Sabtu, 24 Mei 2014

KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DENGAN INDONESIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd Oleh EVIE EKA YULIATI (120210302105) Kelas B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DENGAN INDONESIA” dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Sejarah Amerika. Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya. Penyusun juga menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah tersebut. Jember, Mei 2014 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan 2 BAB 2 PEMBAHASAN 3 2.1 Latar Belakang Kelahiran negara adidaya 3 2.2 Permasalahan dua negara Adidaya (Amerika serikat – uni soviet) 4 2.3 Berakhirnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet 6 2.4 Kekuatan Amerika Serikat 8 2.5 Faktor-faktor Amerika Serikat menjadi ngara Adidaya 9 BAB III PENUTUP 14 3.1 Kesimpulan 14 3.2 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dengan masalah-masalah keamanan yang dilakukannya tersebut memiliki ciri yang bertentangan. Ciri khas politik Amerika Serikat itu sendiri memiliki kolaborasi yang seimbang antara memeilihara, melindungi, dan memperluas kepentingan Amerika Serikat itu sendiri di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tetapi peran politik yang paling penting dan realistik dalam kancahnya di Irian Barat adalah politik intervensionis. Di mana pada masa pasca Perang Dunia II, permasalahan Irian Barat itu sendiri diintervensi oleh Amerika Serikat melalui pemerintahan kepresidenan Harry S. Truman, Dwight D. Eisenhower, John Fitzgerald Kennedy dan sebagainya yang terpengaruh oleh kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang terpengaruh dari pemimpin-pemimpinnya tersebut. Dalam suatu pemerintahan liberal maupun kebijakan luar negeri yang dijalankan Amerika Serikat, terdapat peran kaum neokonservatif yang melakukan rekayasa sosial. Rekayasa sosial terbentuk dari sebuah gerakan dengan visi tertentu yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan sosial, tetapi dalam konteks social engineering (rekayasa sosial) yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat, adalah dengan melakukan penyebaran demokrasi terhadap negara-negara yang masih diktator. Dalam hal ini Soekarno dianggap sebagai seorang diktator yang menghalangi kepentingan Amerika Serikat di Indonesia khususnya Irian Barat pada masa pasca Perang Dingin tersebut. Keterlibatan Amerika Serikat itu sendiri tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia yang baru merdeka pada tahun 1945. Pengaruh-pengaruh Blok Timur di Indonesia mulai dikesampingkan oleh presiden Amerika Serikat pada saat itu yaitu Harry S. Truman di mana konflik kependudukan dan geografi Irian Barat itu sendiri berakar dari adanya kepentingan Amerika Serikat untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai bagian dari negara-negara penganut Blok Barat, tetapi dengan adanya peran Soekarno yang bersikap tegas dan tidak mudah untuk diatur, Amerika Serikat menggunakan kesempatan tersebut di mana pada saat itu Indonesia sedang melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan terhadap Belanda untuk membantu Belanda mengklaim Irian Barat sebagai daerah yang diklaim Belanda dalam jajahannya agara Indonesia tetap condong ke Blok Barat di bawah pengaruh Belanda. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana keterlibatan Amerika dalam Kemerdekaan Indonesia? 2) Bagimana hubungan Amerka dan Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia? 3) Bagaimanakah gerakan-gerakan CIA di Indonesia? 4) Bagaimanakah Intervensi Amerika Serikat terhadap Indonesia? 1.2 Tujuan 1) Untuk mengetahui keterlibatan Amerika dalam Kemerdekaan Indonesia. 2) Untuk mengetahui hubungan Amerka dan Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. 3) Untuk mengetaui gerakan-gerakan yang dilakukan CIA di Indonesia. 4) Untuk mengetahui Intervensi Amerika Serikat terhadap Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Amerika dan Kemerdekaan Indonesia Keterlibatan Amerika dalam politik Indonesia sebenarnya telah dimulai tidak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. Keterlibatan ini terjadi ketika Indonesia dan Belanda melakukan negosiasi yang berkaitan dengan pengakuaan kemerdekaan dan kedaulatan serta penetapan batas-batas wilayah. Saat itu sebenarnya Indonesia dan Amerika sangat kuat menentang kolonialisme. Meskipun demikian, anti kolonialisme semakin diabaikan secara diam-diam di bawah pemerintahan presiden S.Truman (1945-1953) mendukung upaya pendudukan kembali Indonesia ini oleh pemerintah kolonial Belanda.(Baskara T.Wardaya.2007.hal 78-79) Ada beberapa alasan bagi posisi demikian: 1. Pertama, ketakutan akan komunisme. 2. Kedua, pentingnya Indonesia bagi kepentingan ekonomi Belanda. Indonesia yang kaya akan SDA telah menjadi sumber utama ekonomi Belanda. 3. Ketiga, kepentingan ekonomi Amerika. Ada sejumlah perusahaan Amerika yang kini beroperasi di Sumatra. Keberadaan Belanda akan menjamin keamanan perusahaan-perusahaannya. Para pejabat Amerika khawatir bahwa kepergian Belanda dari Indonesia akan mendorong negeri baru itu menasionalisasikan perusahaan asing milik Amerika.( Baskara T.Wardaya.2007.hal 81 dalam Kahin and Kahin.hal 29-30). 2.2 Amerika Setelah Kemerdekaan Indonesia Untuk beberapa saat ini, alasan diatas menjadi penentu bagi sikap AS terhadap Indonesia. Namun, akhirnya sikap itu berubah. Ada dua perubahan yang mendorng perubahan itu. Pertama, Keberhasilan Indonesia dalam mengatasi peristiwa Madiun 1948. Kedua, militer Belanda terhadap Indonesia dalam mengatasi agresi pertama (Juli-Agustus 1947) dan Agresi kedua (Desember 1948). Berdasarkan dua pertimbangan itu, banyak pejabat AS mulai meninjau kembalidukungan mereka terhadap Belanda dan mulai menunjukan dukungan tehadap Indonesia. Kemudian mereka menekan Menlu Dean Acheson yang selalu mendukung kepentingan Belanda. Acheson pun setuju bahwa AS membantu perundingan Indonesia-Belanda yang disponsori PBB yang disebut KMB yang diadakan di Den Haag pada 1949. Pada sidang KMB Indonesia dituntut untuk membayar utang kepada Belanda sebesar 1,3 Milyar Amerika, Sejak diakhirinya KMB hubungan Amerika-Indonesia membaik. Namun hal ini tak bertahan lama yang disebabkan Duta Besar Amerika pertama membujuk pemerintah Indonesia untuk meninggalkan prinsip Non-Bloknya dan memihak blok Barat. Namun pemerintah AS berbohong kepada pemerintah RI dalam bentuk bantuan ekonomi yang pemerintah RI tak sadar didalamnya telah menyetujui untuk memihak Blok Barat. Keinginan Amerika untuk memulihkan hubungan dengan Indonesia sama besarnya dengan tanggungjawabnya kepada Inggris dan Malaysia. Soekarno dan banyak pemimpin lainnya di Indonesia menginginkan bantuan Amerika dan menantang Malaysia pada waktu yang bersamaan. Dan saat itu pula PKI sangat khawatir akan berpalingnya kiblat Indonesia ke AS. (M.C Ricklefs.2008.hal 566). Meskipun telah ada usaha perbaikan hubungan, dukungan Amerika terhadap kemerdekaan Indonesia terlihat menurun. Hal ini disebabkan dengan bagaimana Amerika menyikapi berbagai perkembangan politik yang terjadi di Indonesia. Pada awal tahun 1950-an, Soekarno semakin kuat pada prinsipnya non-blok dan bebas aktif dalam hubungan luar negeri. Ia pun rajin membina hubungan dengan negara-negara Blok Timur (Lawan Amerika).(Baskara T,Wardaya.2007.hal 85). Sementara itu sikap Presiden Soekarno semakin kritis terhadap Amerika. Ia berterima kasih atas segala bantuan negara adidaya itu, tapi pada saat yang sama ia menunjukkan sikap hati-hati. Dalam pidato Kongres (7 Mei 1956)misalnya dengan jelas Soekarno menunjukkan sikapnya. Dalam pidatonya Soekarno meminta pengertian Amerika dan berterima kasih dalam persahabatan dan bantuannya tapi kemudian menamnbahkan, “Dalam rasa berterima kasih, saya ingin mengungkapkan diri secara terus terang sebagai teman”, lalu ia bertanya “Apakah saya diizinkan untuk berterus terang Bapak ketua sidang?” Bagi Soekarno bantuan luar negeri itu baik, namun ada sejumlah catatan yang perlu ditambahkan. Katanya “…dalam dunia Internasional yang telah terbelah seperti ini, kami kami telah berketetapan bahwa darimana pun datangnya suatu bantuan, tak ada bantuan material yang mampu merampas dari tangan kami kemerdekaan yang telah kami perjuangkan mati-matian itu. Bagi kami kemerdekaan itu lebih berharga daripada produk apa pun yang dapat dibeli atau dijual oleh suatu negara…..kami terbuka terhadap berbagai bantuan, namun dengan syarat bantuan itu diderikan demi keuntungan timbal balik. Kami menolak gagasan untuk menggadaikan kemerdekaan intelektual dan spiritual ataupun kebebasan fisik hanya demi uang.” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 86 dalam The New York Times, May 18,1956,hal 1,4) Untuk mencegah partai komunis masuk ke dalam Indonesia, presiden Einshower menerapkan sebuah kebijakan membendung komunisme. Kebijakan tersebut menuntut suatu kerahasiaan Presiden Einshower dan Menteri Luar Negeri banyak bergantung dengan CIA. Perlu diketahui pula bahwa kebijakan Presiden Einshower segaris dengan kebijakan Amerika terhadap negara di Asia Tenggara. Berbagai operasi besar-besaran tapi rahasia lebih sering diutamakan daripada kebijakan resmi yang tampak.(Baskara T,Wardaya.2007.hal 87 dalam Kahin and Kahin.hal 6), Pada pemerintahan Nasionalis Cina, mereka mereka menghadapi ancaman komunis. Pada saat kelompok Komunis dan Nasionalis selesai menhadapi konflik, memenh keutuhannya terjaga. Namun, dibalik itu semua komunis bisa mengambil alih kekuasaan tahun 1949. Sebagaimana dikatakan John Foster Dulles, “Keutuhan teritorial Cina kita jadikan slogan. Akhirnya, kita memeng mendapatkan Cina secara teritorial tetap utuh-tapi demi keuntungan siapa? Keuntungan komunis?” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 88 dalam Papers of John Foster Dulles, Harvey Mudel Library, Princeton University, Princeton, N.J,sebagaimana dikutip dalam Kahin and Kahin hal 10). Padahal menurutnya, seharusnya Amerika mendukung Cina untuk mengkonsentrasikan kekeuatan Nasionalis. Dan daerah yang tak bisa dipertahankan dibiarkan dikuasai Komunis yang suatu akhirnya akan direbut kembali. “Pelajaran dari Cina inilah yang menjadikan satu titik operasi rahasia Amerika terhadap Indonesia tahun 1950-an. Dalam pandangan pemerintah Eisenhower lebih baik Indonesia dipecah menjadi beberpa bagian daripada jatuh ketangan Komunis. Pada saat itu presiden Eisenhower beserta kawan-kawannya dan dua saudaranya takut apabila Indonesia jatuh ketangan komunis. Pada 8 September1957 pembangkang mengumumkan deklarasinya “Piagam Palembang” yang ditanda tangani oleh tiga pemimpinnya. Namun, pada tanggal 5 Februari 1958 ultimatum mereka ditolak, dan akhirnya mereka menyatakan memisahkan diri dari pemerintah RI. Dalam pemerintahan Eisenhower banyak yang gembira karena mereka memandang sebagai kesempatan untuk menggeser komunis ke non-komunis. Guna mencapai tujuan itu, mereka pun mengembangkan suatu kebijakan yang arahnya, “Menhancurkan PKI, perlemah kekuatan AD di Jawa, dan sejauh mungkin membatasi gerak, kalau bukan sepenuhnya menurunkan Presiden Soekarno”. 2.3 Gerakan-Gerakan CIA 2.3.1 CIA Dalam Konferensi Asia-Afrika Beberapa tahun sebelum terjadi pemberontakan dinas rahasia AS pernah melakukan aktivitas rahasianya. Misalnya saat penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika 1955. Dan operasi ini dimulai dari inisiatif Soekarno yang akan mengadakan Konferensi di Bandung. Yang akhirnya para calon peserta sepakat dengan gerakan non-bloknya. Apabila itu bener terjadi, itu semua merupakan tantangan untuk membentuk SEATO yang di seponsori oleh AS yang bertujuan untuk membendung pengaruh Komunis. CIA kemudian mempertimbangkan cara untuk mengagalkan KAA. Selama bertahun-tahun rencana tersebut tersimpan sebagai rahasia. Semua terbuka pada tahun 1975 ketika sebuah komisi senat menyelidiki operasi CIA. Mendengar suatu kegiatan yang berkaitan dengan agen di negara-negara Asia Timur. Dan menurut kesaksian itu CIA mengusulkan suatu rencana untuk membunuh Soekarno guna mengacaukan KAA namun kesemuanya itu ditolak sepenuhnya. Akhirnya KAA berjalan sesuai persiapan. 2.3.2 Bantuan Untuk Masyumi Campur tangan CIA juga pernah dilakukan berkaitan dengan diselenggarakannya Pemilu 1955. Tujuan utamanya adalah mengacau PNI dan PKI. Para agen CIA di Indonesia merasa perlu bahwa Amerika memberi dukungan finansial yang amat besar kepada partai tersebut. Smith-yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua Cabang CIA untuk Devisi Asia Timur-mengakui bahwa sumbangan sebesar satu juta dollar AS itu untuk sebuah partai politik bukan hal yang biasa. Oleh karena itu, supaya kelak tidak ketahuan,CIA menggunakan takik “Complete Write-Off”, yakni tiadanya permintaan pertanggungjawaban atas bagaimana uang itu akan digunakan. “Saya sama sekali tidak tahu bagaimana dan untuk apa akhirnya uang satu juta dollar itu digunakan oleh Masyumi.” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 103 dalam Smith,h 210-211). Yang akhirnya proyek itu gagal total. 2.3.3 CIA dan Pemberontakan Daerah Semakin kuatnya pengaruh PKI, pada tahun 1957 CIA ikut langsung melibatkan diri dalam pemberontakan melelui operasi rahasia yang membutuhkan dukungan dari Pentagon. Untuk mendapatkan izin CIA menentukan kebijakan luar negeri AS. Saat di Indonesia terjadi perkembangan mengkhawatirkan. Dalam pemilu daerah 1957, PKI mendapat suara luar biasa. Bahkan Menteri Luar Negeri Christian A.Herter mengatakan dia prihatin apa yang terjadi di Indonesia karena pemerintahan demokratis telah dilempar keluar jendela.(Baskara T,Wardaya.2007.hal 107 dalam FRUS, Vol XXII,Doc.240,h 400). Dalam rapat Herter mendesak dipertimbangkannya konsekuensi seandainya Jawa dan Sumatra dipisah dari bagian Indonesia. Karena semua itu akan berguana untuk Indonesia di masa depan. Pada 2 Agustus 1957 Pembantu Luar Negeri untuk UrusanTimur Jauh Walter S. Robserton menyatakan keprihatinannya kepada Dubes Amerika untuk Indonesia John M.Allison atas situasi yang memburuk di Indonesia. 2.3.4 Pencopotan John Allison Semua keprihatinan menjadi alasan tambahan bagi CIA untuk menyakinkan pemerintahan Presiden Eisenhower tentang keseriusan CIA dalam masalah komunisme di Indonesia. Berkaitan dengan itu semua mereka menganggap bahwa Dubes Allison menjadi sebuah halangan untuk rencana mereka. Karena saat itu Amerika khawatir mengenai meningkatnya pengaruh komunisme di Indonesia. Malah-malah Allison mengatakan bahwa meskipun Indonesia secara resmi menganut politik bebas aktif orang Indonesia akan tetap berpaling dengan Amerika dan yang mereka butuhkan bukan saja bantuan militer dan teknis tapi hubungan antar manusia juga. Selain itu Indonesia kecewa karena tampaknya Amerika sedang mengabaikan tradisi sendiri ( bekas negara jajahan) dan malah bergabung dengan negara-negara kaya. Allison yang menjabat sebagai Dubes Amerika sejak 3 Maret 1957 menyatakan bahwa seharusnya mendukung pemerintah Indonesia karena pengaruh non-komunis paling besar tetap berada pada kabinet. Selanjutnya Dubes Allison merekomendasikan kepada pemerintah Amerika supaya memberikan bantuan ekonomi dan alat-alat militer. Allison juga menyatakan keberatan kalau CIA terlibat dalam urusan Indonesia. Bagi operasi CIA, Allison telah menjadi sumber masalah. Bahkan ia telah mengajukan pertanyaan menjengkelkan bagi CIA. Sebagai reaksi, dalam berurusan dengan Dubes yang “keras kepala” macam ini CIA menggunakan taktik lama yang sudah mereka pakai (Baskara T,Wardaya.2007.hal 110). Kecewa dengan Dubes AS di Indonesia yang bekerja belum ada saty tahun itu, orang-orang CIA mendesak Allen Dulles (Direktur CIA) agar kakaknya mencopot kedudukan Allison dari kedudukannya. Yang akhirnya John Foster Dulles memenuhi permintaannya itu. Pada akhirnya Allison ditarik dan digantikan oleh Howard P.Jones yang membahagiakan bagi CIA. 2.3.5 CIA dan Peristiwa Cikini Pada tanggal 30 Novenber 1957 CIA meleksanakan operasi rahasia dan mencoba membunuh Presiden Soekarno. Namun Presiden Soekarno selamat dan ada 10 orang tewas. Siapa pelaku peledakan granat tersebut belum diketahui. Dalam rapat NSC 5 Desember 1957 direktur CIA masih ragu pada laporan yang menyatakan bahwa komunislah yang ada dibalik itu semua. Akhirnya situasi tersebut di manfaatkan oleh agen CIA dan menyebarkan isu bahwa komunislah otak dari semua itu. Akhirnya diketahui pula bahwa pelakunya adalah anggota sebuah kelompok agama tertentu yang tak ada kaitannnya dengan CIA maupun PKI. 2.3.6 Allen Dulles, NSC dan Pemberontakan Daerah Dalam rapat NSC (National Security Council) Allen Dulles mengatakan apa pun yang terjadi di Indonesia khususnya luar Jawa semua tak terhindarkan. Setelah usai rapat NSC Allen Dulles dan Wakil Menlu Herter ingin bertemu dengan Presiden Eisenhower untuk membicarakan situasi di Indonesia. Namun, pertemuan itu tak terjadi. Dan apapun isi pembicaraan itu, pemerintah pusat Indonesia dengan tegas menolak ultimatum pemberontak. Jendral Nasution memecat pemimpin pemberontakan, yaitu Ahmad Husein dan para pendukungnnya juga dipecat. Dari Washington, Allen Dulles mengikuti perkembangan di Indonesia dengan seksama dan selalu mendapat laporan terbaru dari CIA (Baskara T,Wardaya.2007.hal 115). Dalam menjalankan misinya CIA diuntungkan oleh kehadiran militer AS yang datang ke Asia Tenggara di tambah kehadiran Inggris yang menyediakan markas operasi di Singapura yang dekat dengan Sumatra. Pada bulan-bulan pertama pemberontakan, CIA menyediakan sejumlah pesawat beserta para pilotnya guna menjalankan tugas penembakan dan pengeboman atas lokasi pertahanan pemerintah RI. Pada Mei 1958 salah seorang pilot pengebom kapal tanker Inggris San Flaviano yang berlabuh di Balik Papan. Sebuah kapal Indonesia Aquilla, dan kapal barang Italia Ambonia, kapal Yunani Armonia, dan kapal bebendera Panama Flying Lark. Orang-orang di wilayah tersebut mengetahui bahwa pesawat itu milik Amerika. Seorang awak kapal Flaviano yang selamat mengatakan “Jangan bohongi saya dengan mengatakan bahwa Amerika tidak terlibat dalam serangan-serangan tersebut” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 117 dalam Time, May 12,1958 hal 33). 2.3.7 Penangkapan Allen Pope Ternyata pemberontakan itu tidak sesuai dengan rencana CIA. Saat itu CIA membantu para pemberontak dengan menngkatkan serangan di Maluku. Presiden Soekarno pun mencurigai adanya pihak ketiga yang ikut campur tapi tidak menyebutkan secara khusus. Dan apa yang dikatakan Bung Karno itu segera terbukti, kaerna saat melakukan pemberontakan itu sebuah pesawat pemberontak tertembak dan jatuh. Ketika pesawat ditembak pilot (Allen Lowrence Pope) dan ko-pilot sempat melompat dari pesawat dan selamat. Ketika dimintai tanggapan atas tertangkapnya pilot CIA itu, Dubes Amerika untuk Indonesia Howard P.Jones hanya bisa memberikan pernyatan standar. Ia ulangi saja kata-kata Presiden Eisenhower yang menyangkal keterlibatan AS. Dan menyadari tertangkapnya personel militer Amerika itu bisa dijadikan berita dunia. Pada kesempatan konferensi pers Pope di umumkan kepada Publik angkatan udara AS yang bekerja untuk institusi penerbangan milik CIA. Yang jelas pengungkapan identitas Pope menjadi kesempatan untuk menunjukan bahwa AS terlibat dan mendukung pemberontakan daerah. 2.3.8 CIA Menarik Diri Sebelum tertangkapnya Pope, Dubes Jones sudah mengusulkan agar Amerika menarik diri saja. Karena selama inin operasi-operasi itu telah menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk pihak-pihak yang sebenarnya bersimpati kepada para pemberontakan. Sebagaiman Dulles melapaorkan dan menenrangkan latar belakang usaha Amerika untuk mendukung dan mempengaruhi kalangan militer maupun sipil di Indonesia guna mengambil langkah untuk menghentikan kecenderungan negeri itu yang semakin berorientasi komunis. Sementara itu komunis para pemberontak mengalihkan kekuatan ke Sulawesi dan Maluku, namun disana dikalahkan oleh tentara pemerintah. Saat melakukan pemberontakan di Sulawesi sudah menampakan tanda-tanda menyerah dan melakukan negosiasi,namun Presiden Soekarno menolak. Semua itu terjadi dan membuat CIA kecewa dan harus mengevaluasi kembali operasi-operasinya untuk mendukung pemberontakan. Ditambah dengan tertangkapnya Allen Pope yang terbukti berkaitan dengan dinas rahasia itu. Pertengahan 1958 diam-diam CIA mulai menarik dukungannya. Sehingga kekuatan pemberontak semakin berkurang. Bersamaan dengan itu secara resmi diakhiri pula dukungan Pemerintahan Eisenhower terhadap pemberontakan di Indonesia. Seperti di tulis Audrey dan George Kahin, “Pada pertengahan 1958 Pemerintahan Eisenhower dipaksa untuk mengakui bahwa proyek campur tangannya di Indonesia telah gagal total” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 131). Pelan tapi pasti pengakuan itu dilanjutkan dengan rencana untuk mengakhiri proyek yang tak berhasil itu. Sejak adanya rapat Departemen Luar Negeri AS bantuan untuk pemberontakan benar-benar telah dikurangi dan mulai mendukung pemerintah pusat di Jakarta. Perubahan atas kebijakan itu terjadi ketika Pemerintahan Eisenhower menggantungkan diri pada laporan-laporan dari kedutaan besar AS di Jakarta, dan bukan lagi pada CIA kelompok gugus tugas Inderdepartemen yang dipimpin mantan Dubes Hugh Cumming Jr.(Baskara T,Wardaya.2007.hal 132). Berkaitan dengan itu Washington baru menyadari bahwa militer di Indonesia tidak hanya non-komunis tapi juga anti-komunis. Sangat sulit dipungkiri pula bahwa memang Amerika ikut terlibat dalam pembunuhan massal yang berlangsung sejak akhir 1965. Dan semua itu terlihat begitu jelas dan tak mengherankan bahwa pada tahun 2001 lalu CIA dan Pemerintah Amerika bersusah payah menarik kembali publikasi sejumlah dokumen dalam serial Foreign Relations Of The United States yang berkaitan dengan semua itu. Namun, syukurlah pelarangan itu diumumkan sejumlah buku yang sempat terbit. Indikasi dari adanya keterlibatan dan intervensi Amerika Serikat di Irian Barat itu sendiri memiliki permasalahan yang cukup signifikan. Hal ini diawali dari adanya kepentingan serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat itu sendiri di berbagai negara di Asia, temasuk Indonesia. Kemudian dengan adanya kemampuan dari Amerika Serikat dalam hal militer dan juga perekonomian itu sendiri memberikan kekuasaan terhadap negara-negara yang dianggapnya dapat diperoleh kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral. Berbagai hubungan Amerika Serikat-Indonesia yang pada mulanya dilakukan oleh Amerika Serikat berawal dari adanya insiden antara awak kapal perang Potomac dengan penduduk Kuala Batu di Aceh. Kemudian berlanjut menjadi adanya indikasi keterlibatan Amerika Serikat dalam operasi Trikora yang menurut Amerika Serikat itu sendiri adalah upaya pribadi Soekarno yang merusak tatanan perdamaian dan kesejahteraan dunia yang kemudian dibentuknya opini dunia oleh Amerika Serikat itu sendiri. Kesinambungan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dengan masalah-masalah keamanan yang dilakukannya tersebut memiliki ciri yang bertentangan. Ciri khas politik Amerika Serikat itu sendiri memiliki kolaborasi yang seimbang antara memeilihara, melindungi, dan memperluas kepentingan Amerika Serikat itu sendiri di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tetapi peran politik yang paling penting dan realistik dalam kancahnya di Irian Barat adalah politik intervensionis. Di mana pada masa pasca Perang Dunia II, permasalahan Irian Barat itu sendiri diintervensi oleh Amerika Serikat melalui pemerintahan kepresidenan Harry S. Truman, Dwight D. Eisenhower, John Fitzgerald Kennedy dan sebagainya yang terpengaruh oleh kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang terpengaruh dari pemimpin-pemimpinnya tersebut. Dalam suatu pemerintahan liberal maupun kebijakan luar negeri yang dijalankan Amerika Serikat, terdapat peran kaum neokonservatif yang melakukan rekayasa sosial. Rekayasa sosial terbentuk dari sebuah gerakan dengan visi tertentu yang bertujuan untuk mempengaruhi perubahan sosial, tetapi dalam konteks social engineering (rekayasa sosial) yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat, adalah dengan melakukan penyebaran demokrasi terhadap negara-negara yang masih diktator. Dalam hal ini Soekarno dianggap sebagai seorang diktator yang menghalangi kepentingan Amerika Serikat di Indonesia khususnya Irian Barat pada masa pasca Perang Dingin tersebut. Keterlibatan Amerika Serikat itu sendiri tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia yang baru merdeka pada tahun 1945. Pengaruh-pengaruh Blok Timur di Indonesia mulai dikesampingkan oleh presiden Amerika Serikat pada saat itu yaitu Harry S. Truman di mana konflik kependudukan dan geografi Irian Barat itu sendiri berakar dari adanya kepentingan Amerika Serikat untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai bagian dari negara-negara penganut Blok Barat, tetapi dengan adanya peran Soekarno yang bersikap tegas dan tidak mudah untuk diatur, Amerika Serikat menggunakan kesempatan tersebut di mana pada saat itu Indonesia sedang melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan terhadap Belanda untuk membantu Belanda mengklaim Irian Barat sebagai daerah yang diklaim Belanda dalam jajahannya agara Indonesia tetap condong ke Blok Barat di bawah pengaruh Belanda. Bentuk lain dari Doktrin Truman yang berlaku di Eropa juga diaplikasikan dalam penolakan bantuan militer terhadap Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda. Hal ini dikarenakan sikap Soekarno yang juga mendukung komunisme dalam masa Perang Dingin sehingga adanya indikasi bahwa tidak percayanya Amerika Serikat terhadap Indonesia untuk terus berada di Blok Barat. Sedangkan mempertahankan Irian Barat dianggap sebagai suatu sikap atau bentuk perlawanan terhadap imperialisme yang berkepanjangan antara negara-negara Blok Barat tersebut. Kembali ke pemikiran-pemikiran neokonservatif yang dimiliki oleh institusi-institusi Amerika Serikat itu sendiri, perlu diketahui bahwa demokrasi yang menjadi objek penyebaran pemerintah Amerika Serikat, dipercaya menjadi jawaban bagi keinginan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, dan demokrasi dipercaya oleh kaum neokonservatif sebagai hak-hak dasar manusia walaupun kaum neokonservatif sendiri mengabaikan nilai-nilai fungsi sipil yang kritis. Demokrasi juga disalahpahami sebagai suatu sistem yang menguntungkan sebuah negara karena dibebaskannya negara tersebut dari kediktatoran. Hal yang ingin ditekankan adalah kasus Irian Barat dalam pandangan Truman merupakan suatu bentuk kesempatan ataupun eksperimen untuk mempersatukan serta mengayomi pihak militer Indonesia untuk melepaskan diri dari pihak Indonesia. Berlanjut pada masa pemerintahan Dwight D. Eisenhower di mana adanya keterlibatan seorang agen CIA bernama Allen Pope yang dianggap memiliki peran penting dalam proses intervensi pemerintahan AS di Indonesia dan membuka peluang penting dalam menyibak kabut keterlibatan AS di Irian Barat. Pada tahun 1950 juga bentuk politik Amerika Serikat terhadap Indonesia memiliki beberapa faktor yang relevan dengan adanya permasalah baik di internal maupun eksternal Indonesia dan Amerika Serikat itu sendiri. Seperti tindakan-tindakan sensitive yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat karena adanya gerakan-gerakan yang menjurus kea rah komunisme Blok Timur, lalu pada waktu itu pemerintah Indonesia memperoleh dukungan yang luas dari rakyat beserta instrument-instrumen kenegaraannya yang luas sehingga adanya kecenderungan munculnya pengaruh yang memecah belah, lalu metode politik Indonesia yang tidak sesuai dengan demokrasi Amerika Serikat itu sendiri juga menjadi permasalahan lain dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Indonesia sendiri, kemudian adanya ketidaksenangan pihak Amerika Serikat karena akan adanya gerakan politik yang memperjuangkan Irian Barat (yang pada saat itu masih dijajah Belanda). Sehingga bantuan luar negeri yang Amerika Serikat berikan, tersangkut oleh adanya faktor-faktor tersebut. Lalu kemudian cara persuasif yang lebih halus dan tanpa penekanan dilakukan oleh John F. Kennedy dalam masa pemerintahannya terhadap Soekarno. Adanya pengeluaran biaya dalam pembelian alat-alat militer dan bantuan secara militer ditawarkan oleh Kennedy untuk aksi-aksi pembebasan Irian Barat dan berbagai permasalahan lainnya di Indonesia terhadap Soekarno. Hal ini memberikan jalan lain setelah terkuaknya kasus dugaan percobaan pembunuhan Soekarno, 3 Juni 1965. Setelah adanya pembebasan Allen Pope itu sendiri yang dimuat di New York Times, 23 Agustus 1962 “Indonesia Bebaskan Penerbang Amerika Orang yang dihukum seumur hidup dikembalikan ke Amerika Serikat secara rahasia Oleh Robert F. Whitney Khusus untuk New York Times WASHINGTON, 22 Agustus – Allen Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat yang menjalani hukuman seumur hidup dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada tanggal 2 Juli dan selama beberapa minggu sudah berada di Amerika Serikat….Menurut Reap, pilot itu dibebaskan sebagai bagian dari amnesti umum dan Amerika Serikat tidak memberikan konsesi untuk memperoleh pembebasannya….” Hal ini memberikan adanya perubahan pandangan pembebasan warga negara Amerika Serikat yang sebelumnya mendapatkan sanksi hukuman seumur hidup menjadi bebas tanpa syarat dan dikembalikan ke negaranya. Keterlibatan Amerika Serikat dalam berbagai perjuangan politik Indonesia pun terkuat melalui penangkapan Allen Pope sebagai agen CIA yang menyamar tersebut. Dalam Operasi Trikora yang disebut juga sebagai upaya yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Irian Barat. Hal ini terjadi terkait dengan nasionalisme yang ditekankan pada masa pemerintahan Soekarno sehingga pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Pembentukan berbagai komando dan penyelenggaraan operasi-operasi militer juga diberlakukan Soekarno dalam penanggulangan permasalahan di Irian Barat tersebut. Kepentingan awal yang mengakar pada masa Perang Dingin tersebut adalah adanya penyebaran demokrasi, Dari kasus-kasus yang sudah terjadi, kesuksesan penyebaran demokrasi memiliki tiga kerakteristik yang bisa dijadikan sebagai pembanding, yaitu: 1. Adanya inisiatif yang datang dari masyarakat yang bersangkutan. 2. Bentuk dukungan eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap pemilihan serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk berorganisasi. 3. Daya penerimaan kekuatan pro-demokrasi dari negara luar, sangat bergantung kepada sejarah spesifik masyarakat dan jenis dari nasionalisme penduduk setempat yang ada Peran Amerika Serikat dalam penyebaran demokrasi yang terjadi melalui dan melewati konflik yang terjadi di Irian Barat tersebut berkelanjutan dengan adanya desakan-desakan Amerika Serikat terhadap Belanda untuk terus melakukan perundingan-perundingan dengan pihak Indonesia. Sehingga untuk menghindari konfrontasi yang lebih lanjut, diadakanlah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan nama Perjanjian New York. Dalam hal inilah peran aktif dan langsung yang dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap permasalahan Irian Barat terlihat jelas. Keterlibatan maupun intervensi Amerika Serikat dalam permasalahan Irian Barat tersebut tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden yang memimpin pada masa perjuangan Irian Barat tersebut. Kemudian keterlibatan-keterlibatan Amerika Serikat terlihat jelas melalui adanya peran-peran CIA dan organisasi lainnya dalam proses intervensi politik Indonesia oleh Amerika Serikat sendiri termasuk permasalahan Irian Barat, serta berujung kepada permohonan pembebasan Allan Pope untuk kembali ke Amerika Serikat. Ketakutan Amerika Serikat terlihat di dalam cara penanganan-penanganan permasalahan Irian Barat yang memerlukan rekayasa-rekayasa sosial dalam hal militer dan juga ekonomi, walaupun mendapat perlawanan dari Soekarno itu sendiri. Permasalahan Irian Barat pun dianggap sebagai suatu kesempatan untuk memecah Indonesia untuk kembali di bawah jajahan Belanda sebagai bagian dari Blok Barat di masa Perang Dingin tersebut, di mana kebijakan presiden Amerika Serikat juga berperan di dalamnya pada masa itu. 2.4 Beberapa Intervensi Amerika terhadap Indonesia Intervensi politik Amerika pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia ditandai dengan sebuah perundingan diplomatik pertama antara Indonesia dan Belanda yang kemudian dinamakan perundingan Linggajati. Isi kesepakatan perundingan Linggajati adalah Belanda dan Indonesia membentuk negara federal dengan Republik Indonesia sebagai salah satu negara bagianya, Indonesia dan Belanda mendirikan uni Indonesia-Belanda, dan penyempitan wilayah Republik Indonesia menjadi Sumatera, Jawa, dan Madura. Bagi Indonesia hasil perundingan itu sangat mengecewakan, sedangkan bagi Belanda merupakan kemenangan awal sebelum sampai pada tujuan utamanya menguasai seluruh bagian bekas tanah jajahan Hindia Belanda. Menarik untuk diketahui bagaimana tanggapan AS akan hasil perundingan yang menguntungkan Belanda tersebut. Seorang Pejabat Menteri Luar Negeri Belanda, Dean G. Acheson, misalnya, mengutus konsulat jendral di Jakarta agar menyampaikan ucapan terimakasih AS sebesar-besarnya kepada Sukarno, Syahrir, dan van Mook atas keberhasilan ditandatanganinya perundingan tersebut. Situasi yang tak menentu dan ketegangan antara Belanda dan Indonesia membuat AS kembali menyusun strategi politik. Staf kedutaan AS di Indonesia menyatakan apabila Belanda menggunakan kekerasan senjata untuk memperbaiki keadaan yang sedang terjadi, maka para pejuangan Indonesia akan menggunakan taktik bumi hangus yang dapat; “membahayakan nyawa warga Amerika dan menghancurkan aset-aset Amerika.. [terutama aset milik] perusahaan tambang minyak Standard-Vacuum di ladang minyak yang terdapat di sebelah barat daya Pelembang”. Pernyataan itu menunjukan bahwa sedapat mungkin AS menjaga agar penyelesaian damai dapat terjadi sehingga kepentingan AS tidak terusik. Ketika ketegangan Indonesia-Belanda tak terbendung lagi, pada pertengahan awal tahun 1947 Belanda mengingkari kesepakatan Linggajati dengan mengerahkan kekuatan militernya untuk menyerang wilayah Republik. Menanggapi keadaan ini secara mengejutkan Amerika justru bersikap diam. Sikap politik ini menunjukan dukungan AS terhadap sekutu terdekatanya, Belanda. AS beranggapan bahwa dengan membiarkan Indonesia jatuh ke tangan Belanda, maka pengeluaran AS untuk program pemulihan pasca perang yang diberikan kepada Belanda bisa diminimalisir. Disamping itu, dukungan diam-diam AS juga dilatar belakangi oleh laporan mengada-ada pejabat Belanda yang menyakinkan AS mengenai tokoh kemerdekaan Indonesia yang disebut-sebut berhaluan komunis. Pada tanggal 8 Desember 1947 digelar perundingan kembali di atas kapal milik Angkatan Laut Amerika Serikat, Renville, di Teluk Jakarta. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak untuk melakukan gencatan senjata. Namun, tak lama setelah itu pemerintah Indonesia dikejutkan oleh peristiwa Madiun 1948. Para tokoh oposisi dibawah naungan PKI yang mendirikan basis di kota Madiun melancarkan serangan terhadap pemerintah yang dinilai lemah menghadapi tekanan Belanda. Lebih jauh daripada itu, para pemimpin komunis ini melawan pemerintah pusat secara lebih keras dengan mengumumkan berdirinya negara soviet Madiun yang berarti melepaskan diri dari naungan pemerintahan Indonesia. Pada tanggal 30 September tahun itu, pemerintah Indonesia berhasil mematahkan pemberontakan kaum komunis. Prestasi Indonesia ini menjadi titik balik bagi pandangan AS atas pemerintah Indonesia yang sebelumnya dicurigai sebagai pemerintahan komunis. Akbatnya, pemerintah AS berubah haluan menjadi pendukung kemerdekaan Indonesia. Selain citra pemerintah Indonesia yang anti-komunis, dukungan AS dilandasi pula oleh sikap agresif militer Belanda yang tidak disenangi oleh dunia internasional. Karena semakin kuatnya tekanan internasional dan dalam negeri AS, pada 31 Maret 1949, Menteri Luar Negeri AS, Dean Acheson, memberitahu menteri luar negeri Belanda yang sedang berkunjung ke AS, Dirk Stikker, bahwa AS ingin melihat suatu penyelesaian yang cepat atas konflik Belanda-Indonesia. Akhirnya, ketika dibuka sebuah konferensi penyelesaian konflik di Den Hag Belanda (Konferensi Meja Bundar), Menteri Luar Negeri kepada delegasi AS menyampaikan harapah agar dapat dicapai kesepakatan bersama karena; “AS sangat berkepentingan dengan hasil akhir dari kontroversi [pertikaian] ini”. Seakan menandaskan bahwa kepentingan yang dimaksud adalah pencegahan “bahaya” komunis, Acheson menambahkan; “Kecuali bahwa suatu penyelesaian damai dengan baik, yang hingga batas-batas tertentu memberi ruang bagi aspirasi rakyat Indonesia, disepakati oleh kedua belah pihak, Asia Tenggara dan Indonesia akan lebih rentan terhadap ekspansi komunis”. Tanggal 27 Desember 1949, kesepakatan KMB Den Hag berhasil dicapai. Kemerdekaan Indonesia diakui dunia internasional, meskipun untuk sementara masalah Irian Barat tertangguhkan. Uraian di atas menunjukan perubahan politik AS setelah pemberotakan Madiun 1948. Jika sebelumnya AS mendukung penguasaan kembali Indonesia oleh Belanda, maka setelah bergulirnya perang dingin dan AS mengetahui bahwa pamerintah Sukarno adalah anti-komunis, AS secara implisit mendukung kemerdekaan Indonesia dengan cara mendesak Belanda agar segera menyelesaikan konflik secara damai. Meski demikian, perlu diingat bahwa tekanan AS tersebut tidak lepas dari kepentingan menjaga aset ekonomis dan melindungin Indonesia dari ekspansi komunis. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keterlibatan Amerika dalam politik Indonesia sebenarnya telah dimulai tidak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. Keterlibatan ini terjadi ketika Indonesia dan Belanda melakukan negosiasi yang berkaitan dengan pengakuaan kemerdekaan dan kedaulatan serta penetapan batas-batas wilayah. Saat itu sebenarnya Indonesia dan Amerika sangat kuat menentang kolonialisme. Meskipun demikian, anti kolonialisme semakin diabaikan secara diam-diam di bawah pemerintahan presiden S.Truman (1945-1953) mendukung upaya pendudukan kembali Indonesia ini oleh pemerintah kolonial Belanda.(Baskara T.Wardaya.2007.hal 78-79) Ada beberapa alasan bagi posisi demikian: 4. Pertama, ketakutan akan komunisme. 5. Kedua, pentingnya Indonesia bagi kepentingan ekonomi Belanda. Indonesia yang kaya akan SDA telah menjadi sumber utama ekonomi Belanda. 6. Ketiga, kepentingan ekonomi Amerika. Ada sejumlah perusahaan Amerika yang kini beroperasi di Sumatra. Untuk beberapa saat ini, alasan diatas menjadi penentu bagi sikap AS terhadap Indonesia. Namun, akhirnya sikap itu berubah. Ada dua perubahan yang mendorng perubahan itu. Pertama, Keberhasilan Indonesia dalam mengatasi peristiwa Madiun 1948. Kedua, militer Belanda terhadap Indonesia dalam mengatasi agresi pertama (Juli-Agustus 1947) dan Agresi kedua (Desember 1948). Berdasarkan dua pertimbangan itu, banyak pejabat AS mulai meninjau kembalidukungan mereka terhadap Belanda dan mulai menunjukan dukungan tehadap Indonesia. Kemudian mereka menekan Menlu Dean Acheson yang selalu mendukung kepentingan Belanda. Acheson pun setuju bahwa AS membantu perundingan Indonesia-Belanda yang disponsori PBB yang disebut KMB yang diadakan di Den Haag pada 1949. Pada sidang KMB Indonesia dituntut untuk membayar utang kepada Belanda sebesar 1,3 Milyar Amerika, Sejak diakhirinya KMB hubungan Amerika-Indonesia membaik. Namun hal ini tak bertahan lama yang disebabkan Duta Besar Amerika pertama membujuk pemerintah Indonesia untuk meninggalkan prinsip Non-Bloknya dan memihak blok Barat. Namun pemerintah AS berbohong kepada pemerintah RI dalam bentuk bantuan ekonomi yang pemerintah RI tak sadar didalamnya telah menyetujui untuk memihak Blok Barat. DAFTAR PUSTAKA T. Wardaya,Baskara.2007.Bung Karno Menggugat!G30S.Yogyakarta;PT Buku Kita Ricklefs,M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.Jakarta;Serambi http://votreesprit.wordpress.com/2012/01/01/terbongkarnya-jejak-cia-dibalik-sejarah-dan-pemberontakan-di-indonesia/ http://serbasejarah.wordpress.com/2011/03/20/cerita-amriki-di-prri-dan-cia-di-permesta/ http://warofweekly.blogspot.com/2011/03/inilah-yang-membuat-belanda-angkat-kaki.html http://yasirmaster.blogspot.com/2012/03/intervensi-amerika-serikat-dalam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar