Sabtu, 24 Mei 2014

KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM PERANG DUNIA

KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM PERANG DUNIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Amerika Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M.Pd Oleh EVIE EKA YULIATI (120210302105) Kelas B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul “KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM PERANG DUNIA” dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah sebagai salah satu tugas matakuliah Sejarah Amerika. Penulisan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangannya. Namun, makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya. Penyusun juga menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dengan hati terbuka penyusun menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah tersebut. Jember, 2 April 2014 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan 2 BAB 2 PEMBAHASAN 3 2.1 Latar Belakang Amerika Serikat meninggalkan sikap netral 3 2.2 Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I 9 2.3 Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II 14 BAB III PENUTUP 22 3.1 Kesimpulan 22 3.2 Saran 23 DAFTAR PUSTAKA 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik luar negeri Presiden Wodrow Wilson yang tidak bisa bersikap netral dalam menghadapi situasi perang di Eropa 1914-1918 (Perang Dunia I) sebenarnya bukan hal baru dalam pelaksanaan politik luar negerinya. Presiden James Madison pernah melakukannya ketika hams berhadapan dengan Inggeris dalam urusan perluasan wilayah ke arah barat dengan resiko terjadinya pertentangan antar negara bagian di dalam negeri. Dalam sejarah diplomasi AS keduanya menentang sikap "damai tanpa kemenangan" yang bukan didasarkan atas "perimbangan kekuatan" atau balance of power melainkan atas "perabagian kekuatan". Kedua presiden memilih perang daripada harus berada dibawah pengaruh Eropa. Madison berperang melawan Inggeris sambil menjaga sikapnya untuk tidak bergabung dengan Sistem Kontinental Napoleon Bonaparte. Demikian juga Wilson melibatkan AS dalam perang melawan Jerman sambil tetap menolak bergabung dengan Sekutu atau menerima tujuan perang mereka. Keterlibatan amerika serikat dalam perang dunia II, masyarakat pada saat itu Amerika sedang cemas mengamati jalannya perang di Eropa, ketegangan semakin meningkat di Asia. Setelah mengambil kesempatan untuk memperbaiki posisi strategi nya, Jepang dengan percaya dirinya menyatakan bahawa mereka akan berkuasa di seluruh daratan Pasifik. Negara dengan cepat melakukan mobilisasi rakyat dan seluruh kapasitas industrinya. Pada tanggal 6 Januari 1942, Presiden Roosevelt mengumumkan target produksi yang mengejutkan. Tahun itu ditargetkan harus selesai 60.000 pesawat, 45.000 tank, 20.000 meriam antipesawat, dan 18 juta ton pengiriman niaga.seluruh kegiatan nasional yang meliputi pertanian, manufaktur, pertambangan, perdagangan, tenaga kerja, investasi, komunikasi, bahkan pendidikan dan kegiatan budaya berlangsung di bawah pengawasan baru yang menyeluruh. Tanggal 6 Agustus, pesawat Amerika Serikat, Enola Gay menjatuhkan bom atom ke kota Hiroshima. Tanggal 8 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan kali ini di Nagasaki. Bangsa Amerika lega karena bom tersebut mempercepat proses berakhirnya perang. Kesadaran akan daya hancurnya yang luar biasa baru muncul kemudian. Tanggal 14 Agustus, Jepang menyetujui syarat –syarat yang ditetapkan Postdam. Tanggal 2 September 1945, Jepang secara resmi menyerah. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang melatar belakangi Amerika Serikat Meninggalkan Sikap Netral Dalam Perang Dunia I? 2) Bagaimana keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I? 3) Bagaimana keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II? 1.3 Tujuan 1) Untuk mengetahui latar belakang Amerika Serikat Meninggalkan Sikap Netral Dalam Perang Dunia I. 2) Untuk mengetahui keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I. 3) Untuk mengetahui keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Amerika Serikat Meninggalkan Sikap Netral Dalam Perang Dunia I Politik luar negeri Presiden Wodrow Wilson yang tidak bisa bersikap netral dalam menghadapi situasi perang di Eropa 1914-1918 (Perang Dunia I). Ketika perang di Eropa meletus yang ditandai dengan serangan Jerman ke Belgia tahun 1914, politik luar negeri AS dihadapkan pada dilema. Walaupun Amerika Serikat berusaha menjalankan sikap netralnya dalam konflik di negara-negara Eropa, negara ini sangat terguncang dengan peristiwa penyerbuan tersebut. Bagi AS, perang di Eropa akan sangat memsak perdagangan luar negerinya yang sebagian besar tergantung pada perdagangan dengan kawasan Atlantik. Presiden Woodrow Wilson pada tanggal 31 Juli 1914 mengingatkan para pemimpin demokrat di Kongress bahwa perang di Eropa akan sangat mengganggu ekonomi Amerika Serikat. Hasil pertanian AS akan menumpuk di gudang atau terbuang percuma di ladang-ladang pertanian. Oleh karena itu Kongres AS harus membantu menyiapkan pembangunan kapal-kapal dagang AS agar mampu mengangkut barang dagangannya melalui jalur international yang netral Seruan tersebut tidak bisa direalisasikan karena perang terlanjur terjadi di Eropa. Segera setelah perang meletus, Amerika Serikat menghadapi dilema lain yaitu ketika Pemerintah Perancis meminta para banker Amerika untuk memberi pinjaman kepada Perancis sebesar 100 juta dolar. Apabila berpegang pada sikap netralnya maka pemerintah AS seharusnya membiarkan pada banker AS untuk memenuhi tuntutan Perancis. Namun demikian, menteri luar negeri AS, Bryan, menyatakan bahwa dengan diberikannya pinjaman kepada negara lain yang terlibat perang maka AS melanggar sikap netral yang sesungguhnya. Melalui perdebatan alot di dalam negeri, akhirnya AS memenuhi tuntutan para bankir untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara Eropa dengan alasan yang rasional. Pertama, AS akan kehilangan perdapatannya dari perdagangan yang berkaitan dengan peralatan perang jika pemerintah AS menolak memberi pinjaman kepada Sekutu. Kedua, seperti yang juga diakui oleh negara-negara Sentral, perdagangan amunisi dan peralatan perang adalah legal (sah), dan dengan demikian apabila AS menolak pemberian pinjaman maka AS telah melanggar sikap netralnya dengan memihak negara-negara Sentral dengan cara menolak tuntutan pinjaman dari negara-negara Sekutu. Ketika perang meletus, akhirnya AS memberikan pinjaman kepada negara-negara Eropa sebesar $ 23 milyar , termasuk kepada Jerman sejumlah $ 27 juta. Pinjaman tersebut merupakan salah satu bentuk kemenangan Sekutu di bidang ekonomi dan bukan di bidang tujuan perang mereka, karena AS tetap tidak memiliki pandangan yang sama dengan mereka dalam keterlibatannya dalam Perang Dunia I. Putusan pemberiiin pinjaman kepada negara-negara Eropa dibuat ditengah-tengah krisis dan konflik politik dengan Jerman mengenai perang kapal selam. Konflik tersebut terjadi ketika Komandan Angkatan Laut Jerman meluncurkan sebuah torpedo ke arah kapal berpenumpang sipil milik Inggeris, Lusitania, tanggal 7 Mei 1915. Serangan tersebut menewaskan sejumlah 1 198 penumpang termasuk 128 orang yang berkebangsaan Amerika. Peristiwa tersebut tentu saja mengguncangkan Inggeris dan orang-orang Amerika. Menlu Bryan melihat penstiwa itu sebagai pernyataan perang Jerman terhadap AS, sementara presiden Wilson melihatnya sebagai ancaman terhadap kepentingan AS serta serangan terhadap warga sipil AS. Pemerintah Jerman yang pernah mengumumkan zona perang di sekeliling kepulauan Inggeris (United Kingdom) pada bulan Pebruari 1915 menyatakan kepada musuh-musuhnya bahwa serangan tersebut h;myalah sebagai reaksi Jerman terhadap blokade ilegal dan tidak berperikemanusiaan Inggeris terhadap negara-negara Sentral. Menlu AS menolak alasan tersebut sambil mempenngatkan Berlin bahwa jika kapal-kapal AS dan warga sipilnya terancam maka AS akan mempertimbangkan serangan balasan terhadap Jerman. Menlu Amerika Serikat, Bryan, mengusulkan kepada Presiden Wilson untuk mempertimbangkan posisi AS dalam situasi di Eropa. Dia menyatakan bahwa apabila warga AS bepergian ke Eropa dan masuk zone perang maka pemerintah AS harus memperluas perlindungannya, yang berarti melibatkan AS terhadap krisis internasional. Menlu Bryan berusaha mendiskusikan masalah Lusitania dengan Jerman untuk mencegah terputusnya hubungan diplomatik dengan Jerman. Dia mengharapkan agar Jerman memberikan jawaban yang memuaskan sebelum AS mempertimbangkan serangan balasan. Sementara itu dia juga mengusulkan kepada Presiden Wilson untuk mengeluarkan kebijaksanaan berupa larangan bagi warga sipil AS untuk bepergian ke Eropa dan menggunakan kapal sipil yang dimiliki oleh negara yang sedang berperiing. Usulan itu ditolak Wilson dan berakibat pada permintaan pengunduran menlu Bryan dari kabinet Wilson. Ketika perundingan sedang berlangsung kapal perang Jerman lainnya menenggelamkan kapal penumpang Inggeris, Arabic dan menewaskan beberapa penumpang termasuk dua lagi warga sipil AS. Menlu Lansing mendesak presiden untuk meminta Kongres AS menyatakan perang sebelum AS kehilangan pengaruhnya atas kedua negara (Jerman dan Inggeris) yang sedang bertikai. Jika hal itu terjadi maka niat AS untuk mengadakan penyelesaian damai dan menjamin kebebasan berlayar di lautan bebas bisa terganggu. Ketika usulan tersebut dibicarakan dalam Kongres, duta besar (dubes) Jerman di Amerika, Count Johann von Bernstorff, menyatakan bahwa Jerman tidak akan lagi menyerang kapal-kapal penumpang sipil tanpa peringatan terlebih dahulu. Pernyataan pribadi dubes dan mendapat dukungan dari Berlin tersebut untuk sementara mampu meredakan ketegangan hubungan AS dan Jerman. Namun dernikian, beberapa bulan kemudian, bulan Maret 1916, kapal perang Jerman lainnya mentorpedo kapal penumpang Sussex milik Perancis yang melukai 80 penumpangnya termasuk beberapa penumpang berkebangsaan AS. Presiden Wilson mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Jerman kecuali kalau dubes Bernstorff menarik pernyataannya. Kementrian luar negeri Jerman mengulangi janjinya , dan menambahkan bahwa perang kapal selam tak terbatas akan ditinggalkan kecuali kalau Inggeris ditekan oleh AS untuk meninggalkan blokade terhadap Jerman. Ketika krisis mengenai hubungan diplomatik antara AS dengan Jerman berlangsung karena kasus ditenggelamkannya Lusitania, di dalam negeri AS terjadi silang pendapat di antara para politisi. Saran menlu Lansing, selama berlangsungnya krisis mengenai Lusitania, bahwa Wilson mampu mempengaruhi penyelesaian damai hanya melalui perang dengan Jerman sebenarnya diarahkan untuk melawan Kolonel House yang meneruskan sanm terhadap presiden. House, sebaliknya, nampak mengikuti gagasan teman pendahulunya, Philip Dru, yang pernah berhasil memecahkan masalah dalam negeri AS dan meredakan gerakan revolusi di Amerika Latin, kembali pada masalah hubungan antar negara -negara besar. Ketika Dru melihat hal itu, masalah berpusat pada perlunya menjalin hubungan antara Inggeris, Jerman dan AS sehingga persaingan di negara-negara koloni dan negara-negara baru tidak Jikan menciptakan peperangan di antara bangsa-bangsa yang 'paling bertanggungjawab' dalam menegakkan peradaban Barat. Drue telah membayangkan bahwa ambisi Jerman, mungkin dianggap sebagai masalah yang paling sulit bagi kedua negara, dapat diatasi dengan mendorong negara tersebut untuk melibatkan din dalam urusan Amerika Latin. Di atas kertas pendapat tersebut dapat mencegah perang, namun demikian, dalam kenyataannya, Colonel House gagal untuk mengatasinya. House telah mengunjungi Eropa pada musim panas tahun 1914 untuk mendesak Inggeris dan bangsa-bangsa Eropa untuk mempertimbangkan alternatif tersebut. Setelah perang meletus, dia berusaha percaya bahwa misinya akan berhasil jika para penasehat Kaisar Jerman tidak panik dalam memutuskan peperangan. Dia mencoba memahami para dutabesar Jerman, Perancis dan Inggeris mengenai kesempatan untuk mengadakan perundingan serius untuk mengakhiri perang Count von Bernstorff mengundang House untuk datang ke Berlin untuk membicarakan proposal tersebut. Akan tetapi dengan persetujuan presiden, House memulai misinya dengan mengunjungi London terlebih dahulu pada Januari 1915. Di sana dia tinggal sampai Presiden Wilson akhiraya bertanya apakah dia tidak merusak kesempatan untuk beninding dengan Jerman. House menjawab bahwa Jerman belum sepakat memulai pembicaraan damai yang didasarkan atas penarikan pasukan di Belgia dan ganti rugi terhadap negara itu, seperti apa yang ada dalam pikirannya, Dengan kata lain, dunia ini hams direstorasi seperti sebelum perang berlangsung; kemudian AS akan dapat membantu membangun masyarakat intemasional yang lebih baik. Dia menempatkan posisinya dengan pernyataan bah\ya Sir Edward Grey tertarik dengan jalan tengah yang ditempuh negara-negara yang berperang yang dikemukakan oleh presiden. House mengusulkan bahwa ketika negara-negara yang bertikai telah berada dalam panggung perundingan dan Presiden Wilson akan mengeluarkan sikap bagi "konvensi damai kedua, untuk mengatasi issue itu, sementara bangsa-bangsa yang sedang bertikai akan menyelesaikan isu-isu lokal dalam berbagai konferensi. Jika isu-isu lokal tersebut dapat diatasi maka kehancuran dan kematian yang mungkin muncul dari peperangan dapat dihindari. "Dia. telah memperkirakan kejadian itu", tulis House kepada Perdana Menteri Inggeris, "sobagai salah satu harapan bagi masa depan, dan jika kita tidak dapat menyelesaikan apapun, Anda akan mampu melakukan sesuatu pekerjaan yang penting bagi dunia". Ketika House akriirnya sampai di Berlin, tanpa mencapai tujuan pertamanya, dia mendiskusikan kemungkinan kerjasama Jerman-AS yang lebih besar di Amerika Selatan setelah perang berakhir, sebuah pikiran yang tentu saja mengejutkan para pejabat kementrian hiar negeri. AS yang mempertanyakan apakah Doktrin Monroe telah berubah. Kolonel House kembali ke Inggeris sebelum kapal Lusitania ditenggelamkan. Dia menyarankan Presiden Wilson bahwa pemimpin-pemimpin Inggeris sedang menyaksikan perilaku orang-orang Amerika yang melihat apakah AS akan mengambil sikap terhadap perang kapal selam: "Tindakan kita dalam krisis ini akan menentukan bajgian yang akan kita mainkan ketika perdamaian tercipta, dan seberapa jauh kita mcmpengaruhi penyelesaian damai yang baik bagi umat manusia" Apa yang mempengamhi daya tank Houise atas keputusan Presiden untuk menekan issu tersebut tak dapat diukur dengan tepat. Menlu Lansing percaya bahwa hal itu berpengaruh terhadap janji Presiden Wilson, dalam catatan Lusitania, bahwa dia juga akan menekan luggers untuk menjamin kebebasan yang susungguhnya di lautan Dia juga berpikir bahwa undangan ke Jerman untuk bekerjasama dalam usaha tersebut telah dimasukkan untuk memenuhi beberapa rencana rahasia seperti yang jug'a direncanakan oleh Kolonel House. Namun demikian, nyatanya bahwa House tidak begitu netral bila dibandingkan dengan kekhawatiran Lansing. Dia telah mengambilalih misi diimainya dengan meyakini bahwa pisisi AS berhadapan dengan Sekutu berbeda dengan posisinya menghadapi Jerman. Presiden Wilson sepakat dengan rencana tersebut sambil menambahkan kata"kemungkinan" terjaciinya perang dengan Jerman jika Jennan menolak rencana damai. Wilson berpendapat bahwa AS harus ambil bagian dalam menekan Jennan untuk berunding. Ketika Kolonel House mengirimkan memorandum ke London dan Paris dia memperoleh respons yang dingin dari pemimpin negara-negara tersebut. Ketika mendiskusikan masalah tersebut pada awal tahun 1916, House mulai menyadari bahwa betapa perjanjian-perjanjian rahasia yang dilakukan Sekutu telah mengurangi kesempatan berhasilnya misi damai di Eropa dan penyelesaian damai yang dapat diterima oleh AS. Sir Edwar Grey, pemimpin Inggeris, menolak menghadiri konferensi yang bertujuan mengakhiri perang. Bahkan memorandum House dan Grey bulan Pebruari 1916 yang menyatakan bahwa terdapat kesempatan bagi Sekutu bersama AS untuk mengakhiri perang tidak dapat dilaksanakan. Dengan rasa prustrasi House menyatakan bahwa jika negara-negara Sekutu mengalahkan Jerman maka mereka bisa menjadi negara-negara diktator di seluruh dunia. AS melihat bahwa tercapat ambisi di antara negara-negara Sekutu dan negara-negara Sentral untuk memperoleh supremasi ekonomi pasca perang Kedua belah pihak akan terus bersaing untuk memperoleh supremasi ekonomi dan perdagangan. Dengan demikian, siklus akan terulang kembali dimana negara-negara Eropa jaman kolonial mengancam kepentingan AS. Dalam sebuah konferensi ekonomi bulan Juni 1916 negara-negara Sekuui sepakat untuk membentuk pakta perdagangan pasca perang dengan tujuan meningkatkan ekspor dan mendominasi perdagangan dunia. Negera-negara Sekutu meidorong AS untuk bergabung dengan Sekutu jika tidak ingin ketinggalan dalam peidagangan internasional. Dengan kesepakatan tersebut nampak bahwa tidak ada pilihan bagi AS kecuali bergabung dengan Sekutu. Presiden Wilson juga menerima peringatan dari pemimpin Senat bagian politik luar negeri untuk melihat situasi yang berkembang terakhir dimana kepentingan dagang lebih mendesak dibandingkan dengan mempertahankan sikap netral. Keraguan sikap Presiden Wilson mengenai tujuan perang Sekutu mendorong dia untuk terlib.at dalam perang melawan Jerman, bukan sebagai anggota negara-negara Sekutu melainkan sebagai negara peserta (associated nation} yang berperan dalam menentukan langkah-langkah damai melalui meja perundingan. Sikap tidak tegas Wilson dalam bergabung dengan Sekutu mengkhawatirkan Robert Lansing sebagai menlu. Lansing khawatir bahwa ke'raguan sikap tersebut dapat menjauhkan AS dari negara Sekutu. Kekhawatiran dia'memuncak ketika Wilson berbicara di depan Kongres tanggal 22 Januari 1917 menghendaki perdamaian tanpa kemenangan perang yang pasti. Ketika Jerman membuka kembali perang kapal selam tak terbatas tanggal 31 Januari 1917 sikap Presiden Wilson masih tetap bahkan dia masih menghendaki agar perang itu berakhir dengan draw (tidak ada yang menang dan kalah). Baru pada tanggal 19 Maret 1917 sikap presiden Wilson mulai jelas setelah dia di depan Kongres AS menyatakan perang terhadap Jerman. 2.2 Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I Keterlibatan AS dalam Perang Dunia I dikejutkan dengan kejadian Revolusi Bulan Pebruari-Meret di Rusia yang menumbangkan rezim lama Nicolas II. Menghadapi kejadian di Rusia, Menlu Lansing bersama para pengambil keputusan politik luar negeri telah menyiapkan rencana diplomasi baru. Didasarkan atas anggapan bahwa pengiiasa Rusia yang baru akan menjadi kekuatan raksasa baru di bidang ekonomi di Eropa, Menlu Lansing mengutus David Francis, mantan gubernur di Missouri, sebagai dubes AS di Rusia. Francis ditugaskan untuk mengadakan perundingan dagang dengan Rusia sebelum negeri itu melaksanakan hasil kesepakatan Konferensi Ekonomi Perancis tahun 1916. Dalam perundingan antara Francis dan pemimpin Rusia tersebut disepakati bahwa AS bersedia memberikan pimjaman sebesar 50 juta dolar serta cadangan sebesar 100 juta dolar bagi Pemerintahan Sementara Kerenski. Pemerintah AS juga sepakat untuk memberikan bantuan teknik dan tenaga ahli keuangan. Di bawah pimpinan Elihu Root, yang dikenal dengan sebutan "Root Commission", AS memberikan bantuan tambahan kepada Rusia sebesar 100 juta dolar. Ternyata bantuan tersebut merupakan salah satu kegagalan diplomasi AS, yang disebabkan kesalahan dalam membaca situasi politik di negara yang sedang mengalami revolusi tersebut. Pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Kerenski jatuh dan digantikan oleh Lenin yang didukung oleh golongan Bolsevik tanggal 7 November 1917. Lenin memproklamasikan negara sosialis yang mengeluarkan kebijaksanaan damainyjL serta berusaha mendistribusikan tanah untuk petard Lenin menyatakan bahwa revolusi Rusia akan menyebar ke seluruh negara yang sedang bertikai dalam perang dunia. "Sejak sekarang", kata Lenin, "Rusia akan berhadapan dengan Wilson dan pemimpin negara-negara kapitalis dan imperialis". AS yang merasa terancam dengan politik luar negeri Rusia tersebut harus mengubah kebijaksanaan politik luar negerinya dengan melihat Rusia Baru sebagai ancaman kepentingan AS di Eropa. Gagal dalam mengikat Rusia, AS di bawah menlu Lansing berhasil mendekati Jepang mengenai China dan Manchuria. Pada tanggal 2 November 1917 Menlu Lansing dan dubes Jepang di AS, Kikujiro Ischii mengadakan perjanjian damai. Dalam politik luar negeri AS, perjanjian tersebut memiliki alasan, 1) untuk mencegah China jatuh ke tangan Jepang dan menjadi ancaman bagi kepentingan AS, dan 2) untuk memulai upaya cliplomatik baru dalam mencegah negara-negara Eropa dan Jepang menanamkan pengaruhnya di China. Upaya untuk mengikat Jepang juga dilakukan oleh Inggeris pada tanggal 18 Januari 1918 ketika Jepang diberi mandat untuk menggunakan jalan raya Trans-Siberia dan untuk membantu gerakan anti-Bolsevik serta mencegah upaya "menjermankan Rusia" ojeh Jerman. Di mata para diplomat AS, pemberian mandat kepada Jepang tersebut akan menambah kekuatan baru bagi upaya mengepung Rusia dari arah timur. Kegiatan diplomasi AS mengilhami perkembangan yang berarti sejak bulan Oktober 1918. Pada awal Oktober 1918 pemerintah Jerman mengirim pesan kepada Presiden Wilson melalui menteri Swiss di Washington. Secara formal pemerintah Jerman menghendaki gencatan senjata sesegera mungkin dan akan menyetujui persyaratan yang diajukan oleh Presiden AS. Kejadian tersebut merupakan kesempatan baik bagi AS untuk mengakhiri perang dan memulai perundingan damai sesuai dengan persyaratan AS. Presiden Wilson memberitahu Sekutu mengenai permintaan Jerman dan menyarankan agar negara-negara tersebut mengajukan persyaratan-pernyataran mengenai gencaran senjata. Namun demikian, AS tidak akan menyepakati apapun yang mengatasnamakan Sekutu. Presiden Wilson memberi pesan kepada Pemerintah Jerman bahwa perundingan damai tidak bisa dilaksanakan jika negara-negara Sekutu harus berunding dengan tokoh-tokoh militer atau pemerintahan monarki Jerman. Atas saran AS tersebut akhirnya pemerintah Jerman mengubah dirinya menjadi sebuah republik dan Kaisar Jerman sendiri hams mendekam di penjara. Presiden Wilson mengutus Kolonel House untuk menemui para pemimpin negara-negara Sekutu dengan membawa persyaratan-persyaratan AS. Perdana Menteri Inggeris, David Lloyd George, merasa keberatan dengan persyaratan-persyaratan yang dibawa AS. Namun demikian, setelah beberapa kali perundingan beberapa pemimpin sekutu sepakat agar perundingan antara Jerman dan AS dipisahkan antara perundingan antara Jerman dengan negara-negara Sekutu. Lloyd George mengharapkan adanya beberapa interpretasi dari poin dua mengenai t£Empat Belas Point Presiden Wilson" mengenai kebebasan di laut lepas. Dia hanya akan menyepakati hal itu berdasarkan hasil perundingan damai dalam sebuah konferensi khusus. Kolonel House merasi yakin bahwa keberatan dari Lloyd George dan Perdana Menteri Perancis, Georges Clemenceau, tidak akan mengganggu persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh AS. Gencatan senjata yang ditandatangani tanggal 11 November 1918 tersebut mengakhiri perang yang berlangsung selama empat tahun tersebut. .Namun demikian, para pemimpin militer sekutu rnasih mengkhawatirkan situasi politik di perbatasan Jerman sebelah timur, yang berbatasan langsung dengan Rusia. Mereka sepakat untuk menambah persyaratan gencatan senjata dengan menyatakan bahwa Jerman dilarang mengevakuasi kawasai tersebut sampai Sekutu menyatakan bahwa evakuasi bisa dilaksanakan Dengan kata lain, evakuasi bisa dilakukan sampai ancaman dari kekuatan Bolsevik di Rusia mereda. Dalam sebuah perjalanan ke Eropa yang menggunakan kapal USS Wahmgton, Presiden Wilson menyatakan kepada para delegasi AS bahwa "racun Bolsevisme" telah diterima oleh semua orang sebab racun tersebut merupakan bentuk protes terhadap cara negara-ngara di dunia bekerja. Adalah merupakan urusan negara-negara yang ikut dahirn konferensi damai untuk menciptakan orde baru dalam masyarakat dunia. Dalam pertemuan pertama komisi yang ditunjuk untuk menyusun draf mengenai Liga bangsa-bangsa tanggal 25 Januari 1919 Presiden Wilson menyatakan bahwa tujuan AS terjun dalam perang adalah bukan untuk perang itu sendiri melainkan untuk menegakkan demokrasi. Dalam "Empat belas point Presiden Wilson" poin lima dinyatakan bahwa "perlu adanya penyelesman yang adil, terbuka dan bebas terhadap semua klaim daerah koloni serta perlu mempertimbangkan kepentingan penduduk di daerah-daerah koloni". Namun demikian, dalam Konferensi di Versailes prinsip tersebut tidak bisa ditegakkan mengingat tnasing-masing anggota peserta memiliki kepentingan sendiri. Dalam Konferensi tersebut disepakati bahwa negara-negara peserta yang memenangkan perang seperti Inggeris, Perancis dan Italia menerapkan konsep "mandat" bagi negara-negara bakas jajahan Jerman di Afrika dan Asia-pasifik serta bekas wilayah kekuasaiin Turki Usmania sebagai sekutu Jerman yang dikalahkan. Inggeris sebagai negara yang memiliki mandat, menguasai bekas jajahan Jerman di Afrika; Perancis membagi-bagi bekas kekuasaan Turki di Asia barat daya dan Afrika Utara; dan Jepang menguasai beberapa wilayah jajahan Jerman di kawasan Pasifik. Dalam Konferensi Versailes tersebut AS dengan terpaksa mengakui sistem mandat dengan menerima wilayih Armenia sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Namun demikian, AS tetap menentang sistem tersebut dan Liga bangsa-bangsa yang didirikan serta yang mcmberikan mandat kepada negara-negara pemenang perang. Dalam pandangan diplomat AS, Konferensi Perdamaian di Versailes tidak banyak menguntungkan bagi kepentingan politik luar negeri AS dan lebih banyak menguntungkan negara-negara Eropa. Ketika perundingan di Versailles berlangsung, pemerintahan Bolsevik yang berhaluan komunis di Rusia telah memperoleh pengaruh yang luas di Eropa bagian timur seperti Hongaria. Menghadapi situasi tersebut Presiden Wilson segera mengunjungi Paris untuk merundingkan mengenai situasi terakhir di Rusia. Dalam Pertemuan Paris tersebut, Wilson menyatakan kepada Lloyd George, Clemenceau dan Perdana Menteri Italia, Vitorio Emanuele Orlando, bahwa "saat ini sedang berlangsung persaingan antara perdamaian dan anarki, dan masyarakat dunia mulai memperlihatkan ketidaksabarannya". Wilson mengajukan usul agar mereka bisa bertemu dua kali sehari sebagai "Kelompok Empat Besir" atau "The Big Four" untuk menyelesaikan masalah yang paling sulit dalam masalah hubungan internasional. Dalam pertemuan tersebut mereka sepakat untuk menyelesaikan masalah Rusia, jaminan keamanan Perancis, masalah perbatasan di Eropa dan klaim Jepang atas Shantung di China. Ketika pembicaraan berlangsung keempat pemimpin tersebut terus membuka telinga untuk memantau perkembangan terakhir di Eropa Tengah dan Timur terutama yang berkaitan dengan Jerman dan Rusia. Dari beberapa masalah tersebut masaalah terpenting yang berkaitan dengan Jerman diputuskan. Pemimpin AS dan Inggeris sepakat bahwa Jerman harus membayar tidak lebih dari 35 Jut a dollar AS. Sedangkan Perancis menolak batasan maksimum kewajiban pembayaran Jerman. AS dan Inggeris menyatakan bahwa Jerman akan menolak menandatmgani perjanjian apapun yang tidak menyatakan secara khusus jumlah kewajiban dan waktu pembayaran sebagai ganti tugi perang. Kata Wilson, "pemerintah Republik Weimar Jerman tidak memiliki uang. Jika pemerintah tersebut tidak lagi berkuasa maka kita tidak bisa berunding mengenai penyelesaian perang dengan Jerman. Pemerintah Weimar masih diperlukan sepanjang dia bersikap tegas terhadap pemerintah Bolsevik di Rusia. Delegasi Perancis berpendapat bahwa jika yang menjadi masalah adalah ancaman Pemerintah Bolsevik di Rusia maka pemecahannya adalah kita (The big Four) harus menempatkan pasukan di perbatasan Rusia yang menggunakan pasukan lokal di negara-negara Eropa Timur yang clipimpin oleh para komandan Sekutu dan didukung secara finansial oleh AS. Wilson tidak sependapat dengan usulan tersebut sambil mengatakan bahwa penempatan militer di perbatasan hanya akan mengundang semakin besarnya ancaman kaum Bolsevisme ke wilayah Eropa Timur. Sedangkan delegasi Inggeris yang semula mendukung AS berbalik mendukung Perancis terutama dalam usulan mengenai penghukuman Jerman dengan ganti rugi sebesar- besarnya. AS akhimya dengan terpaksa menyepakati usulan delegasi Eropa dan meyakini bahwa Jerman merupakan negara yang paling bertanggung jawab terhadap meletusnya Perang Dunia I. Ketidakmampuan Presiden Wilson untuk mencegah Inggeris dan Perancis memaksakan kehendaknya terhadap Jerman sangat menyesalkan delegasi serta bangsa Amerika. Demikian juga usaha Presiden AS untuk meyakinkan bangsa Italia mengenai masalah perbatasan Italia dengan Yugoslavia dan pengosongan kota pelabuhan Fiume tidak membaw.i hasil yang memadai. Dia juga tidak mampu menemukan jalan apapun untuk menggunakan hutang perang negara-negara Sekutu serta sumber keuangan lainnya untuk membantu kebijaksanaan politik luar negerinya. Presiden Wilson harus berkompromi dengan keputusan Liga bangsa-bangsa mengenai politik dunia. 2.3 Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II Ketidakmampuan AS dalam mempertahankan sikap netralnya dalam urusan Eropa berusaha diperbaiki dalam tahun 1930-an. Antara tahun 1935-1939 dikeluarkan sejumlah kebijaksanaan yang pada prinsipnya berusaha mempertahankan kenetralan untuk tidak memihak negara-negara yang bertikai. Sikap netral itu antara lain ditunjukkan dengan embargo senjata terhadap negara-negara yang bertikai. Namun demikian, sikap netral tersebut juga tidak bisa dipertahankan. Dalam praktek, seringkali sikap netral AS dalam politik luar negerinya bertentangan dengan kepentingannnya sendiri. Keterlibatan AS dalam Perang Dunia II, dapat dijelaskan dari ketidakkonsistenan negara tersebut menjaga politik netralnya. Sebelum Perang Dunia meletus, AS sudah melenggar sikap netralnya untuk tidak menjual senjata ke Italia dan Ethiopia yang sedang berperang. Ekspor senjata, baja dan minyak bumi AS terhadap negara-negara tersebut semakin meningkat sampai 300 persen. Ketika perang sipil di Spanyol meletus tahun 1936, kelompok Loyalis diembargo. Sebaliknya, kaum pemberontak yang dipimpin oleh Jenderal Franco menerima senjata dari Italia dan Jerman. Petanyaan yang dapat diajukan di sini adalah apakah tindakan AS membantu kelompok yang bertikai yang ingin menghancurkan status quo yang ingin tetap dipertahankan oleh AS itu menunjukkan politik netral AS? Undang-undang netralitas tahun 1937 memberikan kebebasan kepada Presiden untuk memutuskan aiau melihat apakah konflik antarnegara itu sebagai perang ataukah sekedar kekacauan sipil. Pada bulan Juli 1937 ketika meletus konflik bersenjata antara China dan Jepang dan keduanya tidak menyetakan perang, Presiden AS dihadapkan pada himbauan publik untuk tidak memutuskan bantuan kepada China. Ketika orang-orang AS pada umumnya bersimpati pada China, dilema tersebut tidak pernah dipecahkan. Undang-undang kenetralan terbukti lebih sulit dilaksanakan apabila hal itu bertentangan dengan kepentingan nasional. Menlu Hull pada bulan Juni 1938 meminta industri pesawat terbang AS untuk tidak menjual pesawat kepada negara-negara tertentu yang membom warga sipil seperti yang dilakukan Jepang. Namun demikian, ketika berlangsung Perang Dunia II, AS bersama dengan Inggeris juga melakukan pemboman terhadap warga sipil Jerman yang tidak berdosa. Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa AS sendiri bersikap mendua dalam melihat situasi politik internasional. Nampaknya politik luar negeri AS memiliki prinsip moral yang abstrak. Pada bulan bulan Jariuari 1939 Presiden F.D. Roosevelt dalam pesan tahunannya menyatakan di depan anggota Kongres bahwa kekakuan politik netral dapat menguntungkan negara agresor dan merugikan pihak korban Namun demikian, pernyataan tersebut tidak diikuti dengan upaya untuk merubahnya. Bahkah usaha menlu Hull untuk melarang ekspor barang-barang AS ke negara-negara yang sedang bertikai tidak diluluskan oleh Kongres sehingga politik netral yang kaku tersebut tetap saja dipertahankan. Pada tanggal 5 September 1939 Presiden Roosevelt, sesuai dengan hukum, menyatakan embargo senjata terhadap negara-negara yang memulai perang. Pada tanggal 10 September 1939, embargo diberlakukan atas Jerman, Inggeris, Perancis, Polandia, Australia, Selandia Baru, India, Afrika Selatan dan Kanada. Inggeris dan Perancis yang berusaha untuk mengatasi kesenjangan persenjataan di antara kedua negara dengan Jerman .dengan cara menarik industri Amerika, segera membatalkan pengiriman barang dari AS yang berjumlah 80 juta dollar. Presiden Roosevelt menyatakan bahwa embargo yang diberlakukan secara inklusif merupakan%esuatu yang sangat membahayakan bagi netralitas, keamanan dan sikap damai Amertfca. Dia menyatakan bahwa "saya menyesal bahwa Kongres telah mengesahkan un'dang-undang tersebut, dan saya lebih menyesal lagi tefah menandatanganinya". Pada akhir tahun 1939, AS mengajak negara-negara Amerika Latin untuk membicarakan zone keamanan wilayah Amerika dari Perang Dunia II. Dalam pertemuan tersebut disepakati dibentuknya zone keamanan yang membentang di sepanjang 300 mil dari Samudera Pasifik ke Samudera Atlantik. Kawasan tersebut dinyatakan tertutup terhadap tindakan permusuhan. Namun demikian, dalam kenyataannya kawasan tersebut tidak bisa dipertahankan setelah Inggens dan Jennan berperang di kawasan Montevideo, Uruguay, bulan Desember 1939. Setelah Jennan menginvasi kawasan Skandinavia pada musim gugur tahun 1940 AS segera meningkatkan persenjiitaannya. Senjata yang dibangun adalah berupa pesawat terbang, kapal perusak dan pendarat. Sampai akhir tahun 1940 telah dikeluarkan sejumlah US $12 milyar untuk pertahanan. Sebagian dari persenjataan tersebut digunakan oleh Inggens yang harus dibayar dengan uang tunai. Ketika Inggens tidak mampu membayarnya dengan tunai maka dicari solusinya dengan cara menggunakan (tUndang-undang pinjam dan sewa". Kebijaksanaan ini ternyata banyak menimbulkan beban bagi keuangan AS sebab ketika Inggeris terlibat dalam perang, Inggens mengalami banyak kerugian. Pada awal tahun 1941 jumlah kehilangan barang-barang muatan Inggeris dan pelayarannya di Atlantik mencapai setengah juta ton per bulan sebagai akibat serangiin kapal selam Jennan. Pada bulan April 1941 status Laut Merah sebagai kawasan yang tertutup bagi kapal AS, menurut Undang-undang Kenetralan, ditinjau kembali. Presiden Roosevelt mengumumkan bahwa pelayaran kapal-kapal AS di kawasan tersebut akan dilindungi Dengan demikian Undang-Undang Kenetralan tersebut menjadi tidak berlaku lagi setelah pemerintah AS dan rakyatnya "berkolusi" untuk melanggar undang-undangnya sendiri yang dianggap kaku. Pada akhir bulan April, ketika patroli kapal perang AS mencapai daerah 200 mil, perang antara AS dan Jermanpun terjadi. Kapal-kapal perang AS akhirnya tliperintahkan untuk memulai menyerang ketika berhadapan dengan kapal-kapal perang musuh. Dengan demikian, Undang-undang Netralitas tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya sehingga kapal-kapal dagang dan perang AS diizinkan untuk memasuki daerah perang yang semula dilarang menurut ketentuan hukum kenetralan tersebut. Setelah meletusnya perang dengan Jerman, AS juga harus berhadapan dengan musuh di pasifik, yaitu Jepang. Hubungan AS dengan negara tersebut semakin menegang setelah terjadi perang AS dan Jerman. Pada bulan September 1940 AS memberikan pinjaman sebesar 25 juta dolar kepada China sambil tetap melaksanakan embargo penjualan lempengan besi dan baja. Embargo tersebut tidak berlaku bagi Inggeris dan negara-negara Barat Imnnya. Namun demikian, penjualan bentuk besi dan baja lainnya serta produk minyak masih terus berlangsung. Menurut pengamat diplomasi AS, penjualan tersebut telah menguntungkan mesin perang Jepang yang telah siap untuk menguasai kawasan Pasifik. Pada bulan Juli 1941 Jepang, yang telah menandatangani pakta non agresi dengan Rusia dan mengetahui bahwa Rusia sibuk berperang di Eropa, mulai menyerang Indo-China dan mengalahkan Perancis. AS bersama dengan Inggeris segera membekukan asset Jepang di negara tersebut dan menghentikan semua kegiatan dagang dengan Jepang. Pada awal tahun 1941 Presiden Roosevelt dalam pidatonya di depan Kongres mengatakan bahwa "ketika para dictator telah siap menyatakan perang pada kita, mereka tidak akan lama menunggu jntuk bertindak". Ketika tahun 1941 berakhir, kata-kata Roosevelt ternyata terbukii kebenarannya Bahkan pada saar-saat terakhir perundingan diplomasi antara AS dan Jepang masih berlangsung di Washington , kapal-kapal perang Jepang telah siap di lautan dan dalam saat yang sama mereka menyerang dan menghancurkan Pearl Harbour, kota pelabuhan AS di Hawai. tanggal 7 Desember 1941. Pada tanggal 8 Desernber 19421 AS menerima tantangan tersebut dan menyatakan perang dengan Jepang. Tiga hari kemudian, tanggal 11 Desember 1941, AS juga menerima pernyataan perang dari Jerman dan Italia dan dijawab oleh anggota Kongres bahwa AS harus berhadapan perang dengan negara-negara tersebut. Inggeris dan Kanada segera bergabung dengan AS yang juga diikuti oleh negara-negara Amerika Latin. Pada fctnggal 2 januari 1942 mereka membentuk koalisi untuk mengerahkan segala dumber daya ekonomi dan militer untuk menghadapi negara-negara Axis, Jerman, Italia dan Jepang. Kemenangan militer AS dan sekutu-sekutunya dalam Perang Dunia II diperoleh dengan waktu yang cukup lama dan sulit. Pada tahun 1942, kekuatan AS dan sekutu-sekutunya berada dibawah tekanan berat negara-negara Axis. Pasukan AS di Corregidor, Philipina, terisolasi dari pasukan lainnya sampai bulan Mei. Pasukan Jepang bukan hanya mampu menghancurkan Pearl Harbour tetapi juga mengalahkan pasukan Inggens di Burma, Belanda di Indonesia dan pangkalan militer Inggens di Singapura. Semua kawasan Asia Tenggara telah jatuh ke tangan pasukan militer Jepang. Sedangkan India, Australia dan Selandia Baru berada di bawah ancaman Jepang. Pada pertempuraii di Midway dan Laut Coral bulan Mei dan Juni, pasukan AS mencatat kemenangan yang berarti. Tanggal 7 Agustus Angkatan Laut AS mendarat di Guadalcanal clan mulai mengadakan penyerangan. Pada pertempuiran di kepulauan Solomon, pasukan AS juga mulai mampu memukul pasukan Jepang yang kehilangan 5 kapal penjelajah dan 12 kapal serangnya Sejak peristiwa itu gelombang kemenangan mulai berada di tangan pasukan AS dan sekutu-sekutunya. Di Afrika Utara, pasukin Jerman yang berhasil mencapai El Alamein, berjarak 70 mil dari Iskandana, tidak mampu bertahan lama untuk menguasai kawasan Afrika Utara. Setelah kedudukan Terusan Suez yang dikuasai Inggeris terancam, pasukan Inggeris yang dipimpin oleh Jernderal Montgomery mampu mengusir Rommel dari Mesir. Serangan gabungan pasukan Inggeris dan AS yang terjadi tanggal 8 November 1942 berhasil mengusir kekuatan Axis dari Afrika Utara. Pasukan Sekutu juga memperoleh kemenangan di pertempuran Rusia. Setelah beberapa lama menguasai Rusia, pasukan Nazi Jerman bisa dikalahkan oleh pasukan AS dan sekutu-sekutunya. Demikian juga dalam pertempuran di Italia, sekutu mulai memperoleh kemenangan sejak tahun 1943. Setelah mengalami kekalahan dalam pertempuran di Sisilia, Musolini turun dari jabatannya sebagai pemimpin Fasis Italia tanggal 25 Juli 1945. Penggantinya, Marshal Badoglio, sepakat untuk mengadakan gencatan senjata dengan Sekutu dan ditandatangani tanggal 3 September 1943. Namun demikian, pasukan Jerman tidak mengakui gencatan senjata itu dan mulai menyerang pasukan Sekutu. Tanggal 4 Juni 1944 pasukan AS berhasil memasuki Roma dan dua hari kemudiari pasukan lainnya menginvasi Normandia. Demikian juga di kawasan Pasifik, pasukan AS berhasil memperoleh kemenangan. Guam berhasil direbut, Jepang dapat diusir ke Burma dari India, Paris dibebaskan; dan Rumania menyerah ke pasukan Rusia Tanggal 2 September 1944 pasukan angkatan darat AS memasuki Jerman. Terjadi pertempuran hebat di Jerman antara pasukan Sekutu dengan pasukan Nazi. Pasukan AS dan Rusia bertemua di Singai Elbe tanggal 26 April 1945 dan V.E. Day (victory in Europe atau hari kemenangan di Eropa) diproklamasikan tanggal 8 Mei 1945. Pertempuran berdarah di Iwo Jima berhasil dimenangkan sekutu tanggal 17 Maret 1945 dan diikuti dengan invasi ke Yokohama dan Okinawa. Tanggal 6 Agustus, pasukan AS yang telah merebut beberapa pangkalan militer Jepang, menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan membumihanguskan tiga perlima kawasan kota. Dua hari kemudian, Rusia, yang telah menandatangani perjanjian non agresi dengan Jepang, menyatakan perang terhaclap Jepang. Akhirnya tanggal 14 Agustus, Pemerintah Jepang menyatakan menyerah dan menerima semua persayaratan Sekutu, dan perang dunia di Pasifikpun berakhir. Upaya diplomatik AS dalam mengakhiri PD II dilakukan melalui berbagai pertemuan internasional dan konfermsi dengan negara-negara sekutunya. Selama perang bertangsung, terdapat empat konferensi besar yang dilakukan oleh the Big Three atau "Tiga Besar"yaitu AS, Inggeris dan Rusia. Konferensi-konferensi tersebut diselengarakan dalam rangka meng.ikhiri perang sekaligus juga mengkoordinasi strategi militer untuk menentukan serangan serta menciptakan kerangka pikir mengenai masa akhir perang. Pada Konferensi Moskow yang beilangsung bulan Oktober 1943 dan dihadiri oleh para menteri ketiga negara tersebut disepakati prinsip perdamaian menyeluruh. Artinya, mereka sepakat untuk tidak menciptakan perdamaian secara terpisah, serta menghukum Jerman sebagai negara yang paling bertanggungjawab atas korban sipil. Negara-negara the Big Three juga sepakat untuk meneruskan kerjasama erat setelah perang berakhir, membebaskan Austria, serta sepakat untuk menciptakan organisasi internasional baru yang menghimpun banyak negara termasuk ketiga negara tersebut. Pada Konferensi di Kairo, Mesir, bulan Desember 1943 Presiden Roosevelt, pemimpin Inggeris, Churchill dan pemimpin Nasionalis China Chiang Kai-shek sepakat untuk mengambil alih daerah taklukkan Jepang termasuk pulau Formosa (Taiwan) terhadap China; serta merrbebaskan Korea. Sedangkan pada Konferensi Teheran, menyusul pertemuan di Kairo, disepakati oleh Roosevelt, Churchill dan Stalin, untuk mengadakan serangan gabungan ke Normandia serta untuk mendukung serangan Rusia ke Jerman, mendukung pasukan Tito di Yugoslavia, serta menciptakan perbatasan baru antara Jerman dan Polandia. Dalam Konferensi Yalta yang berlangsung bulan Februari 1945, Roosevelt, Churchill dan Stalin sepakat untuk mcmbentuk negara Polandia yang demokratis dan bebas dan ancaman Jerman. Disepjikati juga mengenai pembentukan organisasi internasional baru tanggal 25 April 1945 di San Francisco. Jerman , sebagai negara yang kalah perang, dibagi menjadi beberapa daerah pendudukan dan sejumlah 20 milyar dana harus disediakan untuk reparasi Jerman. Dalam Konferensi Yalta juga disepakati untuk dimasukkannya hak veto dalam organisasi dunia yang akan didirikan, serta diizinkannya Ukraina Soviet dan Byelorussia sebagai negara berdaulat untuk menjadi anggota PBB. Uni Soviet sepakat untuk berperang dengan Jepang selama tiga bulan setelah kekalahan Jerman. Di Asia, Rusia akan memperoleh daerah pendudukannya seperti sebelum perang Rusia Jepang tahun 1905. Keadaan status quo akan tetap dipelihara Mongolia; Rusia akan memperoleh kembali wilayah selatan Sakhalin; Port Arthur akan disewakan kepada Rusia sebagai pangkalan angkatan laut. Sedangkan jalan kereta api yang inelintas Manchuria dan China Timur akan dioperasikan bersama oleh pemerintah nasionalis China dan Rusia. Rusia juga akan memperoleh kepulauan Kuril serta keadaan geografis sebelum meletusnya perang dengan Jepang tahun 1905. Konferensi terakhir selama berlangsungnya perang dunia II adalah Konferensi Postdam yang berlangmng antara bulan Juli-Agustus, Dalam konfernsi tersebut Churchill, Truman dan Stalin sepakat untuk membentuk Dewan Menteri-menteri luar negeri (Council of Foreign Ministers) yang mewakili Inggeris, Perancis Uni Soviet, China Nasionalis dan AS. Dewan tersebut bertugas untuk menciptakan perjanjian damai bagi Italia dan negara-negara setelit Eropa. Sejumlah kesepakatan ekonomi dan politik bagi Jerman juga diputuskan dalam konferensi tersebut. Akhiraya Jerman didemiliterisasi dan Na.d dibubarkan. Ekonomi Jerman disentralisasi Sedangkan Rusia memperoleh konsesi untuk mereparasi daerah pendudukannya di Jerman. Rusia juga menerima perlengkapan industri dan daerah pendudukan Jerman di bagian barat termasuk perlengkapan industri. Mengenai Polandia, Konfernsi sepakat untuk merehabilitasi perbatasannya dan menguasai Prusia Timur, Silesia, Brandenburg dan Pomeria. Sedangkan negara-negara Balkan dan Italia memperoleh hak untuk menjadi anggota PBB,. BAB III PENUTUP 3.1 Kesmpulan Dalam menghadapi Perang Dunia I yang terjadi di Eropa, politik luar negeri AS dihadapkan pada dilema. Pertama, AS ingin tetap berpegang pada prinsip netral yang dianutnya untuk tidak melibatkan diri dengan perang yang terjadi di luar wilayah teritorialnya. Namun demikian, kepentingan perdagangannya di kawasan tersebut terancam karena serangan-serangan negara-negara yang bertikai. Para diplomat AS dihadapkan pada dua pililian antara tetap mempertahankan sikap netralnya dengan menjamin kepentingan ekonominya di kawasan tersebut yang berarti melibatkan diri dalam peperangan. Kedua, setelah meletusnya perang, AS dihadapkan pada tuntutan negara-negara Eropa untuk memberikan bantuan ekonomi terhadap para pengusaha Eropa. Bantuan tersebut adalah untuk kepentingan ekonomi AS sendiri yang memperoleh keuntungan dari perdagangannya dengan para penguasaha Eropa. Hal ini menjadi dilema karena apabila AS memberikan pinjaman kepada negara yang sedang bertikai berarti AS lelah melanggar sikap netralnya. Karena adanya perdebatan diplomatik di antara pemimpin AS di dalam negeri dan mempertimbangkan kepentingannya di Eropa maka AS mulai melibatkan diri dalam peperangan di Eropa. Anaiman terbesar datang dari Jerman setelah warga sipilnya yang berada dalam kapal dagang Lusitania menjadi korban dari serangan Jerman. Setelah melalui perdebatan di dalam negeri dan upaya diplomatik yang dikirim ke Eropa akhirnya AS berada pada pihak Inggeris dan Perancis untuk melawan Jerman Secara diplomat's dikatakan bahwa keterlibatannya dalam perang tersebut adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi dan warga sipil yang bepergian ke Eropa. Sikap netralnya juga dimnjukkan dalam membuat keputusan-keputusan dalam perjanjian-perjanjian yang diikutinya pada akhir PD I. AS ticlak selalu sependapat dengan Inggeris dan Perancis untuk menghukum Jerman seberat-beratnya Dengan demikian, kepentingan AS dalam urusan Eropa tidak harus sama dengan kepentingan negara-negara sekutunya walaupun berada pada pihak yang sama ketika meletusnya perang. Ketidakmampuan AS dalam mempertahankan sikap netralnya dalam urusan Eropa berusaha diperbaiki dalam tahun 1930-an. Antara tahun 1935-1939 dikeluarkan sejumlah kebijaksanaan yang pada prinsipnya berusaha mempertahankan kenetralan untuk tidak memihak negara-negara yang bertikai. Sikap netral itu antara lain ditunjukkan dengan embargo senjata terhadap negara-negara yang bertikai. Namun demikian, sikap tersebut tidak bisa dipertahankan. Dalam praktek, seringkali sikap netral AS dalam politik luar negerinya bertentangan dengan kepentingannnya sendiri. Menurut sejarawan, sikap tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan AS dalam mempertahankan prinsip politik luar negerinya. Keterlibatan AS dalam Perang Dunia II, dapat dijelaskan dan ketidakkonsistenan negara tersebut menjaga politik netralnya. 3.2 Saran Kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengacu pada makalah ini, dan dimohon kritik dan saran didalam makalah ini, karena didalam makalah ini masih banyak kekurangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar