dimasukkan sebagai keterampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram pengajaran. Keterampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan keterampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan keterampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen keterampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation (Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para pendidik tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh siswa pada tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.











BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berpikir merupakan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Seseorang berpikir untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:8). Sedangkan berpikir kritis adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi (Johnson, 2007:183). Setiap individu adalah seorang pemikir kritis. Langkah-langkah proses berpikir kritis untuk membantu siswa dalam memahami suatu masalah menurut Johnson (2007: 201) yaitu: (1) menentukan masalah, (2) menentukan hasil yang dicari atau mampu 640
Berpikir Kritis (critical thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (decision making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan masalah (problem solving). Berpikir kritis mengandung makna sebagai proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri (Peter Facione, ). Proses perumusan alasan dan pertimbangan mengenai  fakta, keadaan, konsep, metode dan kriteria. Richard Paul mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses merumuskan  alasan yang tertib secara aktif dan terampil dari menyusun konsep, mengaplikasikan,  menganalisis, mengintegrasikan (sintesis), atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan melalui proses pengamatan, pengalaman, refleksi, pemberian alasan (reasoning) atau komunikasi sebagai dasar dalam menentukan tindakan.







DAFTAR PUSTAKA

Sudaryanto, Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis Selasa, 26 Agustus 2008 12:50.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar